Bagian Kelima

10.4K 3.5K 1.1K
                                    

ANDARA

Sepanjang perjalanan menuju butik tempat aku akan melakukan fitting baju pengantin, aku merasa seperti orang kebingungan. Di luar jendela, mobil yang dikendarai Hendery bergerak cepat. Segalanya memburam. Tapi anehnya, ada sesuatu yang nampak begitu jelas: yakni pantulan wajahnya yang tergambar sempurna di kaca jendela.

Salah seorang temanku ada yang pernah bilang, bahwa fitting baju pengantin adalah salah satu hal yang paling mendebarkan sebelum kita resmi menikah. Sampai kemudian aku bertanya-tanya, apa yang mendebarkan dari mencoba sebuah baju?

5 hari lagi aku akan menikah dengan seorang laki-laki yang diperkenalkan oleh sahabatku, Arjuna namanya. Tapi di titik ini, jahatkah aku untuk sekadar berandai-andai pada sesuatu yang tidak lagi memungkinkan?

Ketika seseorang berkata, "Laki-laki dan perempuan hanya berteman itu nggak mungkin. Salah satu dari kalian pasti akan ada yang menyimpan rasa suka. Emang, beberapa ada yang mengaku kalau mereka murni sahabatan, tapi... apa ada jaminan?"

Kata temanku itu membuatku diam-diam tertohok. Kepada orang-orang yang bertahan hanya dalam batas pertemanan antara laki-laki dan perempuan, bagaimana bisa kalian melakukannya? Karena aku... aku mencintai sahabatku. Sejak 9 tahun yang lalu, tepat setahun setelah kami bertemu karena ketidak sengajaan yang lucu.

9 tahun bukanlah waktu yang singkat bagiku untuk memendam rasa. Kami berada dalam sebuah hubungan persahabatan yang terlihat wajar. Hendery yang sering bergonta-ganti pacar, dan aku yang juga pernah dekat dengan beberapa laki-laki.

Sering aku mencoba memancing situasi. Karena jujur saja, aku penasaran bagaimana reaksi Hendery saat aku menceritakan laki-laki lain yang aku kenal selain dirinya. Dan kalian tahu bagaimana reaksinya? Biasa saja. Seolah-olah itu bukan suatu hal yang serius.

Saat itulah aku tersadar, hanya aku yang terlalu banyak berharap dalam hubungan ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk mencintainya diam-diam. Ada hari-hari dimana aku merasa sangat bahagia. Mungkin ini kedengaran jahat, tapi aku bahagia setiap kali Hendery putus dengan perempuan-perempuan yang dipacarinya.

Tapi tidak peduli bagaimana bahagianya aku saat itu, sama sekali tidak ada artinya. Hendery tidak mungkin terpikirkan bagaimana aku melihatnya selama ini. Malah yang aku tahu, dia masih belum move on dari mantan pacarnya yang bernama Alena.

Mencintai Hendery sama sekali tidak sulit. Hanya dengan melihat dia tersenyum, melihat dia tertawa, aku mampu dibuat jatuh sejatuh-jatuhnya. Sesederhana itulah aku dibuatnya jatuh cinta, hingga sekarang.

Bagaimana rasanya mencintai diam-diam? Tentu saja sulit. Sangat sulit untuk bersikap tidak menyimpan perasaan apapun terhadap dia. Karena terkadang, aku selalu dengan spontanitas menelpon dia saat perutku sakit karena asam lambungku naik. Aku selalu mencari dia saat tengah malam aku tidak bisa tidur. Biasanya, aku akan menelpon dia, mengajaknya untuk pergi ke pasar kue subuh untuk membeli beberapa kue basah kesukaanku. Hendery adalah satu-satunya orang yang aku andalkan.

Dan hari ini, aku mengandalkannya lagi untuk mengantarku fitting baju pengantin karena Arjuna sedang ada kerjaan di luar kota.

"Hendery..." aku memanggilnya. Dan aku lihat dari kaca, dia menoleh ke arahku. Tapi dia tidak menjawab bagaimana aku memanggilnya.

"Lo pernah nggak, berpikir bahwa persahabat kita nggak pernah ada artinya. Kayak... kita cuma dua orang yang ternyata saling membuang-buang waktu remaja kita." aku putuskan bertanya seperti itu bukan tanpa maksud. Aku hanya penasaran, bagaimana pendapat dia mengenai hubungan persahabatan ini. Dan sama seperti sebelumnya, dia masih terdiam.

"Enggak lah." jawabnya kemudian. "Lo kenapa sih tiba-tiba ngomong gitu? Yakali kita bersahabat 10 tahun cuma buat buang-buang waktu di masa remaja. Nemu teman yang bener-bener sefrekuensi sama kita itu susah, An."

Iya, Hen, buat kamu ini hanya sebatas pertemanan. Tapi buat aku, ada saat-saat dimana aku berharap lebih. Kita memang dekat, Hen. Sangat dekat. Tapi kamu mungkin nggak pernah tahu, buat aku, kamu seperti bintang yang paling bersinar terang di langit malam. Aku menginginkan kamu lebih dari ini. Lebih dari seorang sahabat.

Kamu nggak akan pernah tahu rasanya, Hen, gimana aku menatap langit-langit kamarku setiap malam, berandai-andai kita bisa menjalin hubungan lebih dari ini. Tapi sayang, aku tidak punya cukup keberanian untuk mengaku. Aku takut jika aku mengaku bagaimana aku mencintai kamu selama ini sebagai seorang laki-laki, aku akan mematahkan ekspetasimu. Kemudian kamu akan menjauh, meninggalkan aku sendirian.

Karena ditinggalkan olehmu, adalah hal paling menakutkan di dunia ini.

"Iya juga ya. Gue nggak pernah nemu manusia aneh semacam lo tapi tiap kita ngobrol, rasanya waktu tuh kayak cepet banget. Lo inget nggak waktu kita ke Starback TB Simatupang, kita bahkan sampai ditegur pegawainya soalnya mereka udah mau tutup." aku pura-pura tertawa. Berusaha sebisaku mengimbangi pendapatnya.

Dan mengingat masa-masa itu, aku meringis diam-diam. Setelah ini, hal-hal semacam itu tidak akan pernah terjadi. Cepat atau lambat kami akan kehilangan waktu untuk sekadar bertemu. Aku akan disibukkan dengan peranku sebagai istri Arjuna, sementara Hendery akan tetap melanjutkan hidupnya yang akan tetap baik-baik saja tanpaku.

"Wah, gila ya, nggak nyangka kita udah 10 tahun temenan." kataku kemudian, masih sok-sokan tertawa keras.

1 tahun untuk memahamimu, lalu 9 tahun untuk menyimpan perasaan ini semakin dalam tanpa kamu tahu. Aku bukannya bodoh, Hen. Aku hanya terlalu takut kehilangan kamu.

"Makasih ya, Hen." saat aku tersenyum tipis dan menggenggam jemarinya, ada yang menusuk-nusuk dalam dadaku. Entah apa, yang jelas rasanya sangat sakit.

"Makasih karena lo udah bersedia jadi sahabat gue. Bantuin gue kerjain tugas tanpa gue minta, bawain gue obat maag di saat asam lambung gue naik, nganter gue ke tempat les padahal rumah lo jauh, rela gue bangunin malem-malem cuma buat minta ditemenin ke pasar kue subuh, dan lo adalah orang yang selalu jagain gue selama ini. Gue nggak pernah menyesal kenal sama lo meskipun kadang lo aneh banget jadi orang, tapi gue seneng. Gue seneng karena di antara banyaknya manusia, Tuhan memilih gue buat jadi sahabat lo."

Dan aku juga berterima kasih pada Tuhan karena telah mengijinkan aku untuk mencintai laki-laki seperti kamu, Hen. Nggak ada yang lebih berharga selain menghabiskan waktu berada di samping kamu, menemani susah dan sedihnya kamu.

"Mungkin setelah ini, kita bakalan jarang ketemu. Gue akan segera sibuk dengan rutinitas gue sebagai istri, lalu sibuk sebagai seorang ibu. Mungkin kalau gue sempat menghubungi lo, lo akan bosen karena gue pasti akan terus-terusan cerita soal gimana sibuknya gue ngurus Juna dan anak-anak kita nanti. Jadi supaya adil, gue berharap kita punya cerita yang sama. Lo akan cerita tentang kesibukan lo sebagai seorang suami. Terus kapan-kapan, kita akan liburan bareng sama keluarga kita. Gue mau, persahabatan ini akan tetap utuh sampai kita tua."

Dan benar, setelah ini segalanya tidak akan lagi terasa sama. Aku akan meratap lebih dahsyat dari sekarang. Karena aku yakin, akan ada hari dimana aku akan menangis karena merindukan kehadirannya, suaranya, wajahnya, leluconnya, dan itu pasti.

Pernah suatu hari aku berharap, kami sama-sama menua bukan dalam batas persahabatan. Aku ingin menua bersamanya menjadi satu pasangan yang utuh. Kami akan menikah, punya anak-anak yang menggemaskan, tinggal di sebuah rumah seserhana impianku. Lalu kami menua, menunggu anak cucu untuk datang berkunjung. Hingga takdir menjemput masing-masing dengan cara yang bijaksana.

"Pasti, An. Hari itu pasti bakalan ada. Mulai sekarang lo pikirin mau liburan dimana kita entar. Gampang lah, entar gue bisa patungan sama suami lo buat sewa villa."

Hendery tertawa. Tapi tanpa laki-laki itu ketahui, aku menangis tanpa suara.

Bagaimana caranya mengaku ke kamu, Hen? Kalau aku cuma mau kamu.

Kamu.

-

Elegi Patah Hati | Hendery✔Where stories live. Discover now