✿ 00.26 ✿

34 1 4
                                    

Buah nangka buah duku
Ailopyuu :*

•••••


Pagi itu sebelum berangkat ke kantor, Insani menjenguk ayah sebentar sekalian menjemput Rakha untuk kembali bekerja. Awalnya Rakha ingin mengambil izin tiga hari berturut-turut, tetapi Insani melarangnya. Menurutnya perkataan Rakha terkesan seolah-olah ayahnya tidak akan sembuh. Dengan penjelasan yang begitu rinci mengenai pentingnya bekerja, akhirnya Rakha menurut. Ia dan Insani berangkat kerja dari rumah sakit. Mereka naik mobil Insani dan berjanji akan pulang kantor lebih awal dan segera kembali ke rumah sakit.

Kebetulan tadi malam Ulung Abduh dan istrinya datang menjenguk ayah. Sarapan ayah pagi ini adalah roti tawar dengan susu hangat yang dibawa oleh mereka. Cukup lama mengobrol dan Ulung Abduh mengatakan segera pulih, lalu pulang. Sebenarnya keadaan ayah semakin kritis semenjak Azim datang dan berkelahi dengan Rakha. Ayah tampaknya semakin membenci Azim. Insani pun mulai belajar menjauh dari Azim, walaupun saat Azim menelpon kemarin ia masih takkuasa menolak panggilannya. Hampir satu jam-an juga mereka berbincang via handphone.

Setelah pekerjaan dirasa bisa ditinggalkan, Insani mengajak Rakha ke rumah sakit lagi. Mereka langsung melesat.

Di sisi lain ternyata Azim datang menemui Hanafi diam-diam, tanpa sepengetahuan Insani. Rasa malunya karena penolak Hanafi kemarin membuatnya dendam kepada pria tua itu. Tepat pukul empat sore setelah mengantarkan Yumna belanja, ia memutuskan untuk ke rumah sakit. Yumna curiga kepada Azim dengan gerak-geriknya yang belakangan berubah. Curiga. Ditambah lagi kemarin Azim pulang dengan wajah lebam-lebam lagi. Beberapa hari yang lalu alasannya dirampok dan kemarin dia mengaku dirampok lagi. Padahal kelihatan tidak ada barangnya yang hilang. Handphone tetap sama.

"Ya sudah aku pergi dulu, ya, sayang? Ada client tiba-tiba minta ketemu." Ia mengecup pangkal hidung Yumna.

"Iye, hati-hati tau?" balasnya mendelik curiga. Yumna dengan cepat masuk dan meletakkan barang belanjaan di atas meja tamu. Memanggil pembantu rumah tangga untuk membereskan semua. Terdengar mobil sudah melaju.

"Bi, tolong dibereskan ini semue, saye mau pergi sebentar. Kalau lama pulang tolong Kesha kamu mandikan," perintahnya dan berlalu tanpa menunggu jawaban dari perempuan yang berdiri tunduk itu. Yumna mengikuti Azim.

"Mau kemana kamu, Azim? Jangan sampai kerjaanmu aneh-aneh di luar sana," imbuhnya sambil menarik gas mobil. Mengikuti Azim yang mengarah ke rumah sakit.

Sekitar lima belas menitan mobil Azim terparkir di parkiran rumah sakit diikuti mobil Yumna di pojokan agar tidak kelihatan oleh Azim. Dengan langkah panjang-panjang Azim mendekati gedung rumah sakit setelah mengibas jasnya sekilas. Gaya direktur sombong. Sementara Yumna mengikutinya dengan amat hati-hati.

"Rumah sakit? Client di rumah sakit? Awas aja kalau benar dugaan aku selama ini, ya, Azim? Kau sudah dikasih kemewahan, kupungut kau dari orang perantauan jadi orang besar, terpandang, awas kau mengkhianati aku. Aku tidak pernah setuju kalau kau bawa aku ke Indonesia." Yumna menggerutu lirih sambil terus mengikuti Azim.

Yumna kelihatan Azim saat ia naik lift. Yumna naik lift berikutnya setelah Azim. Berulang kali berhenti di berbagai lantai, tetapi Yumna tidak menemukan Azim.

Azim menghentikan kakinya di depan ruangan yang kemarin tempat ia dipermalukan oleh bapak tua yang bahkan terbaring lemah. Sambil berdengus dan tersenyum sinis, ia pun masuk. Sementara dari balik lift yang baru saja terbuka, keluar Yumna yang melihat Azim masuk ke ruangan itu. Dengan cepat Yumna mengekori Azim lagi. Yumna menahan amarah dan berlahan mendekati Azim, ingin menghentikan masuk. Namun, sayangnya Azim sudah masuk.

Clep ....

Ayah Insani terkejut. Ia batuk-batuk melihat siapa yang datang. Dengan paksa ia berujar, "Kamu lagi? Untuk apa lagi kamu datang?"

