✿ 00.30 ✿

63 3 0
                                    

Kau adalah dunia kedua dan napas baru untukku

•••••

Angin malam mengibas-ngibas gorden kamar kos Rakha. Tiba-tiba ia teringat tingkah Insani hari ini sangat aneh. Ia mencoba meneleponnya. Namun, Insani tidak mengangkatnya. Hatinya pun dapat mengerti mungkin karena penuturan tentang perasaannya tadi pagi membuat Insani bimbang. Apa Insani tidak menyukai itu? Atau Insani membencinya dan membenci perasaannya sehingga tidak ingin bertemu dengan Rakha? Apa Insani akan membencinya setelah ini?

Entah apa yang terjadi kepada Rakha, ia justru berpikir untuk menuliskan surat untuk Insani. Ia merobek selembar kertas dari buku catatannya dan mengambil pulpen dari atas meja, memantiknya, lalu mulai menulis.

Malam semakin larut dan Rakha harus berdiam sejenak, lalu mulai melanjutkan suratnya. Begitu beberapa kali. Ia sebenarnya juga bingung harus menuliskan apa di dalam suratnya itu. Hm, sudah seperti zaman Zainuddin dan Hayati saja membalas-balas surat. Harapannya semoga saja Insani bisa menerima dan memberikan cinta untuknya. Tak tersadar lagi dan tak tertahankan lagi kantuk yang kian berayun di pelupuk mata. Rakha tertidur di meja kerjanya dengan pulpen masih menempel di telapak tangan.

Pagi telah datang. Rakha bersiap-siap berangkat ke kantor dan tak lupa ia melipat surat itu menjadi lipatan kecil. Sesampainya di kantor ia langsung masuk ke ruangan Insani dan meletakkan surat itu tepat di atas laptopnya. Tiba-tiba saat melihat surat perpanjangan kontraknya ada di sana, ia langsung berujar, "Aku akan di sini sepuluh bulan lagi dan jika Insani tidak mencintaiku selama itu aku akan pulang ke Bandung untuk selamanya. Aku tidak akan memaksa Insani untuk menyukaiku, tapi andai dia tahu besarnya harapan untuk bisa bersamanya."

Rakha bergegas pulang sebelum ada seseorang yang datang. Rakha tidak menuliskan namanya di surat itu. Kalaulah Insani mengerti, ia akan langsung tahu siapa pengirimnya. Rakha turun hendak sarapan. Seperti kemarin, matanya dan mata Insani beradu lagi dari kejauhan.

Insani langsung naik dan menuju ruangannya, tidak ingin nantinya Rakha justru mendatanginya dan ... Ah, janganlah. Entah mengapa sejak kemarin jantung Insani akan berdegup kencang saat melihat Rakha. Insani tidak bisa lama-lama dilihat Rakha. Ada rasa malu di dadanya yang datang tak mengetuk dulu.

Insani beringsut di kursinya dan mengeluarkan napas panjang. Lega rasanya tak sapa-menyapa dengan Rakha. Maniknya langsung menangkap surat yang diletakkan Rakha tadi.

"Apa ini? Surat? Dari siapa?"

Hatinya kembali berdeburan ganas. Jemarinya bergetar meraih kertas putih berlipat itu. Ia membukanya berlahan. Mulailah ia baca isi.

Laila Filzah Insani, wanita tegar walaupun selalu senang berlarut-larut dengan tangis.

"Memuji nggak lupa ngina!"

Kamu apa kabarnya? Tingkahmu aneh semenjak kemarin pagi. Aku langsung mengerti, mungkin kamu tidak memiliki perasaan yang sama denganku. Jujur saja, aku juga tidak tahu pasti sejak kapan perasaan ini tumbuh dan entah keberanian seperti apa yang membuatku mampu mengutarakan perasaan kemarin pagi.

Kuantar surat ini bersama dengan harapan mungkin kamu akan membuka hati untukku. Tenang, aku tidak akan memaksa dan jika begini jadinya kami justru menjauhi aku setelah mengetahui perasaanku harusnya tidak pernah kukatakan perasaanku. Insani, aku hanya mau bagaimanapun perasaanku tolong jangan menjauh dariku. Kamu tidak menyukaiku, setidaknya jangan menjauh dariku. Aku tidak akan pernah memaksamu, tapi andai cobalah membukanya jika nanti kamu tidak juga menyukaiku maka biarlah rasa ini terpendam tak menemukan tempat berlayar.

Insani, aku mohon jangan bersikap seperti ini. Kamu seolah-olah menjauh dariku.

"Bukan, Rakha. Aku bukan ingin menjauh darimu. Aku hanya, entahlah mungkin malu dan ...."

Kembalilah menjadi Insani yang kemarin-kemarin. Katakan juga kepadaku kalau kamu tidak menyukaiku supaya aku tidak berharap lebih, ya? :)

Tidak ada nama pengirimnya, tetapi Insani sudah mengerti kalau ini surat dari Rakha. Buru-buru ia meraih handphone-nya dan mengerti chat kepada Rakha.

"Rakha, aku hanya malu kepadamu, bukan yang lainnya. Kamu salah menerkaku."

Tak berapa lama balasan pun masuk.

"Oh iya? Bagus deh. By the way, jangan ngindar lagi, ya?"

"Iya, aku hanya malu."

"Tidak perlu malu. Aku akan ke sana, ada yang perlu aku bicarakan, masalah kerjaan."

"Ok."

Rakha mendatangi ruangan Insani dengan seberkas laporan dari Biro Penyalu di Rupat.

Insani berusaha biasa saja saat Rakha mulai mendekat dan duduk di hadapannya. Menyodorkan laporan kinerja Biro Penyalu di Rupat. Insani membaca berkas itu sekilas.

"Bagus."

"Iya, memang. Aku kepikiran mau periksa langsung sekalian liburan, gimana? Kamu juga butuh refreshing otak, Sani, dan ke Rupat bukan hanya berlibur, tapi juga sekalian kerja. Kalau memang mau aku akan atur jadwalnya. Kita bisa dua-tiga hari di sana."

"Aku juga ingin libur, tapi perusahaan bagaimana?"

"Ada Hera dan anakku itu."

"Anakmu?"

"Jurnalis rekrutan aku," jelasnya. Insani mengangguk-angguk takzim. "Bagaimana?"

"Akan aku pikirkan."

"Ayolah, pasti suntuk bekerja dan liburan akan mengurangi beban pikiran dan hatimu. Tadi saat aku terima kiriman berkas ini aku langsung kepikiran bagaimana kalau datang sekalian berlibur. Aku dengar pantai Ketapang di sana indah. By the way, lagi tranding sekarang."

Cukup lama Insani bergeming tanpa bicara. Ia berpikir keras dan akhirnya memutuskan, "Baiklah, aku mau. Tidak akan lama, 'kan? Tidak akan bisa pergi untuk waktu yang lama bagi seorang direktur."

"Ayolah, kemarin sampai bertahun-tahun kamu menelantarkan perusahaan," seloroh Rakha sambil terkekeh ringan.

"Kamu—" Insani mendelik Rakha yang tampaknya puas menertawakan keadaannya dulu. Bibir montok Insani meruncing karena kesal. Ia membuang wajah ke arah lain.

"Baiklah, maaf-maaf," lerainya setelah puas tertawa. "Ok, Insani, aku akan bicara soal ini kepada Hera, ya? Kamu tidak ingin keluar dari ruangan ini, 'kan?" candanya lagi.

"Maksudmu?"

"Ya, sejak kemarin kamu 'kan tidak mau keluar ruangan. Malah sampai mesan makanan online," jelasnya terkekeh lagi.

"Keluarlah sekarang, Rakha. Kerjaanmu masih banyak, bukan?" ujarnya menatap tajam ke arah dua manik Rakha.

"Ups, ok."

Tetap esoknya mereka berangkat dengan mobil pribadi Insani menuju Rupat Utara melalui pelabuhan Dumai. Sedikit Insani bercerita saat ia rela mengantarkan Azim ke tempat ini. Rakha pun mengatakan bahwa kemarin sempat mengikuti Insani sampai ke sini. Mendengar hal itu ada perasaan yang membuat Insani merasa istimewa. Insani juga membuang cincin emas putih yang dahulu sempat diberikan Azim kepadanya ke laut. Tidak ada lagi kenangan atau harapan untuk Azim. Lelaki pun pengecut. Pahamlah Insani kalau Azim hanya mengejar harta dan kekayaan dalam hidup ini. Ia rela menikahi Yumna karena tergiur akan harta menterengnya.

Setiap sisi dari permukaan laut berwarna kehitaman pekat itu terus diperhatikan oleh Insani. Ia tersadar kalau Azim hanya kegilaan yang menjebaknya ke dalam jurang gelap. Bodohnya ia yang tak mau mendengarkan perkataan ayahnya. Namun, lagi-lagi karena Rakha ia bisa memaafkan dirinya sendiri saat ini. Rakha seperti dunia keduanya dan napas baru untuknya.

Menjemputmu #ODOCtheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang