"Terimakasih."

"Ngomong-ngomong, Mbak Dinda, nggak salah, hem, maksud saya ... Mbak Dinda, beneran ... teman dekat Gibran? Pacar? Sejak kapan, Mbak?"

"Panggil Dinda aja, Mbak."

"Eh, jangan. Nggak sopan hehehehe."

"Nggak apa-apa, biar nggak kaku."

Ara tersenyum kikuk. "Ohya, Mbak Dinda sudah lama kenal Gibran?"

"Sudah dari lima tahun yang lalu kurang lebih, Mbak."

Ara melotot. "Sudah lama sekali?!"

"Tapi hubungan dekat kami baru dua bulanan ini."

"Wih pasti dipepet terus ya sama Gibran?"

Perempuan itu tertawa kecil sebelum menjawab. "Yang bener aja cowok cuek kayak dia mepetin saya. Boro-boro, Mbak. Lima tahun jadi brand ambassadornya ngelirik aja kagak pernah."

"Masak?"

"Ya gitu deh."

"Tapi dia playboy banget. Gonta-ganti ceweknya."

Dinda mengangguk setuju. "Badboy lebih menantang, Mbak."

Mereka tertawa bersama.

"Padahal kalau di berita kabarnya Mbak Dinda lagi dekat sama pembalap itu, siapa namanya? Kudet saya."

"Kalau sama Elang cuma sahabatan kok. Dulu kita sekampus."

Obrolan mereka lantas terhenti karena kehadiran Saka yang sudah siap dengan seragam basket serta bola di tentengannya.

"Saya minta fotonya ya Mbak?" Ara buru-buru menyerahkan ponselnya pada Saka.

"Ya ampun Mama norak banget!" Remaja itu geleng-geleng seraya mengarahkan bidikan pada objek di depannya.

"Jalan dulu ya, Mbak."

Ara menjabat tangan Dinda. "Terimakasih, Mbak atas kunjungannya. Saya titip Saka. Hati-hati di jalan."
.
.
.
"Mbak Rahmi tahu nggak siapa tadi?" Ara langsung nimbrung dengan ke lima karyawannya yang tengah mengadon brownies.

"Seperti pernah lihat, Bu," jawab sang ART.

"Artis Dinda Sudrajad!" pekik Ara, membuat semua karyawannya menghentikan aktivitas. Mereka lantas berfokus pada ponsel milik majikan.

"Ya Allah, kok Ibu nggak ngasih tahu sih? Kan kita juga pengen foto bareng."

Bertubu-tubi protes langsung memenuhi dapur. Ara tersenyum jemawa. Memasukkan kembali benda pipih itu ke saku celemek.

"Iiiih, Ibu curang!" seru salah seorang. "Tapi gimana bisa Dinda Sudrajad ke sini, Bu?"

"Nah itu! Aku masih syok loh." Ara melempar tatapan pada ke lima karyawan yang tengah menyimak. "Nggak bisa dipercaya. Dia pacarnya Gibran."

"APAAAA?!" Semua serempak kaget.

"Ah, aku nggak kaget," ungkap Rahmi sambil lalu. Perempuan paruh baya itu kembali memasukkan adonan brownies ke dalam cetakan. "Wong Mas Gibran emang pacarnya artis-artis kok."

"Hah? Tahu dari mana kamu?" tanya salah satu dari mereka. Mewakili rasa penasaran Ara.

"Dari sragam."

"Sragram?" beo Ara. "Maksud Mbak Rahmi Instagram?"

Si ART mengangguk.

"Insragam iku opo toh?"

"Instagram!"

Ara maklum karena pekerjanya para wanita lanjut umur.

"Mas Gibran kan pernah viral, Bu. Masak Ibu nggak tahu?" Rahmi mulai bercerita. "Kalau nggak salah empat bulan yang lalu kena grebek lagi check in sama anaknya Abraham Siregar. Yang model itu loh. Trus ternyata pemakai."

Informasi barusan membuat seluruh isi dapur kaget bukan main. Ara syok. Tak menyangka dengan kelakuan adik dari suaminya.

"Maksudnya Stefani Siregar?" tanya Ara lebih lanjut.

"Iya, Bu. Tapi Mas Gibran langsung boleh pulang sih. Mas Gibran bersih alias negatif. Lagi kena sial aja mungkin."

"Sumpah loh, aku nggak ngerti sama sekali," sahut Ara. Tubuhnya langsung lemas seketika mendengar berita tersebut.

"Sama, aku juga." Yang lain ikut menyahut. "Apalagi aku jarang nonton berita gosip."

"Sebelum-sebelumnya Mas Gibran udah deket sama beberapa artis. Anak pejabat juga. Semua cantik. Tapi yang paling viral ya sama si model itu. Sampai masuk berita."

Ara menggeleng tak habis pikir. "Coba kalau Mas Bara masih ada, babak belur deh itu anak!"

"Nggak heran sih, Mas Gibran ganteng," gumam salah satu dari mereka.

"Tajir. Mobilnya aja Lamborghini. Cewek mana yang nolak?!" Yang lain menyahuti lagi.

Ara menuding. "Nah! Karena mobilnya. Wajahnya mah biasa aja. Masih gantengan Mas Bara."

"Sama-sama ganteng kali, Bu. Mirip. Wong kakak beradik."

"Nggak! Masih ganteng Mas Bara. Masih gagah Mas Bara!" Ara berkeras.

"Loh, jangan salah. Mas Gibran juga gagah lo, Bu. Apalagi kalau nggak pakai baju, perutnya kotak-kotak."

Semua melotot. Salah satunya menanggapi. "Eh, Rahmi ... kamu tahu dari mana perut Mas Gibran kotak-kotak?!"

"Dari sragam."

"Instagram, Mbak Rahmi ...." Ara mengoreksi.

"Iya, Bu. Insagram."

"Ngarang kamu, Rahmi! Nyebut Instagram aja nggak bisa."

"Lah, kok pada nggak percaya. Gini-gini hpku canggih!"

TABU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang