Sebelas

39 4 0
                                    

Nina PoV

Tunggu, biarkan gue bernapas terlebih dahulu sebelum menemui dan bercerita banyak ke kalian pada bab ini. Inhale, exhale. Inhale, exhale. Oke, let's go!

Gradien tiba-tiba muncul lagi dalam kehidupan La Nina. Gue boleh ulang? GRADIEN TIBA-TIBA MUNCUL LAGI DALAM HIDUP GUE! Kalau kalian tanya, gimana rasanya, sungguh! Kali ini didominasi oleh perasaan bahagia. Padahal, kalau diingat-ingat kembali, perlakuan dia ke gue serta penyebab kami mengakhiri hubungan empat tahun lalu, harusnya sekarang gue itu marah, kesal, teriak-teriak dan lain-lain. Biar gak salah menduga, sehabis ini bisa gue kisahkan kembali penyebab gue putus kali ya? Setuju?

Gradien terlihat lebih mapan. Ia sudah dua tahun setengah bekerja, gue belum tanya lebih lanjut juga, kerjanya apa dan dimana, tapi paling tidak, itu perubahan yang baik bagi hidupnya.

Belum lagi fisiknya yang lebih kekar, karena otot tangannya terlihat serta perutnya yang tidak buncit, Gradien juga sedikit membiarkan bakal cambang tumbuh menutupi dagu, argh! He looks so sexy, gue hampir aja gak bisa kontrol diri dan penginnya meluk dia.

Gue juga baru tahu dari dia, selama empat tahun ini, Gradien tidak pernah menjalin hubungan lagi dengan perempuan manapun, which is itu bagus, karena sama halnya dengan gue. Gue adalah mantan terakhirnya Gradien, sedangkan Gradien-pun adalah mantan terakhir—dan terindah—yang pernah gue miliki.

Grad, dalam empat tahun udah banyak sekali hal dalam diri gue yang berubah. Kayaknya, kita harus punya waktu lagi deh untuk deep talk, untuk update kehidupan, untuk jalan bareng lagi. Mungkin, ke depan tantangannya lebih besar juga berat. Pelan-pelan yuk, Grad.

*

Nina PoV

Sesuai dengan janji gue di atas, berikut kisah perpisahan gue dengan Gradien, empat tahun yang lalu...

Gue melangkah seringan kapas menuju ke tempat Gradien. Hari ini sebetulnya tepat sebulan kami jadian, tapi Citra dan Shila tahunya terlambat, gue gak enak aja sama mereka. Karena jarak antara fakultas gue dan Gradien agak jauh, sengaja gue mencari beberapa jalan pintas.

Oiya, enaknya punya pacar seperti Grad adalah, pertama... kalau lewat di fakultas teknik, gak perlu khawatir lagi, karena kebanyakan teman Grad tahu kalau gue ceweknya dia. Kedua, gue makin tambah terkenal, karena Gradien yang gampang membuat perempuan jatuh cinta, nyatanya berimbas juga loh untuk gue. Hehehe. Seperti hal kecil macam nambah followers di media social.

Gue mengatur napas begitu belokan terakhir di gudang. Mereka bertiga, gue sendiri, tetap harus punya bekal kesiapan nih, kalau enggak, nanti malu. Ketika gue mau melangkah lagi, samar, gue mendengar tawa Gradien, Mario dan Kevin lalu beberapa percakapan yang secara gak sengaja membuat gue pengin nguping.

"Hahaha, pinter banget lo, bisa dapetin hati Nina secepat itu. Usaha lo apa aja, Grad?" itu suara Kevin. Iya, inget banget gue!

"Apa ya?" terdengar Gradien berpikir. "Ya lo tau sendiri kan, namanya juga pedekate, laki-laki, kita tuh ibarat predator, atau pemburu. Pepet terus mangsanya. Pas dapet, diri sendiri juga yang seneng. Gila sih, apalagi keluarga Nina juga terbuka banget nerima gue." Oke. Okelah, masih wajar. Pemburu. Mangsa. Masih wajar. Masih wajar. Gue terus mengulang kata-kata itu dalam hati.

"Gue udah hubungi dealer mobilnya, dalam minggu ini atau paling lambat minggu depan, tuh Porche udah nangkring di garasi lo ya, Grad," kali ini suaranya Mario, soalnya agak cadel.

"Gue gercep dapetin Nina, gak ada tambahan taruhan lain nih? Tetep tuh Porche doang? Padahal ada keluaran handphone terbaru loh," kembali suara Gradien yang terdengar. Eh, tunggu!

KenninaWhere stories live. Discover now