54 : Smaller than Any Other Number in the World

246 44 7
                                    

Norman memutar kursi rodanya, membawa tubuhnya entah kemana. Setelah makan siang dirinya ditinggal sendirian. Bobby pergi menemui dokter untuk mengganti perban yang ada dikedua tangannya, adiknya itu mungkin akan pulang sore ini bersama dirinya. Yhogi pergi ke apartemen setelah mendapat kabar bila sekolah akan ditutup, membuat Norman sedikit lega karena pada kondisinya yang seperti ini masih ada yang bisa dirinya susahkan.

Victor sebenarnya menawarinya untuk pergi bersama dengan Sheeran dan Azazel untuk menjenguk Jayce. Cyborg yang satu itu diletakkan di tempat khusus, tempat yang jauh dari cahaya matahari, di dunia bawah. Norman sebenarnya ingin ikut, namun mengingat hubungannya dan keempat makhluk bukan manusia itu tidak begitu dekat dirinya memilih untuk menolaknya secara halus. Bisa Norman bayangkan akan seberapa canggung ia nantinya.

Putaran kursi roda Norman terhenti. Matanya menatap ke arah ujung lorong, ke wajah yang cukup familiar. Berdiri di sisi lain lorong dengan pakaian pasien rumah sakit seperti dirinya dengan tangan kiri yang berbalut mitela. Norman memperhatikannya cukup lama, menyadari jika sosok itu tidak hanya berdiri di ujung lorong, dia mendengarkan, menguping, pembicaraan yang ada di ruangan dengan penanda Chamber 5.

"Felix," desis Norman membuat sosok itu menatap ke arahnya. Sorot matanya menandakan rasa tidak suka, seperti seekor rubah yang baru saja tertangkap basah ingin mencuri ayam. Felix berniat beranjak dari tempatnya semula, butuh waktu bagi Norman untuk mengejarnya, bahkan mungkin tidak mungkin. Namun sebelum semua itu terjadi, ada sebuah gaya magis yang seakan menahannya untuk diam di tempat. Felix hanya mengela napasnya, melupakan fakta jika Norman kini tahu jika ia memiliki kemampuan untuk meniru kemampuan orang lain.

Memanfaatkan keterdiaman Felix, Norman mendorong kursi rodanya mendekat. "Siapa?" tanyanya merujuk pada objek yang ada di dalam ruangan itu.

Felix tidak menjawab hal itu, hanya memberi kode dari sorot matanya. Menunjuk pada salah satu penanda yang berada di depan pintu, data kelengkapan pasien yang dirawat di ruangan itu. Menunjukkan dua nama, Selena dan Wendy. "Madam Frost ada di dalam," ucap Felix saat Norman mencoba untuk menutup matanya. "Selena tidak ada di dalam, apapun yang kau dengarkan nanti itu adalah pembicara antara Ibu dan anak yang rumit."

Norman mengangguk paham. Membebaskan Felix dari belenggu magisnya, menyadari jika tujuan Felix ada di sana sebelumnya adalah untuk memastikan Selena baik-baik saja. Tapi gadis itu tidak ada di sana.

"Aku akan mengajarimu segera setelah menemukan Selena," ucap Felix berlalu ke sisi lain lorong. Mungkin Norman mengira jika ia tidak sengaja menemukan ruang rawat Selena, namun bagi Felix jauh di alam bawah sadar pemuda itu, ada sesuatu yang membuatnya secara tidak sengaja mencari Selena.

Norman mengangguk. Matanya memejam, mencoba memaksimalkan indra pendengarannya untuk bisa menembus sisi dinding ruang rawat yang sepertinya dibuat dua lapis.

"Tidak bisakah Mama berhenti untuk ikut campur dengan kesenanganku? Kita sudah berjanji untuk tidak saling mengurusi kesenangan masing-masing. Mrs. O'Brein meninggal, dia berkorban dengan diriku, Ma."

Suara Lena terdengar berbeda. Norman berspekulasi jika temannya itu sebenarnya adalah seorang yang tidak begitu emosional, namun sepertinya kehadiran Ibunya di ruangan itu membuatnya tidak bisa mempertahankan dinding tinggi penuh egonya.

"Masalah ini lebih dari sekedar kesengananmu untuk mengumpulkan banyak rekan, Wen. Berhenti bersikap kekanakan dan berpikir jika ini sekedar permainan menambah teman atau musuh. Ini adalah tentang keluarga kita, Otoritas Tertinggi sudah mengenalimu. Ayahmu munhkin tidak akan memberikan komentar apa-apa, tapi Bibimu tidak akan diam saja, bahkan semakin seenaknya saja di Manor."

Kedua alis Norman bertaut, tidak paham dengan apa maksud ucapan wanita yang dirinya yakini adalah Madam Frost. Tentang keluarga? Saat mendengar hal itu, ada sisi dari diri Norman yang menyentak dirinya untuk segera pergi dari tempat itu. Pergi dalam artian tidak lagi berhubungan dengan kegilaan Lena dan teman-temannya. Namun ucapan Madam Frost yang selanjutnya membuatnya diam tidak bergeming.

"Oh, dan satu hal lagi, dengan ada atau tidaknya surat perjanjian itu, Ibu Selena tetap akan mati malam itu juga. Aku dan Unkwon bisa menyelematkanmu bahkan tanpa dengan sihir pembalik itu, tapi Hannah tidak berpikiran seperti itu. Hannah teman lamaku, aku tahu bagaimana cara dia berpikir, dan akhirnya juga menurun pada Selena. Dia tidak suka berhutang budi pada orang lain. Jadi dia memilih untuk membuat surat wasiat."

Hannah? Norman tidak bisa membayangkan akan seperti apa reaksi Selena kala mendengar kenyataan itu. Seperti kejutan kala mendengar jika Mrs. O'Brein mengenal seorang seperti Madam Frost, bahkan menjadi temannya. Ibu gadis itu, yang menurutnya adalah sosok paling manusiawi dalam hidupnya, adalah teman dari salah satu sosok yang cukup berpengaruh di dimensi sihir. Fakta jika Mrs. O'Brein seorang penyihir saja sudah membuatnya terombang-ambing dalam lautan emosi, Norman yakin mungkin saja Selena keluar dari ruangan rawat beberapa saat yang lalu setelah Madam Frost mengatakannya.

Butuh otak yang dingin dan pikiran yang amat sangat terbuka untuk menerima hal itu.

"Sesuai dengan isi surat perjanjian, Selena berada di bawah perlindungan keluarga kita, entah apapun kondisinya. Baik itu memihak kita, ataupun musuh. Kita boleh membantunya namun jangan sampai ikut campur dalam kehidupannya, aku tahu kau akan senang mendengar ini. Hannah setidaknya tidak lagi melarangmu mendekati anaknya. Iya, kan? Norman Edmun Afro."

Norman tersentak, otomatis membuka matanya lebar-lebar karena terkejut. Dan seakan belum selesai, pintu yang menjadi tempatnya bersembunyi terbuka. Lena menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan, menegaskan jika kehadirannya di sana tidak dalam waktu yang tepat. "Masuk saja, kau mungkin juga harus mendengar hal ini. Aku dan Ibuku akan membahas masa depan Bobby."

Norman mengangguk, memutar kursi rodanya untuk masuk ke dalam Chamber 5 saat Lena memberinya ruang. Sosok lain di ruangan itu menatapnya dengan tatapan hangat, selayaknya seorang Ibu pada anaknya, bahkan mungkin lebih dari itu. Tatapan yang menunjukkan sorot kepercayaan dan rasa bangga.

"Wendy sudah menceritakan banyak tentang dirimu, kau memiliki jiwa pemimpin yang sayangnya tidak kau ketahui. Alasan utama kenapa kau tidak bisa berada ikut bersama kami," ucap wanita itu yang menurut Norman justru terkesan memuji dirinya. "Aku sudah bertemu dengan adikmu, dia anak yang memiliki pola pikir sederhana hingga aku merasa bersalah karena telah mengajaknya masuk dalam urusan antar keluarga seperti ini. Dan sebagai kompensasi karena telah mengajaknya, aku dan Wendy sepakat untuk memberinya apa yang mungkin seharusnya layak untuk dia terima."

Madam Frost memberikan gestur pada Norman untuk mendekat ke arahnya. Memberikan sebuah brosur dan buku catatan kecil yang semula berada di dalam tasnya.

"Oracle Delphi membuka kelas bagi para manusia terpilih sejak setengah abad yang lalu, di sana Bobby akan mendapatkan sistem pendidikan yang setara dengan murid-murid Keturunan Dewa-dewi selayaknya dirimu. Di sana, ia tidak hanya akan mendapatkan pendidikan yang ada di dimensi manusia, tapi juga pendidikan psikologi dalam aspek pengenalan diri sendiri untuk pemantapan pemilihan minat dan bakat." Dari penjelasannya saja, Norman bisa membayangkan seberapa bagus sekolah itu. Namun dalam hati dia tetap harus memastikan data yang dijabarkan oleh Madam Frost, bagaimanapun juga wanita itu adalah orang asing. Orang asing yang tidak mungkin memberikan sesuatu secara gratis. "Masalahnya, Bobby harus mendapatkan identitas baru. Kami tidak mengharuskannya, hanya menyarankannya saja, tapi dari apa yang sudah aku alami, jauh lebih mudah untuk membuat identitas baru daripada memahami latar belakang seseorang dengan kasus seperti Bobby kala terjun di masyarakat."

"Jika kau masih ragu, tenang saja, Bobby tidak akan sendiri. Yhogi dan Victor juga akan melanjutkan pendidikan mereka ke tempat itu," ucap Lena menambahi dari belakang. Dia dan Ibunya benar-benar menjaga siapapun mereka yang terikat kontrak di bawah keduanya, setidaknya ada sedikit perasaan lega yang bisa Norman hembuskan untuk nasib adiknya. "Sebagai balas budi karena sudah menganggapku dan yang lainnya seorang teman, aku sarankan kau agar menyetujui ucapan Ibu kandungmu soal bersekolah di Auxolioner, para Demigod seperti dirimu memang harus bersekolah di sana."

Turning the Page of Lullaby Where stories live. Discover now