[Bayu] Distraksi - 01

Start from the beginning
                                    

Alunan musik dari ponsel yang diletakkan di atas tempat tidur mengalun pelan menyelimuti ruangan kamar. Kontras sekali dengan suara hujan yang deras di luar kontrakan. Karena ini akhir bulan, jadi minuman gelas berisi kopi yang biasanya diantar mamang ojol kini berganti dengan gelas berisi teh tawar yang warna airnya bahkan gak terlalu cokelat seperti teh kebanyakan. Udara lagi dingin-dinginnya, persediaan minuman seduh di dapur habis dan ini lagi dikejar deadline tugas. Penghuni yang biasanya bergaya ala-ala orang berduit nyatanya kini menjelma layaknya mahasiswa buntung karena cuan habis dipakai bayar sewa.

Mario bersenandung di depan laptop miliknya yang menyala di meja. Kakinya dia naikkan ke atas kursi karena lantai kontrakan terasa dingin dan kaos kakinya habis di lemari. Belum kering katanya dan masih terpajang di tali jemuran lantai atas. Sedangkan Bayu berada di atas tempat tidur bersama dengan laptop yang menyala pula. Posisinya tengkurap sambil makan cemilan kerupuk udang yang tadi pagi dibawain ibunya Haikal. Karena kamar mereka dekat dengan ruang utama di mana tempat televisi berada, jadi telinga mereka juga sayup-sayup bisa mendengar bagaimana kondisi di sana yang ramai dengan obrolan gak jelas seputar ujian akhir dan cara daftar ke universitas.

"Bocils rame amat di luar yak. Kemarin aja nangis-nangisan sampe ingus keluar masuk hidung dan muka kek abis ditonjok preman," kata Bayu tiba-tiba. "Sekarang akur banget macam bocah yang lagi terima takjilan musholla."

"Eh, iya juga. Bastian gimana tuh, ya? Bapaknya gimana?"

"Kok malah bapaknya yang ditanyain?" Bayu seketika terheran-heran. Mulutnya berhenti mengunyah selepas Mario membalas ucapannya. "Yang bajingan dia, kenapa penting buat dikepoin?"

"Kayak lo gak bajingan aja bilang begitu."

Bayu berdeham singkat. "Gue belum punya anak. Jadi bajingan pun gak ada yang rugi, tuh."

"Setan. Yang lo rugiin tuh cewek yang lo pacarin, anjir. Naik pitam mulu gue kalau ngobrol sama lo."

"Orang dia yang mau sama gue. Jadi harus berani terima risiko kalau gue gak sesuai ekspektasi." Maka Bayu kini memposisikan dirinya senyaman mungkin dengan berbaring. Melupakan eksistensi tugasnya sejenak dan beralih menatap langit-langit kamar.

Mario gak ambil pusing. Capek sendiri kalau meladeni Bayu yang pikirannya memang sama-sama buntung seperti tujuan hidupnya. "Ngomong-ngomong, gue tadi dimintai tolong sama temen les pas SMP dulu buat bikin vektor. Katanya buat suvenir nikahah. Acc gak, ya?"

Mata Bayu membulat. "Jangan mau," sahutnya keras dengan pandangan yang kini beralih pada Mario. "Entar dia minta harga temen. Lo susah bikin, tapi bayarnya ngirit sama minta diskon."

"Mending minta harga temen daripada lo ngutang terus gak pernah ganti."

"Ehehe, yang itu pengecualian." Kekehannya terdengar samar. Lantas Bayu bangkit, niatnya pingin pergi ke kamar mandi sambil menyapa Bocils yang ramai di ruang utama. "Lo kerjaannya ngumpulin duit mulu, tapi kaya sampe tujuh turunan juga kagak."

"Daripada kumpulin jajaran mantan. Kek gak ada motivasi hidup tahu gak."

Mario tuh aslinya tipe orang yang dijaga banget kalau ngomong sama siapa aja. Sama gue aja mulutnya mendadak jadi lemes minta ditampol sikat WC.

"Yeyeye... Anjing menggonggong kafilah berlalu."

Mario melirik tajam tepat ketika pintu kamar dibuka oleh Bayu. "Emang tahu artinya?"

"Tahu. Kan anjing yang menggonggong itu lo. Alias... lo anjing."

Lalu Bayu akhirnya ngacir keluar kamar karena Mario benar-benar melempar sandal kamarnya yang ada di bawah meja. Mendadak dia jadi pusat perhatian oleh Bocils dan Danu yang lagi makan mi instan di dapur bareng kembarannya yang selalu lengket, mirip permen karet bekas di kolong meja sekolah. Gak tahu juga si Bayu apa semua kembaran memang seperti itu. Bahkan ketika mengangkat garpu yang berisikan gulungan mi, gerakan mereka sinkron selayaknya bayangan pada cermin.

ANDROMEDAWhere stories live. Discover now