[Bayu] Distraksi - 02

Zacznij od początku
                                    

"Palunya rusak, Yu."

"Hah? Masa?"

"Gagang sama kepalanya pisah karena gue buat benerin tali cucian yang putus kemarin. Temboknya alot, pakunya gak bisa masuk terus palunya malahan yang patah."

"Jan guoblok, eh." Jadi gemas kan Bayu sama Haikal. Ada gitu manusia yang sukanya kelewat banget rusakin barang orang, tapi masih sempat ketawa tanpa dosa dan tanpa rasa bersalah?

"Gue pinjemin ke Pak Bima dulu, deh, tunggu bentar."

Dengan sigap Bayu menahan tangan Haikal sebelum sempat berdiri. Si empunya tangan menoleh. Belum terheran-heran, tapi kaget sedikit. "Jam berapa ini?" tanya Bayu. Di garasi gak ada jam hidup, jadi dia sungguhan tanya.

"Jam sembilan kayaknya?"

"Oke, gue aja yang pinjem. Lo diem sini jagain Mawan."

"Eh?" Sesaat Haikal mulai bertanya-tanya. "Giliran gue tanggung jawab lo nyegah. Gue kabur entar ditolol-tololin."

"Gue sekalian mau bicara sama Pak Bima urusan bisnis."

Haikal mengerutkan kening. Di matanya Bayu gak ada tampilan seperti orang pebisnis sama sekali. Ditambah sekarang yang Bayu pakai hanyalah kaos kesukaannya sepanjang masaㅡkaos sangsang dibalut dengan kemeja lusuh yang mungkin habis dipakai buat tidur tadi malam. Sewaktu Bayu berdiri, yang justru pemuda itu lakukan ialah pergi ke wastafel di sudut garasi, membasuh rambut dan mukanya sedikit lalu mengaitkan kancing kemejanya hingga kaos sangsangnya tertutupi.

"Lo mau daftar jadi penjaga toko sarungnya Pak Bima di Pasar Minggu apa gimana?" Haikal menolak untuk tetap diam, jadi dia ikut berdiri dan menempatkan helm yang belum dia lepas sejak tadi di rak besi sebelah wastafel. "Anak-anak pada takut didatengin Pak Bima, nah lo malah nyamperin. Kerjaannya dia kan cuman nagih tagihan sama marah-marah kalau pada bawain cewek masuk pagar."

"Jadi kepo gak bakalan bikin lo masuk surga," tukas Bayu. Kini dia sudah siap pergi dengan modal tampang muka yang sudah sedikit segar karena tertolong air. Dia juga sedikit menurunkan celana pendek yang dipakainya supaya bisa pas tingginya di area lutut. Bahkan Bayu juga ganti sandal selop karet yang ada logonya punya Zidan yang ada di pojok ruangan, lalu menempatkan sandal jepitnya sendiri yang warnanya sudah pudar di dekat Mawan. "Tunggu di sini, Kal. Tanggung jawab lo udah bikin Mawan penyok di bagian pantat."

"Eh, Yu, sekalian dong."

Bayu mencium bau-bau mencurigakan. Dia berbalik sebelum melanjutkan langkah keluar. "Mau titip salam lo sama Teteh?"

"Hih, Teteh Alina mah bukan tipe gue. Ketuaan."

Njir, sok tajir amat?

Tua katanya... padahal baru dua enam juga.

"Yang tua lebih sedap, lebih matang."

Haikal jadi cengo. Dia gak paham.

"Yu, titip tanyain si Bapak, jambu air depan rumahnya boleh dimintain gak? Mubazir udah merah-merah tapi gak ada yang petik. Panggil gue kalau boleh entar gue bantu sodokin pakai galah, oke?"

Aduh. Sebenarnya untuk masalah itu Bayu juga pingin karena pohon jambu di halaman depan rumah Pak Bima memang godaannya dahsyat luar biasa. Sering diambilin sama bocah-bocah tetangga pakai cara klasik; dilemparin pakai sendal, tapi Pak Bima gak pernah marah. Kalau penghuni kontrakan gak punya malu jelas terobos saja, sayangnya mereka takut diusir karena nanti dianggap gak punya tata krama. Mau minta, tapi nanti malah diinterogasi siapa saja penghuni yang sering bawa cewek tanpa sepengetahuan Pak Bima sendiri. Kalau gak gitu diajak main catur sambil didongengin kisah masa muda beliau yang katanya pernah jadi atlet judo sampai luar negeri tapi ujung-ujungnya mentok malah jadi guru.

ANDROMEDAOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz