Ayah menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk tubuh dingin putranya. Sungguh ayah sangat sayang pada Kak Seonghwa, begitu juga ibu. Mereka menganggap Kak Seonghwa seperti anak kandung mereka sendiri, tanpa membedakannya denganku.

Ibu segera datang dengan mata yang penuh air yang mengalir. Ibu meninggalkanku sendirian di ruangan. Aku benar-benar menyesal saat itu. Harusnya aku bersama Kak Seonghwa yang sedang berjuang untuk bertahan hidup.

Besoknya aku langsung melakukan operasi. Saat itu aku tidak tahu siapa orang dermawan yang medonorkan matanya. Dokter melepas perlahan perban yang ada di mataku.

Aku benar-benar bahagia karena aku bisa melihat lagi. Pertama kali aku melihat wajah ibu yang tersenyum hangat padaku. Ia tersenyum sambil menangis. Lalu aku melihat ayah yang juga ikut tersenyum, wajahnya terlihat sedih. Tapi aku tidak melihat Kak Seonghwa. Di mana dia? Dia tidak ada saat aku sedang bahagia ini?

"Ibu, ayah aku bisa melihat lagi?" aku masih tak percaya.

"Iya, sayang," kata ibu sambil berjalan memelukku. "Matanya sangat indah,"

"Siapa orang dermawan yang memberikannya untukku?"

Ayah dan ibu diam.

"Kenapa ayah dan ibu diam? Kak Seonghwa mana? Apa dia sudah kembali ke Korea?"

Ayah dan ibu masih diam.

"Kenapa ayah dan ibu diam lagi? Bisakah ayah dan ibu menjawab pertanyaanku?"

"Selena, kamu harus sabar, ya. Kamu harus menerima ini dengan hati lapang," tiba-tiba ayah berbicara aneh.

"Kenapa, yah? Mana Kak Seonghwa?"

"Mata itu, dari kakakmu, Seonghwa," ujar ayah.

"Apa?" aku bertanya dengan suara yang mengecil.

"Kak Seonghwa meninggal semalam-," kalimat ayah terpotong karenaku.

"Apa?! Kak Seonghwa meninggal? Pasti ini gak mungkin. Selama ini Kak Seonghwa sehat-sehat aja. Ayah bohong, ya?" kataku dengan air mata yang sudah membasahi pipiku, "ibu aku benar kan, ayah pasti bohong."

Ibu diam sambil menunduk. Kemudian ibu memelukku.

"Ibu ayah bohong kan?! Ayah bohong kan, bu? Pasti Kak Seonghwa ke Korea. Ibu, ayah bohong!" seruku sambil menangis. Tangisanku terdengar memilukan.

"Selena, ikhlaskan saja, ya. Tuhan lebih sayang dengan Kak Seonghwa." ibu berusaha menenangkanku. Tapi lihat saja, ibu juga sedang menangis.

"Gak, bu! Aku mau Kak Seonghwa! Kakak..,"

"Selena, kamu harus merelakan Kak Seonghwa, sayang."

Aku menangis tersedu-sedu sampai suaraku habis. Aku seakan-akan tidak bisa mengeluarkan air mata.

Mata, ini mata Kak Seonghwa. Bagian dari Kak Seonghwa ada di diriku.

"Sore ini Kak Seonghwa dimakamkan," kata ayah pelan.

"Aku ikut, yah."

"Selena, kamu yakin, nak? Kondisimu masih lemah,"

"Aku ingin mengantarkan Kak Seonghwa,"

"Baiklah, sayang."

"Yah, boleh aku minta sesuatu?" ujarku pelan.

"Apa, sayang?"

"Aku ingin melihat Kak Seonghwa,"

"Ayo. Kamu harus pakai kursi roda,"

"Aku tidak mau, aku bisa berjalan sendiri,"

gadis yang merindukan cahaya rembulan Where stories live. Discover now