[Chandra] Rumah Tanpa Tuan - 03

Start from the beginning
                                    

"Hadapi aja, Chan. Dia juga manusia. Kalian sama. Lo boleh benci, marah dan merasa gak adil sama dia, tapi tetap aja tanpa ayah lo, lo gak bakalan ada. Menghormati orang yang lebih tua bukan berarti lo pasrah. Lo harus bisa berdiri di atas kaki lo sendiri dan lawan dia kalau sudah kelewat batas."

Ucapan yang cukup klasik karena berbicara memang lebih mudah daripada bertindak.

"O-oke... tapi, Mas..." Chandra mulai merasa aneh dengan tatapan beberapa murid perempuan lain yang lewat. Sebab yang menjadi perhatian justru Zidan sendiri yang pakaiannya kelewat rapi dan wangi. "Kayaknya cukup hari ini aku ke sekolah diantar. Besok aku pakai sepeda lagi."

"Pengen dianter pakai mobil?"

"Ya gak, sih."

"Gue diliatin temen-temen lo, ya?"

Walaupun sekarang Zidan tampak narsis sedikit, tapi memang begitu yang ada di pikiran Chandra. "Serem nanti kalau aku tiba-tiba punya banyak temen cewek yang deketin cuman karena mau minta nomornya Mas Zidan."

"Kasih aja nomor Juna. Dia spesialis ladenin banyak fans, kan?"

Chandra jadi gak pingin masuk kelas sebab gibahin Juna selalu asik bawaannya. "Aku denger dari Mas Danu pas bersihin halaman bareng waktu itu, katanya Mas Juna lagi galau, Mas. Kasihan. Suka sama janda beranak satu, ditolak juga."

"Sumpah, lo ngomongnya alus tapi nyelekit."

Tawa menjalar di antara keduanya. Zidan jadi lupa kalau mesin motornya juga sudah hidup, tapi dia gak kunjung tancap gas. Chandra juga gak segera masuk padahal kurang dari dua menit lagi bel sekolah bunyi. "Tapi Mas Juna masih tetap keren. Masih bisa haha-hihi di kontrakan. Kalau Mas Dika atau Mas Aksa yang ada di posisi itu bakalan beda cerita pastinya."

"Bang Aksa jangan ditanya, galaunya mirip cewek lagi ngambek. Ketoprak dua bungkus langsung lenyap kalau pikirannya lagi oleng sana-sini." Zidan memang beraninya ngomong di belakang. Coba kalau di hadapan Aksa, mungkin mereka sudah akan saling sleding pakai sandal. "Apalagi Dika... Mana bisa anteng dia, njir. Jangankan ditolak, pinginnya kelihatan keren jatuhnya kena sial mulu."

"Cuman sama Mbak Raya aja dia berani sedih-sedihan dan nampilin sisi lemahnya ya, Mas."

"Raya mah pawangnya." Zidan jadi ikutan menanggapi dan bergosip ria. "Dah pasti bengek lah si Dika kalau gak ketemu Raya."

"Minggu kemarin pas Mas Dika gak pulang, aku lihat dia sama Mbak Raya jajan cilok di perempatan." Chandra menjelaskan sekali lagi sebelum dia benar-benar telat masuk melewati gerbang. "Ngintip dikit, sih, tapi aku lihat Mas Dika sok mau nraktir padahal pas mau keluar kontrakan pinjam duit goban duluan ke Mas Danu."

Wah, Chandra jadi speechless sendiri. Lihat mas-mas di kontrakan bawaannya selalu bikin geleng-geleng kepala apalagi kalau lagi dimabuk asmara, seperti gak ada apapun yang buat otak selalu overthinking. Mereka dengan segala perilaku yang berbeda satu sama lain. Mereka dengan segala caranya menghadapi masalah yang silih berganti. Serta mereka dengan kehangatan yang mengalir tiada henti.

"Lo harus juga bisa raih kebahagiaan kecil lo kayak Dika, Chan. Dia udah mulai belajar menghargai hal kecil dalam hidup, gue juga terus belajar untuk merelakan sesuatu. Sekarang giliran lo."

"Siap, Mas. Lihat aja pas aku lulus nanti. Aku bakal jadi Chandra dengan versi yang beda gak kayak sekarang."

Tepat suara bel berbunyi, Zidan berlalu dengan motornya nenuju kampus, meninggalkan Chandra yang berlari menyusul murid-murid lainnya yang memasuki area sekolah. Memantapkan langkah untuk benar-benar berubah demi dirinya sendiri dan orang-orang yang masih menaruh harap padanya.

ANDROMEDAWhere stories live. Discover now