"Pak Hanafi yang terhormat," sapanya dengan intonasi meremehkan, "sebenarnya saya marah kepada Anda karena Anda sudah mempermalukan saya di depan pria ingusan itu dan ... Insani, calon istri kedua saya."

Mendengar kata-kata itu Yumna ingin masuk, tetapi tertahan karena Azim kembali bicara. Dari balik pintu, Yumna terus mendikte kata-kata Azim. Meskipun, amarahnya mulai memuncak.

"Saya harap Anda mengerti. Jangan jadi penghalang hubungan saya dengan Insani, paham? Saya menghormati Anda sebagai calon mertua saya dan Insani tidak akan mau dengan saya tanpa izin dari Anda. Sama seperti pria yang memberikan saya pukulan yang ... Ya, lumayan kekuatan tangannya itu. Katakan juga kepadanya jangan menghalangi aku dan Insani, jangan ikut campur urusan pribadi kami lagi. Kalau menolak—"

"Jangan maksa saya!" sergah Hanafi dengan sisa kekuatannya. Jantungnya mulai kontraksi lagi.

"Pilihannya hanya dua," Ia semakin mendekat, "Anda mundur dan membiarkan hubungan saya dan Insani terjalin atau Anda mati sore ini juga."

"Kamu coba mengancam saya, begitu?"

"Lebih tepatnya membicara kontrak perjanjian. Tentunya anda sering mempertimbangkan berbagai perjanjian, 'kan? Bagaimana dengan penawaran saya ini?"

"Dasar—"

Keterlaluan budak yang tak tahu untung nih!

Yumna masuk.

"Dasar lupa daratan!" pekik Yumna. Napasnya berderu ganas. Emosinya meluap. Janji Azim adalah menjaganya. Janji yang ia lekatkan ke Yumna maka dari itu ia mau menikah dengan Azim. Itu juga atas saran ayahnya.

"Yumna? Kau—"

"Kau cakap nak jumpa dengan client? Client apa? Menandatangani kontrak? Kontrak apa? Perjanjian hubunganmu dengan wanita itu? Wanita yang kau sebutkan tadi, begitu, ya? Dasar pria yang tahu tahu untung kau ini."

Suara bising-bising itu membuat Insani dan Rakha yang sedikit lagi sampai ke ruang rawat Hanafi berdecak cemas. Mereka mempercepat langkah. Khawatir apa sebab ada suara perempuan memekik dari dalam kamar rawat ayahnya.

"Siapa itu?"

"Entahlah, ayok ke sana, Sani."

Rakha menarik sebuah plastik putih isi kue dan nasi kotak dari tangan Insani. Membuka pintu kamar supaya Insani bisa masuk. Alangkah kagetnya mereka melihat ada Azim dan seorang wanita sedang marah-marah. Wanita itu, Azim, dan ayah menoleh ke arah Rakha dan Insani. Seketika wajah Azim tekuk. Angkuhnya memudar sejak kedatangan Yumna.

"Kamu?" eja Insani saat melihat Yumna. Dia ingin kalau Yumna adalah ibu dari balita yang ia selamatkan di bandara waktu itu. Itu artinya ....

"Oh," imbuhnya mendekati Insani, "jadi wanita nih yang buat Azim mengkhianati aku? Iyakah? Kau kah orangnya? Sini, sini," seretnya mendekati Azim.

"Aku, aku, aku hanya—"

"Dia Insani itu, Azim?" Azim membisu, "Kau takdengar kata-kataku kah? Azim!" teriak Yumna. Suaranya bergema hingga ke langit-langit ruangan. Ayah Insani semakin sesak. Rakha langsung meletakkan plastik di atas meja terdekat, lalu menghampiri Hanafi.

"Dasar kamu, ya, wanita murahan!"

Plak ....

Yumna menampar pipi mulus Insani. Seketika ada rona merah di pipi Insani. Nyaris Insani tersungkur. Untungnya tangan Azim menangkap tubuhnya. Hal itu justru membuat Yumna semakin marah. Ia kembali menarik rambut Insani. Insani meringis kesakitan. Rakha sontak menarik dan melindungi Insani dengan tubuhnya sendiri. Insani menangis di balik tubuh Rakha.

"Lihat suamimu sendiri, Nyonya. Dia yang mendatangi Insani terlebih dahulu."

"Hei, pria mana yang tidak luntur imannya kalau ada wanita nakal menggodanya?" tanya Yumna dengan nada tinggi, "Kau tertarik kah dengan wanita murahan ini? Baiknya kau cari wanita lain. Kau handsome, takcocok dengannya. Murahan!"

"Jaga omonganmu, Nyonya—"

"Yumna, ayo pulang," ajak Azim. Azim menarik Yumna. Sementara Hanafi semakin sulit bernapas. Ia sempat kejang-kejang, lalu pingsan.

Menjemputmu #ODOCtheWWGWhere stories live. Discover now