Alis tebal si pemuda Kim menukik. Bibirnya terbuka hingga membuat ekspresi menyebalkan. "Serius? Kenapa semua orang di rumah ini mengira aku tertarik padanya?"

Well- Hoseok tidak terkejut. Dipikirnya, itu sudah rahasia umum dilingkungan keluarga mereka.

"Ini baru sehari dia pergi dan kau sudah kelimpungan. Bagaimana denganku yang selalu bertemu denganmu tiap bulan?" gurau Hoseok. Ia senang sekali melihat wajah datar Taehyung di bawah sinar matahari yang menyengat.

Seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Bola mata Taehyung berputar malas. Ia menggeleng gemas sebelum mengibaskan tangannya ke arah Hosoek. "Lupakan."

Tawa yang lebih tua seketika meledak. Wuah- bukankah menyenangkan menggoda salah satu maknae mereka? "Oy oy. Tenanglah. Jeon Jungkook ada di rumah Seokjin, oke?"

Langkah berat Taehyung berhenti. Ia mengernyit, kembali melihat Hoseok yang masih berdiri dengan senyum menyebalkannya. "Kapan dia kembali?"

"Sulit ya jika rindu."

"HYUNG!"

"Oke! Oke!"

Oh astaga, Hoseok merasa akan mati muda karena kotak tertawanya yang seolah tidak dapat dikontrol saat ini. Bagaimana bisa Taehyung memiliki sisi seperti itu?

Hosoek berdehem, masih tetap menahan senyumnya. "Tidak tahu."

"Aku benar-benar akan membunuhmu."


Oh ayolah- Hosoek merasa sudah mendekati ajal karena ledakan tawanya sendiri sekarang.

.

Saat ini Seokjin ingin sekali menyalakan pemanas ruangan. Dirinya buta, tapi kenapa suasana tegang di antara dua orang ini terlihat sekali?

Jungkook baru meletakkan 2 cangkir jus jeruk dan secangkir susu di atas meja tamu. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang terdengar setelah Seokjin saling memperkenalkan keduanya.

"Bagaimana jika makan cookie? Ingin mencobanya"

"Aku bukan makanan, hyung."

"Ku pikir makan rumput terasa lebih baik."

Seokjin merengut. Apa-apaan?! Kenapa dirinya merasa dibodohi?

"Cookie cokelat, oke? Bibi tetangga yang memberikannya padaku. Siapa pula yang ingin memakan adikku sendiri? Sorry to say, aku bukan incest."

Blind hoe. Umpat Jungkook dalam hatinya. "Ingin tahu fakta terbaru? Kita tidak sedarah, Seokjin-hyung."

Namjoon terhenyak dalam diamnya. Dua orang di hadapannya terlihat jauh lebih dekat dari pada bayangannya. Keduanya saling melempar umpatan dan cacian, namun sedetik kemudian tertawa kencang seolah kemampuan pita suara mereka tak terbatas.

Ia tahu betul, bagaimana tengilnya Jungkook tiap berhadapan dengan family. Sekarang rasa penasarannya terbayar setelah mengenal Seokjin. Tidak mengherankan jika pria berbibir plum itu yang merawat Jungkook. Sama-sama bermuka bayi, lengkap dengan mulut kotor mereka.

"Taehyung tahu kau kemari?"

Tawa diruangan itu seketika berhenti. Berganti kesunyian yang terasa mencubit Seokjin. Ia tidak begitu terbiasa dengan tensi yang sangat menegangkan setelah kecelakaannya.

Jungkook mengulum pipi dalamnya. Pandangannya menatap datar makanan yang dibawa oleh Namjoon. "Dia seperti orang mati, mana dengar bahkan jika aku berteriak di depan telinganya. Apalagi mengetahui aku pergi."

Helaan nafas Namjoon terasa menghakimi. Mulai terbiasa dengan sikap acuh tak acuh si pemuda kelinci. Bahkan Seokjin mengembangkan senyumnya. Tangan lentik yang tertua menyikut udara, "Jadi bertengkar dengan kekasihmu, eoh?"

Namjoon berhasil dibuat bingung. Sejak kapan Taehyung pacaran dengan Jungkook? Bukannya si Kim muda itu cinta mati dengan Jimin? Netranya fokus pada telinga Jungkook yang memerah.

Wuah.

Jadi benar?

"Dia bukan pacarku, oke?"

Oh? Jadi tidak?

Seokjin terkekeh, kemudian menepukkan kedua tangannya sekali dengan semangat. "Ku pikir sekarang waktunya untuk makan! Sayang sekali jika makanannya akan dingin, Namjoon membawanya jauh-jauh kesini."

Jauh?

Kali ini Jungkook yang kebingungan. Gedung markas Jimin hanya berjarak 10-15 menit berkendara ke rumah Seokjin di dekat pantai Busan. Ia memperhatikan gerak-gerik Namjoon yang tersenyum manis ke arah Seokjin sembari menyiapkan makanan dan peralatan makan yang dibawanya sendiri.

Seokjin banyak bercerita, dan Namjoon menanggapinya dengan apik. Mereka berdua saling terhubung, meskipun terkadang Seokjin mengernyit karena tidak paham vocabulary Namjoon.

Well- se-manusia-nya Namjoon, pria itu tetap seorang family. Penjahat kotor yang ahli menggunakan Glock dan memanipulasi cara berpikir seseorang. Jungkook tidak ingin analisisnya melewatkan sedikitpun mengenai perlakuan tak biasa Namjoon pada kakak kesayangannya, Seokjin.

"Kim."

"Hm." / "Eoh?"

"Ahh- maksudku, Kim Namjoon."

Pria berlesung pipit itu menghentikan kegiatannya meletakkan irisan bebek panggang di piring Seokjin. "Kau bisa memanggilku hyung jika ingin."

Sontak Jungkook menganga. Apalagi melihat sikap Namjoon yang kembali melanjutkan aktifitasnya melayani Seokjin dengan penuh senyuman selebar wajah.

"Euhh- Namjoon-hyung."

"Hm."

"Kau menyukai Seokjin-hyung, ya?"

•••*•••

Thank You!!

EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/VKOOK]Where stories live. Discover now