Setuju

128 9 0
                                    

Pagi hari hujan turun mengguyur kota Jakarta. Membuat siapapun enggan melakukan aktivitas di luar ruangan, tapi seolah semua tidak berlaku untuk wanita keras kepala itu.

Sejak tadi ia masih setia berjongkok di depan dua nisan yang terletak bersebelahan. Tangannya terus mengelus nisan tersebut secara bergantian. Ia tidak peduli air hujan mengguyur tubuhnya terus menerus.
Tangisnya kian pecah seiring bertambah deras hujan.

"Maafin Popi, Ma,Pa." Ia mendekatkan kepalanya ke nisan, "Harusnya Popi yang mati."

Tangannya terlihat putih pucat, Badannya bergetar menahan dingin air hujan. Matanya kini mengamati pohon Kamboja yang masih tersiram derasnya hujan, tapi yang ia rasakan hujan tidak lagi membasahi tubuhnya.

Perlahan Popi mendangakkan wajahnya, mendapati Manda berdiri membawa dua payung, satu payung untuknya dan satu lagi ia arahkan ke Popi, untuk melindunginya dari guyuran hujan. Sorot mata Manda seperti menusuk aura kemarahan terpancar di wajahnya.

"Lo emang ga pernah anggep gue sahabat, Pi." Bibirnya bergetar sudah di pastikan Manda juga kedinginan.

Sedangkan Popi seperti tidak peduli dengan ucapan Manda, wajahnya kembali menunduk memperhatikan nisan.

Merasa terabaikan Manda mengalah, ia ikut berjongkok di samping Popi, tangannya meraih tangan Popi menyalurkan seluruh tenaganya untuk Popi.

"Gue selalu ada buat lo, Pi."

Popi melihat ke arah Manda sekilas, menampilkan senyum yang sulit sekali tercetak.

"Makasih nda."

Manda menganguk, membalas senyuman Popi, tangannya kini mengelus punggung Popi yang basah. Untuk saat ini ia memilih menemani Popi di sini, sampai wanita itu benar-benar merasa baik.

                              •••

Kedua wanita itu sudah sampai di apartemen. Manda menyuruh Popi segera berganti pakaian, sedangkan dirinya sibuk membuat sup untuk menghangatkan tubuh Popi.

Sejujurnya ia sangat jengkel pada Popi saat ini, selalu saja ia memendam masalahnya sendiri tidak pernah mau membagikannya, Manda hanya khawatir dengan kondisi mental wanita itu. 

Selesai membuat sup, Manda langsung membawa sup itu ke kamar Popi, tapi sekarang ia malah di buat bingung dengan keadaan Popi.
Setelah mengguyur badannya di bawah air shower wanita itu kembali dengan raut wajah berbeda, tidak ada lagi Popi seperti yang ada di pemakaman tadi. Ia kembali menjadi Popi seperti biasanya tidak terlihat lemah dan tampak baik-baik saja. Ah apa mungkin Popi hanya berpura-pura tegar?

"Makan dulu, Pi." Manda menyodorkan sup kepada Popi.

Popi menginstruksikan agar Manda  menaruh sup itu ke atas nakas hanya dengan sorot mata, untung saja Manda tipe manager yang cepat tanggap, ia langsung menaruh sup itu sesuai intruksi.

Popi tersenyum sekilas."Makasih, Nda."

Manda menganguk, tapi kini otaknya tidak berhenti berpikir tentang keadan Popi. Pasalnya sepagi ini Popi sudah menangis di pemakaman, itu bukanlah hal lumrah menurut Manda.

"Lo kenapa sih, ada masalah apa?" Manda memulai aksi interogasinya, "Kalo lo ga cerita gini, gue ga bakal tahu apa masalah lo, gue juga ga bakal bisa bantu lo."

Bukanya menjawab wanita itu malah hanya menggeliat di atas kasurnya, tangannya sibuk bermain remot AC.

"Popi!" kali ini Manda benar-benar geram dengan sikap Popi yang tidak menunjukkan kejelasan.

Popi menoleh, "Kenapa?"

"Lo kenapa, sih?" tanya Manda.

"Ya, kenapa?"

Once Upon YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang