Wrong

2 0 0
                                    

Daun berwarna coklat tua berguguran menandakan kala itu musim gugur telah tiba. Sepoi angin yang mulai terasa dingin meraba kulit membuat bergidik. Langit mulai berwarna jingga mentari mulai kembali ke balik bukit di ujung barat dan gelap akan menelannya. Tidak pernah terpikir dalam gadis berambut hitam pekat dengan panjang senada dengan bahunya, berjalan sore menikmati daun berguguran berubah menjadi hal yang mencekam. Nafasnya berat di setiap hembusan, berlari menuruni bukit dengan cepat sebelum gelap benar-benar menghampiri. Tak berani menoleh ke belakang matanya fokus melihat ke depan memastikan jalanan agar tidak tersandung dan mencapai jalanan dengan cepat. Seharusnya ia kembali sebelum senja saat kakaknya mengirim pesan menyuruhnya pulang cepat dan tidak menyaksikan hal mengerikan yang ia lihat di atas bukit. Apakah yang ia lihat?

Saat sedang berada di dunianya sendiri menikmati setiap sentuhan angin sambil memejamkan mata, seketika matanya terbuka mendengar suara yg tak jauh darinya. Sebuah suara isakan kecil dan lemah seolah memanggil meminta pertolongan. Rasa penasaran dalam dirinya meningkat namun hatinya gundah memberikan sebuah rasa penasaran yang seharusnya ia tak perlu penuhi rasa penasaran itu. Namun rasa ingin tahu itu lebih besar mendominasi. Ia berjalan perlahan mendekati suara itu dan sebisa mungkin tidak membuat suara yang berarti. Semakin mendekat semakin terdengar suara rintihan menahan sakit, jantungnya berdegup. Rasa gugup menerpa namun kaki tetap melangkah pelan. Suara itu semakin jelas berada di bawahnya, bukit ini tidak datar membuatnya tidak melihat dengan jelas sesuatu di balik dataran di bawahnya. Warna jingga di langit semakin memudar membuatnya gugup, namun semua itu tertelan dengan rasa ingin tahunya yang menggebu. Melihat sekeliling tak terlihat apapun di bawah langit yang meredup. Namun matanya menajam saat melihat sesuatu bergerak berjarak 50 meter darinya. Seorang wanita tergeletak lemah di tanah, tangan dan kakinya terikat. Tubuhnya  menggeliat lemah meminta kebebasan. Dari tempatnya berdiri terlihat jelas karena ia berada di dataran yang lebih tinggi. Saat akan bergerak mendekat ia tersentak berhenti. Kejadian yang di lihatnya setelah itu begitu cepat, membuat otaknya lambat mencerna apa yang terjadi. Entah darimana seseorang dengan baju berwarna serba hitam yang menyelimuti tubuhnya datang lalu menghunuskan pisau beberapa kali ke tubuh wanita yang tergeletak lemah tak berdaya itu. Ia melihat adegan mengerikan itu dengan cukup jelas karena senja belum tertelan gelap. Sekujur tubuhnya kaku tak bisa bergerak. Keringat dingin mulai terlihat di pelipisnya. Gugup. Kakinya melangkah perlahan ke belakang sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara. Namun mulut menghianatinya.
“hik.” Sebuah cegukan terdengar.
Spontan ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya lalu bersembunyi di balik pohon agar tidak terlihat. Tubuhnya gemetar tak tau apa yang harus di lakukan. berusaha berpikir cepat akalnya kembali normal. Dengan cepat ia berlari tanpa menoleh ke belakang. Berlari sekuat tenaga yang ia bisa menuju ke bawah bukit dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang.

Kakinya mulai terasa lelah, untungnya ia hapal betul jalanan bukit ini karena merupakan tempat favoritnya. Dalam hati ia terus mengucap doa-doa. Masih tetap berlari sedikit melambat ia memutar tas ranselnya ke depan untuk mengambil ponsenya. Ia harus cepat menghubungi polisi atau siapapun. Pikirannya sudah kalut. Saat berhasil mengambil ponselnya ia mengumpat kesal.
“sial! Kenapa tidak menyala!” menggenggam erat ponselnya. Ia ingat saat membaca pesan dari kakaknya ponselnya menyisakan baterai 1% dan mati.
Sambil tetap fokus berlari ia mencoba tenang dan sebuah harapan tiba di depannya. Cahaya dari jalanan  sudah terlihat dari tempatnya. Halte bus tempat ia datang pun sudah terlihat dan ada beberapa orang di sana. Semangatnya menggebu ia berlari semakin cepat dan membuatnya tanpa sadar tersandung kakinya sendiri karena kini gelap sudah menelan. Hp terlempar jauh ke depan. Ia mencoba bangkit saat sepasang tangan merengkuhnya dari belakang. Merengkuh pinggang dan menutup mulutnya.

“Cobalah berteriak, aku akan menusuk mu seperti wanita tadi.” Suara seorang pria yang tentu asing baginya membuat tubuhnya kaku tak berani bergerak barang seinci pun. Orang yang menusuk wanita tadi adalah pria yang kini sedang berada di belakangnya. Di tangan yang merengkuh pinggangnya terdapat pisau yang siap mencabiknya dengan dingin. Tubuhnya gemetar hebat. Bagaimana bisa pria ini menyusulnya dengan cepat.

“Kau harus bertanggung jawab dengan apa yang kau lihat. Kau tidak bisa kabur setelah menyaksikan yang seharusnya tidak kau lihat.” Pria itu berbisik pelan, ia bisa merasakan hembusan  nafas pria itu yang cepat.

“M-maafkan aku! Tolong lepaskan aku!” ujarnya dengan nada memohon. Pria itu tertawa kecil membuat gadis itu bergidik ketakutan.
Seolah tak peduli dengan ucapan gadis itu, merogoh sesuatu dari kantong jaketnya pria itu mengeluar kain hitam lalu menekan ke bagian hidung gadis itu. Ia meronta sekuat tanaga dan berusaha menahan nafas. Namun sudah terlambat, tubuhnya terasa lemas tak berdaya. Lalu matanya menutup perlahan dan tubuhnya jatuh. Dengan sigap pria itu menangkap tubuhnya.

“Tidurlah, kita punya banyak waktu untuk menyelesaikan ini.” Bisiknya pelan sambil menyeringai.

Senja Mencekam Where stories live. Discover now