LC 3

50 12 4
                                    

Vraka memberhentikan motornya di depan sebuah gerbang perumahan. Lelaki itu membuka lilitan tangan Zaza di perutnya, lalu ia melepaskan diri dan menyenderkan tubuh langsing Zaza pada jok motornya.

Lelaki itu berjalan mendekati gerbang lalu membuka pelan gerbang tersebut.

Saat ia berjalan menuju motornya kembali, cahaya senter menyorotnya.

"Siapa?" Suara lantang itu membuat Vraka terkejut.

"Astaga pak. Saya kira siapa," jawab Vraka dengan nada terkejutnya.

"Loh, neng Zaza kenapa ini? Kamu apain neng Zaza?" Tanya satpam itu dengan tegas.

Vraka menghela nafasnya. "Saya nggak ngapa-ngapain dia pak, saya malah bantu dia waktu kecelakaan."

Satpam itu melotot. "Astaga," pekiknya.

"Yasudah kalau begitu cepat-cepat kamu bawa ke rumahnya ya."

Vraka mengangguk. "Rumahnya sebelah mana pak?"

"Loh kamu nggak tahu?"

Lelaki itu menggeleng. "Ya enggaklah pak, orang saya saja nggak kenal, masa langsung tahu rumahnya."

Pak satpam itu tertawa pelan. "Iya juga ya. Yasudah, rumahnya lurus, terus belok kanan."

Vraka mengangguk. "Makasih pak."

Ia mendekat pada motornya. Mencoba mendudukkan tubuh Zaza.

"Marcel," gumam Zaza tak jelas.

"Gue bukan Marcel," jawab Vraka sambil terus mencoba mendudukkan Zaza.

Zaza terus bergumam tak jelas. Gadis itu secara tiba-tiba memeluk tubuh Vraka erat sembari terus bergumam 'Marcel'.

Vraka menahan nafasnya. Lelaki itu menggigit bibir bawahnya pelan.

"Huh! Gimana nih." Tangan Vraka terulur merapikan rambut kusut Zaza. Menyelipkan anak rambut itu ke belakang telinga Zaza membuat wajah cantik gadis itu terlihat.

Vraka semakin menahan napas. "Cantik banget," gumamnya tanpa sadar.

Tangannya terus mengelus pipi memerah Zaza.

Sedetik kemudian, ia menggeleng. "Apa yang gue lakuin?" Tanyanya pada diri sendiri seraya terus menggeleng.

"Vraka bodoh!"

Lelaki itu lalu dengan cepat mendudukkan Zaza dan melingkarkan tangan gadis itu di pinggangnya. Ia mengatur napasnya yang mulai memburu, jantungnya berdebar.

"Vraka gila," gumamnya. Lalu melajukan motornya memasuki perumahan Elit ini.

--

"Valen," pekik pria paruh baya yang saat ini berdiri di depan teras dengan wajah khawatirnya saat Vraka tiba.

Vraka memberhentikan motornya, lalu dengan pelan mengangkat tubuh Zaza dengan kedua tangannya.

Pria paruh baya itu menatap Zaza dengan khawatir.

"Ini di tidurin di mana om?" Tanya Vraka dengan nada sopannya.

Pria itu mengerjapkan matanya.

"Ayo masuk dulu," jawabnya lalu menggiring Vraka masuk.

Vraka membaringkan tubuh Zaza pada ranjang queen size yang ada di dalam kamar gadis itu.

Tuan Pramana menghela napasnya. "Terimakasih ya nak."

Vraka mengangguk. "Sebaiknya lukanya cepat dibersihkan om."

"Iya nanti saya bersihkan. Untung saja ada kamu nak," jawab pria itu.

"Tidak usah seperti itu om. Saya cuma ingin membantu."

Tuan Pramana mengangguk. "Semoga tuhan membalas kebaikan kamu nak."

Vraka tersenyum. "Semoga saja om."

"Kamu ingin dibuatkan kopi dulu?"

"Ah tidak usah om. Saya mau langsung pulang saja, sudah larut," tolaknya dengan sopan.

"Sopan sekali kamu nak. Kapan anak saya bisa sesopan kamu?"

Vraka tersenyum kikuk. Melihat tuan Pramana, ia jadi rindu dengan papanya, andaikan sang papa ada, mungkin beliau seumuran dengan pria paruh baya di depannya ini.

"Kalau saya boleh tahu, nama om siapa?"

Tuan Pramana tersenyum lebar. "Panggil saja saya om Pramana."

Senyuman pria itu menular pada Vraka. Vraka tersenyum lebar. "Kalau begitu saya pamit om. Saya harap di lain waktu kita bisa bertemu kembali."

Vraka menyalami tangan tuan Pramana dengan sopan.

"Semoga saja nak. Saya juga ingin terus bertemu dengan anak sopan seperti kamu."

Tbc!

Life ChangesDove le storie prendono vita. Scoprilo ora