17. Jealous? Again

Beginne am Anfang
                                    

Mulai lagi, batin Jeffrey dan Vernon.

"Oh iya, apa sehabis ini kamu ada kegiatan?"

Rose mengangguk, sebenarnya hari ini ia akan pergi mencari flat baru bersama Maxi. Ia tak mungkin menunda kepindahannya semakin lama, itu membuatnya merasa tak enak hati pada Jeffrey.

"Ahh sayang sekali, padahal aku mau mengajak kamu makan malam atau mungkin bersenang-senang dengan secangkir red wine di bar."

"Maaf, hari ini aku udah janji untuk pergi sama orang lain."

Jeffrey mengernyit heran, mau pergi kemana? Rose bahkan tak bilang apapun padanya.

Christoper nampak memutar otak. "Bagaimana kalau besok kita lunch bersama? Itu bukan hal yang buruk kan?" tanyanya lagi.

Jeffrey menghela nafas, si playboy ini mulai beraksi. Ia cukup jengah dan ingin segera mendepak wajah sok tampan Christoper dari hadapan Rose.

"Bisa aja," jawab Rose yang membuat Jeffrey mendengus sebal. Kenapa harus menerima ajakan si jablay Italia itu?

Christoper langsung tersenyum lebar, begitu Rose menyetujui ajakannya untuk makan siang bersama besok. Saat itu pula Christoper langsung melenggang pergi dengan gaya sok coolnya sambil memberikan wink pada Rose.

"And than, kegiatan apa yang lo maksud tadi?" tanya Jeffrey.

"Sebenernya... aku mau cari flat baru, gak enak kalau aku tinggal lama-lama di flat kamu. Oh iya biaya sewa flat kamu selama satu bulan nanti akan aku kirim lewat atm, boleh minta nomor rekening kamu?"

Kartu kredit Rose sudah bisa digunakan, uangnya sudah kembali. Itu sebabnya ia ingin cepat-cepat pindah dari flat Jeffrey walaupun belum ada pemasukan alias gaji.

"Eung... oke," jawab Jeffrey.

"Dan sama siapa lo cari flat, gue sama Vernon bisa bantu lo buat cari."

Vernon nampak hendak melayangkan protes pada Jeffrey. Habis ini ia ada kencan buta dengan gadis tindernya.

"Gak usah, Jeff."

"Lho, terus lo mau cari sendiri? Elo belum tau seluas apa Verona. Walaupun gak seluas DKI Jakarta, tapi nanti kalau lo nyasar terus nangis gimana? Gue gak punya balon, dan gak sudi beliin balon buat bayi marshmallow jadi-jadian kayak elo." Jeffrey memang pedas, apakah tak ada kata-kata normal lainnya jika ia ingin bersikeras mengantar Rose mencari flat?

"Aku sama Maxi, dia punya kendaraan jadi lebih mudah buat keliling Verona cari flat. Gak perlu keluar biaya lebih buat naik bus, Jeff." jelas Rose. Sungguh Jeffrey agak tersinggung saat Rose berkata tentang kendaraan. Ia tahu ia tak punya, dan Maxi punya mobil Ferrari Portofino merah super mahal itu. Rose sepertinya harus mengetahui seperti apa kakayaan Jeffrey di Surabaya. Keluarga Daniswara, terutama Akong nya cukup terkenal dengan bisnis ekspedisinya yang sukses. Semua orang Surabaya tahu siapa Crazy Rich Surabaya yang sebenarnya, tentu bukan dirinya... Tapi si Akong, namun tetap saja, Jeffrey kan cucu kesayangan yang digadang-gadang akan mewarisi kerajaan bisnis Akong.

[17] Akong: panggilan kakek di keluarga Chinese

"Cuma naik bus paling berapa euro, gue juga sanggup bayarin. Lagian malu sama kemeja Saint Laurent, gesper Dior, celana Channel, dan sepatu mmm--gue gak tau itu merk apa? Tapi gue cukup tau itu bukan Sophie Martin. Masa masih nebeng aja."

Rose menundukan kepalanya ke bawah guna melihat sepatu--ah high heels. Apa yang salah dengan high heels Gucci nya? Dan lagi, penampilan Rose memang seperti ini dari dulu.

"Ada yang salah sama penampilanku?"

Vernon menggeleng cepat. "Gak ada kok, kamu cantik," Vernon memberikan jempolnya pada Rose.

"Thanks."

Rose tidak salah, Jeffrey lah yang berlebihan. Di Italia ini adalah hal biasa, orang Italia sama halnya dengan orang Prancis. Mereka sangat tertarik dengan yang namanya mode. Penampilan menarik dengan barang-barang branded melekat di tubuh adalah suatu keharusan--mmm bukan keharusan juga, tapi intinya. Orang Italia sangat memperhatikan yang namanya penampilan.

Rose memasukan ponselnya ke dalam tas. Baru saja Maxi menghubunginya, bahwa pria itu ternyata sedang menunggu di parkiran kantornya.

"Jeff, Vernon... Aku duluan ya, ternyata Maxi udah ada di depan. Buona sera!" Rose melambaikan tangannya pada Jeffrey dan Vernon seraya semakin pergi menjauh dari hadapan kedua pria tersebut.

"Jeff, mau kemana?" tanya Vernon pada Jeffrey yang langsung melenggang pergi.

"Pulang lah, ini udah jam pulang kantor. Lo mau nginep disini sama hantu Maria?" tanya Jeffrey, mood nya jadi buruk lagi kali ini.

Vernon mergedik ngeri, hantu Maria si urban legend di kantornya. Yang katanya bunuh diri sepuluh tahun lalu di toilet lantai empat karena frustasi diputuskan oleh pacar.

"Aaaa tunggu, gue juga pengen pulang kali!" teriak Vernon

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

"Aaaa tunggu, gue juga pengen pulang kali!" teriak Vernon.

♥♥♥

(Sumber pict: pinterest)

Jeff, jangan jutek-jutek ah sama bayi. Kasian nanti ngambek kalau dijutekin terus.

Voment Juseyo :)

Juliet's House Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt