29. Coming Home

Mulai dari awal
                                    

"Gak ada," jawab Jeffrey, matanya masih terpejam.

"Gak mungkin." Jerry tentu tak percaya dan masih menuntut jawaban dari Jeffrey.

"Cewek bule gak ada yang menarik perhatian." jawab Jeffrey, tentu... soalnya bagi Jeffrey yang paling menarik itu kan cuma bayi marshmallownya.

"Ah Gege gak asik, pantesan aja solo terus. Bichi naneun solo, i'm going solo lo lo lo lo lo~" Jerry bernyanyi sambil menggerakan jarinya mengikuti koreografi asli lagu tersebut.

"Ssttt! berisik!"

"Gege Jeffrey, you going solo lo lo lo lo lo~"

"JERRY!"

"Oke, viss!"

♥♥♥

Jeffrey mungkin tidak tahu, bahwa hari dimana dirinya pulang ke Surabaya. Malamnya Rose juga pulang ke Jakarta. Hingga keesokan siangnya ia sudah sampai di Soekarno Hatta.

Semua keluarga menyambut baik kedatangannya. Rose merebahkan dirinya di ranjang empuknya begitu sampai di rumah. Ah sudah lama Rose tak meniduri ranjang ini.

Tok tok!

"Masuk," kata Rose.

Seseorang di luar kamar Rose membuka pintu. Dan senyum Rose langsung melebar saat tahu bahwa orang itu adalah Lisa.

"ROSEEE!!!!" teriak Lisa dengan hebohnya, lalu memeluk Rose erat.

"Kangen kamu, huhu!"

"Bayi polos gue akhirnya pulang juga. Gila sebelas bulan gak sih lo di Verona?" tanya Lisa.

Rose mengangguk. "Jangan panggil aku bayi terus deh, lama-lama kamu kayak Jeffrey. Dia bahkan panggil aku bayi marshmallow." jelas Rose.

Lisa tertawa, kemudian memberikan tatapan menyelidik. "Sip, Mr. Soft drink istimewa ya. Sampe punya panggilan sayang satu sama lain."

"Apa sih, itu sama sekali gak istimewa."

"Okay okay! Betewey, gimana hubungan lo sama si cowok Italia itu?"

"Maxi Gerardo?"

Lisa mengangguk. "Lo bener-bener udah putus?" tanya Lisa kepo. Lisa memang tahu segala sesuatu tentang hubungan Rose dan Maxi. Rose selalu bercerita pada Lisa tentang segala hal, tanpa terkecuali. Termasuk tentang Jeffrey sekalipun, Lisa tahu semua itu.

"Menurut kamu, apa aku egois karena menjauh dari dia begitu aja? Bahkan tanpa ngedengerin penjelasannya."

Lisa menggeleng, tapi setelah itu mengangguk juga. Hingga membuat Rose kebingungan.

"Gini loh Rose... tindakan lo itu ada benarnya tapi ada salahnya juga--"

"Maksudnya?"

"Jangan motong omongan gue! gu--"

"Okay, maaf."

"Itu lo masih motong jad--"

"Oke lanjutkan."

Lisa memutar bola matanya malas, lalu menghembuskan nafasnya. "Lo gak salah untuk ambil keputusan ninggalin dia di hari itu. Gila aja, cewek cowok kepergok di dalam flat berdua, setengah telanjang pula. Abis ngapain coba kalau gak abis main kuda-kudaan. Apalagi lo bilang lagi musim dingin, pasti keduanya abis mentransfer kehangatan." Rose mengangguk. "Cuma di satu sisi, lo juga salah. Setelah kejadian lo mungkin butuh waktu menyendiri. Tapi setelah itu, harusnya lo jangan langsung kabur ke Indonesia tanpa tanya ke dia tentang kejadian yang sebenarnya. Siapa tahu itu cuma salah paham, walaupun gue gak yakin dengan opsi 'salah paham' itu sendiri. Which is cowok Eropa kayak dia mungkin yaaaa... you know what i mean?" Lisa membuat tanda kutip dengan jarinya. "Butuh yang namanya pelampiasan nafsu, sedangkan lo sendiri kan gak pernah mau skidipapap karena takut bunting duluan dan dilaknat Tuhan. Even dia keliatan begitu perhatian dan kata lo--dia beda dari cowok bule lainnya. Tapi kan yaaaa... do you know what?" tanya Lisa, Rose menggeleng.

"Pokoknya cowok gak akan pernah bisa tahan kalau udah di sodoran hal-hal yang memancing hasrat. Anyway, cewek yang lo temuin di flat Maxi semok gak?" tanya Lisa dengan randomnya.

Rose nampak berpikir, mengingat-ingat menampakan Alesia yang lumayan hot. "kayaknya iya," jawab Rose.

"Melonnya gede gak?"

"Melon?"

"Itu loh," Lisa menggerakan tangannya di depan dada, membentuk sebuah bundaran seperti puncak gunung.

Rose mengerti, sebenarnya kalau dilihat-lihat tidak besar dan terkesan agak tepos. Tapi Rose kan tidak boleh menjelekan fisik orang lain. Jadi ia jawab saja, "Iya."

"Pantatnya gede juga gak, sexy gitu?"

Ini Lisa kenapa sih? Makin lama pertanyaannya makin aneh.

"Maybe."

Lisa bertepuk tangan. "Itu dia, semua cowok pasti suka cewek bermelon atas bawah. Makanya lo makan yang banyak, biar gak tepos. Biar cowok lo gak tergoda sama cewek-cewek berdada melon. Lo kayaknya harus makan dada ayam yang banyak, biar melon lo agak berkembang." jelas Lisa.

Rose jadi risih sendiri mendengar jawaban Lisa. "Mungkin alasannya bukan cuma karena itu, Lisa."

"Terus apa?"

"Mungkin dia lagi bosen sama aku."

"Halah, alasan klise! Terus sekarang lo masih gak angkat telepon dia?" tanya Lisa, matanya tak sengaja menangkap panggilan telepon via WhatsApp dengan id caller Maxi plus tanda love berwarna merah di sampingnya.

Rose menghela nafas, lalu menggeser tombol merah. Mungkin selama di Jakarta, ia akan mengganti nomornya dengan yang baru.

♥♥♥

Guys, aku udah pernah bilang kan kalau buku ini sebenarnya udah very old (cuma aku lupa bilangnya kapan). Karena ditulis tahun 2017, Waktu itu aku masih post di akun lama, dimana awal mulanya buku ini bukanlah fanfiction (entah akun itu sudah hilang kemana, dan bukunya sudah ku unpub semua). Berhubung filenya masih ada, and now aku sudah beralih menjadi author ff. Jadilah aku mengubah nama tokoh utama dan teman-temannya menjadi visualisasi idol.

Dan satu lagi, sebenarnya buku ini merupakan sequel dari salah satu buku lamaku juga. Yang belum pernah ku posting di wp. Anyway, mungkin abis ini bakalan ada little bit spoiler tentang buku lamaku.

Juliet's House Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang