Shaillyn 9

55 10 36
                                    

Pagi hari yang cerah Illyn sudah rapih dibalut seragam sekolahnya juga aksesoris yang mungkin sudah jadi ciri khasnya yaitu kacamata juga rambut yang dikuncir. Illyn keluar dari pintu rumahnya, ia berjalan menuju halte bus. Kakinya yang semula terasa sakit dan mengeluarkan darah kini mulai membaik.

Namun wajahnya tidak secerah cuaca pagi ini, ia seperti orang yang sedang kebingungan. Tatapannya kosong, menatap jalan yang ia pijak untuk sampai ke halte bus. Kini, ia mendongakan kepalanya, netranya menatap langit yang sangat cerah.

Illyn melengkungkan garis bibirnya, "Indah, Cantik, Menawan. Pasti orang-orang banyak yang suka sama lo. Sementara gue?"

Illyn menundukan kepalanya dengan mata terpejam sambil menghembuskan napasnya gusar, langkahnya sempat terhenti. Lalu ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil membuka mata. Netranya tertuju ke tempat sampah yang ada di dekat halte.

"Ya! Itu gue," ujarnya sambil menganggukan kepala. "Pantes aja kak Bianca sebenci itu, ternyata perbandingannya sangat jauh! Tapi, apa harus segitunya? Gue serehdah itu di mata mereka? Gue kan ngga mungkin nyalahin takdir," lanjutnya kepada diri sendiri.

Illyn sampai di halte, hanya sendiri. Ia melanjutkan lamunannya yang sempat terjeda.

Beberapa menit kemuadian, bus yang biasa ia tumpangi datang. Cepat-cepat Illyn menaiki bus itu, ia duduk di kursi yang masih kosong, pandangannya terarah keluar melalui jendela tetapi pikirannya memikirkan kejadian kemarin.

Akhirnya Illyn sampai di sekolah, ia memasuki gerbang sebelum gerbang itu ditutup oleh satpam. Saat memasuki koridor, banyak sekali murid yang sedang nongkrong atau sekadar bercanda di sana. Illyn melewati mereka seperti biasanya, dengan kepala tertunduk.

"Denger-denger, katanya kemaren dia ngga masuk kelas di jam terakhir. Ga nyangka gue, kirain penampilannya aja yang jelek ternyata kelakuannya juga."

"Eh iya, bener tuh. Gue juga denger kemaren beritanya pas pulang sekolah."

"Kata temen gue yang sekelas sama dia juga bilang kok kalo dia bolos."

"Begituan masih sekolah disini? Halah jelek-jelekin nama sekolah aja."

"Bebannya SMA Bakti Nusa."

Bisikan-bisikan seperti itulah yang mengiringi langkah Illyn dari koridor hingga kelas. Ia tidak ingin menanggapinya, yang dilakukan Illyn hanya menulikan pendengarannya, mereka berucap seolah tau semua tentangnya. Padahal Illyn kemarin bolos karena mempunyai alasan.

Illyn memasuki kelas, lalu segera menuju tempat duduknya. Hana dan Sthepi yang menyadari keberadaan Illyn langsung mengintrogasinya.

"Illyn, kemaren lo kemana?" tanya Sthepi tanpa basa-basi.

"Hmm... i-itu aku kemarin itu," jawabnya gugup.

"Itu itu apa itu?" tukas Hana.

"A-aku disuruh bantu-bantu, ya! Bantu-bantu," bohongnya.

"Bantu apaan?" tanya Sthepi

"Ada deh pokonya," jawabnya sambil menunjukan deretan giginya.

"Udah lah terserah, tau ga? Kemaren ada kakel ganteng masuk ke sini, dia minta tas lo katanya penting. Tapi kakel itu keliatannya jutek Lyn, padahal dia ganteng banget yaampun," tutur Hana dengan mukanya yang cemberut saat menyebut kata 'jutek'.

"Iya Lyn, parah sih ganteng banget. Kayanya lo banyak kenalan cogan sini ya? Waktu ngambil buku pelajaran Bu Niken lo baliknya bareng cogan, kemaren tas lo di bawain cogan. Liat sekarang, tasnya udah di lo aja," ujar Sthepi menyadari sesuatu.

Shaillyn [ON GOING]Where stories live. Discover now