Bab 19

153 15 1
                                    

Semenjak malam itu, hubungan keduanya semakin merenggang. Bahkan seperti membentang jurang dengan bebatuan tajam yang menanti bawah sana. Mereka benar-benar asing dari sebelumnya.

Sementara hubungan Jiyeon dan Eunwoo yang kian hari kian bertambah hangat. Jiyeon memilih menghabiskan waktu di apartemen Eunwoo selepas kuliah. Menemani pria itu mengerjakan tugasnya dan menonton film bersama. Eunwoo juga kerap kali memasak untuk Jiyeon dan mengantar gadis itu pulang ketika malam tiba.

Mobil Jiyeon sudah selesai diperbaiki, namun Eunwoo sendiri yang ingin menjemput dan mengantar gadis itu dengan mobilnya. Jika jadwal kuliah mereka berbeda, Eunwoo meminta Mingyu atau Jaehyun yang mengantar jemput Jiyeon. Tentu temannya tidak keberatan, lagi pula Mingyu dan Jaehyun berada di fakultas yang sama, lebih memudahkan mereka untuk saling membantu.

Namun di sisi lain, Eunwoo sadar jika ia masih belum bisa membuat Jiyeon jatuh cinta padanya. Entah apa yang menahan gadis itu hingga Eunwoo merasa ia memiliki raga Jiyeon, namun tidak untuk hatinya.

Jelas Jiyeon berusaha keras untuk membalas semuanya, tapi pancaran mata tidak bisa berdusta. Hati gadis itu ada di tempat yang tidak ia inginkan sama sekali. Ada goresan luka saat mata indahnya tertangkap memandang kosong ketika mereka menghabiskan waktu berdua.

Jiyeon ingin mencintai Eunwoo sepenuh hatinya, pria itu adalah segalanya yang Jiyeon inginkan. Namun hati kecilnya dengan tegas menolak untuk berpura-pura. Gadis itu selalu menampik akan perasaannya pada Jungkook, dan semakin Jiyeon menghindar, semakin kuat pula jeritan hatinya yang membenarkan kalau ia sudah terlanjur jatuh pada sepupunya itu. Pria dingin dan otoriter yang membuatnya sulit untuk melupakan. Meski usaha untuk menghindari tetap berjalan lancar.

"Melamun lagi?"

Jiyeon merasakan usapan ringan di pucuk kepalanya dengan suara lembut yang kini sudah menjadi makanan sehari-hari untuk telinganya.

Jiyeon mendongak, mendapati tatapan teduh Eunwoo dan satu mug cokelat hangat yang disodorkan pria itu. Gadis itu tersenyum dan berterima kasih pada kekasihnya. Kemudian, Eunwoo ikut mendudukkan dirinya di atas sofa, bersebelahan dengan Jiyeon.

Gadis itu meniup pelan sebelum menyesap cokelat panas buatan Eunwoo. Meletakan kembali mug tersebut ke atas meja, Jiyeon merebahkan kepalanya pada bahu kiri kekasihnya. Ia nyaman dengan ini, meski hatinya belum bisa membalas apa pun. Tapi perlakuannya sehangat yang Eunwoo berikan padanya.

"Apa bibimu belum kembali dari Ilsan?" Eunwoo bersuara. Suara televisi yang pelan tidak menenggelamkan suara merdu pria tu saat bertanya.

"Mungkin lusa, tadi bibi sempat menghubungiku."

"Bagaimana dengan sepupumu? Kau masih belum bicara padanya?"

Mendengar itu pun Jiyeon malas rasanya. Eunwoo selalu menanyakan Jungkook dan terus membujuk Jiyeon untuk berdamai. Padahal jelas-jelas Jungkook sudah berpikiran buruk mengenai Eunwoo.

Jiyeon membenarkan posisi duduknya, memutar sedikit menghadap Eunwoo. "Dia menjelek-jelekkanmu, aku tidak suka sifatnya yang seperti itu."

Eunwoo membalas dengan senyuman manis dan menggenggam kedua tangan Jiyeon di pangkuan.

"Terima kasih sudah membelaku. Tapi aku tidak bisa melihatmu menaruh dendam selama itu, bagaimanapun kalian adalah sepupu. Tidak baik saling memusuhi seperti ini."

Deretan kalimat Eunwoo yang selalu sukses menampar sisi kekanak-kanakan Jiyeon membuat gadis itu diam. Jiyeon tahu jika ia salah menaruh kesal pada sepupunya sendiri, bahkan berlarut-larut sampai sekarang. Tapi Jiyeon tidak sebaik dan selapang Eunwoo untuk memaafkan. Ia butuh belajar lebih banyak lagi agar bisa sedewasa itu.

Tacenda✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon