Gavin mendengus kesal. Dia melanjutkan jalannya dan ketika hendak berbelok dia berpaspasan dengan Alexa.

Lelaki itu menggeser tubuhnya untuk melewati namun rupanya Alexa juga menggeser tubuhnya. Kemudian gadis itu menggeserkan tubuhnya ke samping kanan, dan Gavin juga sama. Kali ini Alexa menggeser ke samping kiri, dan sialnya lagi-lagi Gavin juga sama.

"Minggir!" Karena kesal, Alexa langsung melewati Gavin begitu saja dengan menabrak bahunya  keras.

Gavin mendengus, lalu menarik tangan Alexa dengan maksud ingin memcerca namun sial sekali ketika Alexa berbalik, kakinya tersandung membuat Gavin spontan menarik pinggangnya.

Beberapa detik mereka diam, tatapan yang saling terkunci juga jantung yang ikut berdebar didalam sana.

Jika diperhatikan dari jarak sedekat ini, Alexa lumayan cantik. Sadar apa yang ada dipikirannya, Gavin menegaskan 'tidak' dalam hati. Lalu melepas tangannya yang menahan pinggang Alexa sehingga gadis itu terjatuh mengenaskan dilantai.

"Aduh!" Alexa meringis kala merasakan ngilu dibagian pantatnya yang bertabrak langsung dengan lantai.

"Lo apa-apaan sih?! Sakit tau!" Sungut Alexa sambil bangkit dari jatuhnya.

"Gapeduli gue."

"Lo!" Alexa menunjuk Gavin dengan telunjuknya. "Ngeselin banget sih, iih!"

***

Queen mengompres dahi Bryan dengan air dingin. Sudah tiga hari namun panas lelaki itu belum juga turun. Hal ini dikarenakan Bryan yang sulit sekali disuruh minum obat padahal hanya sebuah pil.

Setelah menyuapi bubur, wanita itu mengeluarkan semua obat resep dari dokter Brisya. Dia harus bisa memaksa suaminya untuk meminum obatnya.

Queen menyodorkan satu pil didepan mulut Bryan, menyuruh lelaki itu untuk meminumnya. "Think of it like you eat candy"

"How can?" Bryan menatap Queen tak habis pikir, "this pill is so bitter"

"That's why, I told you to think of it like candy"

"I can't and I don't want to drink it"

"Keras kepala!" Queen berdecak. "Kamu bukan bocah lagi, Bryan!"

Bryan menghela nafas. Padahal dirinya bukan tipe orang yang sulit minum obat. Namun, pil tablet itu sangat pahit, tidak seperti yang biasanya. Itulah mengapa dirinya tak ingin meminum obat itu sekarang.

"Buka mulut!" Perintah Queen membuat Bryan mau tak mau harus menurut. Memangnya dia bisa apa selain patuh pada istrinya?

"Nah, pinter" Queen tersenyum sambil mengelus rambut Bryan ketika lelaki itu telah meminum obatnya.

Sedangkan Bryan berusaha untuk tersenyum kepada Queen disaat rasanya ia ingin memuntahkan obat yang ia minum. Rasanya benar-benar pahit, bahkan masih pahit ketika Bryan menghabiskan segelas air.

"Kamu tidur yah? Istirahat dulu. Aku mau nyiapin makan buat anak-anak, bentar lagi mereka pulang" Queen mengelus rambut Bryan dengan jarinya.

Kemudian menarik selimut Bryan sampai ke leher lalu menunduk untuk memberikan kecupan sekilas pada bibir Bryan.

Bryan tersenyum tipis, seketika rasa pahit obatnya hilang tatkala satu kecupan mendarat yang dilakukan oleh istrinya.

Hanya bercanda, tentu rasa pahitnya masih terasa. Bagaimana mungkin rasa pahit bisa hilang hanya dengan kecupan?

Setelah keluar dari kamar, Queen hendak turun dan berpaspasan dengan anak-anaknya yang baru pulang.

Bara menyalaminya, beralih mengecup kening Mommynya sekilas. Setelah itu Beltran, lelaki lima belas tahun itu mengecup kedua pipi Queen. Menggoda Mommynya sebentar, lalu langsung ngacir menuju kamarnya sementara Queen menggeleng kepala seraya berdecak.

Dia turun menuju meja makan untuk mempersiapkan makan siang. Bara ikut turun dan menawarkan bantuan pada Mommynya. Tak lama kemudian, Beltran juga turun dengan pakaian santainya. Bedanya, lelaki itu langsung duduk santai dikursi meja makan tanpa menawarkan bantuan serupa seperti Bara.

Setelah selesai, Bara duduk disebelah Beltran yang berhadapan langsung dengan Queen

Bara hendak mengambil nasi untuknya namun tangannya ditampar lembut oleh Queen membuat lelaki itu menoleh.

"Biar Mommy aja yang ambilin" Wanita itu mengambil piring Bryan dan menimba nasi serta dengan lauk pauk. Kemudian beralih mengambil piring Beltran dan melakukan hal yang sama seperti pada Bara.

"Mom, btw Dad masih lemes?" Tanya Beltran sambil menerima piring yang diberikan Mommynya.

"Hm" Mommynya menyahut. "Daddy kalian kayak anak kecil. Disuruh minum obat aja susahnya mintak ampun"

Beltran tertawa kencang. " Sabar, Mom. Ngurusin big baby mah emang gitu. Semangat, Mommy!"

***
TBC

Guys, sorry banget kalo cerita ini nggak sesuai kayak apa yang kalian harapkan tapi gue udah berusaha bikin semaksimal mungkin supaya menarik. Tapi kan ya, selera orang itu beda-beda. Kadang yang menarik bagi gue belum tentu menarik bagi kalian dan yang menarik bagi kalian belum tentu menarik bagi gue. So, kalo nggak suka lebih baik nggak usah dibaca daripada ninggalin hate comment.

Gue nerima saran tapi nggak buat hate komen. Tapi kalo hate comment yang ditujukan ke tokoh dalam cerita nggak papa  soalnya kalo kalian kesel/marah berarti kalian dapet feelnya. Beda banget kalo ninggalin hate comment sama author atau hate comment karena ceritanya nggak sesuai ekspetasi kalian. (plis gue gabisa baca pikiran, jadi ngga pernah tau seperti apa alur yang diinginkan para readers)

sekian,

maaf, kalo ada kesalahan kata-kata (kok kayak pidato jadinya😭) and thank u.

Jangan lupa untuk baca cerita ReonAdara dan follow ig (at) byfiraa_

(btw bahasa gue random amat kadang aku, kadang gue, kadang saya 😭🙏)

Harmony ; family relationshipWhere stories live. Discover now