13 : Keeper of Secrets

Start from the beginning
                                    

“ke wc, katanya tadi perutnya mules”

Renjun mengernyitkan keningnya, “daritadi?”

“iya,” jawab Minju diiringi dengan anggukan

“terus kenapa belum balik?”

“yaa mana aku tau, tapi tadi Yuna bilang emang bakal lama”

Renjun diam sejenak, “dia pergi sendiri?”

Minju mengernyitkan keningnya, sedikit bingung dengan Renjun yang terus bertanya padanya. Apalagi kali ini lelaki itu bertanya dengan air muka yang terlihat berbeda.

“hmm, iya. Tadi aku mau nemenin, tapi katanya nggak usah. Jadi.. yaudah”

Setelah mendengar Minju mengatakan ‘iya’ barusan, Renjun kembali diam untuk sejenak, “oh, gitu ya. Makasih” ujar Renjun sedikit gusar, lalu pergi dari hadapan Minju. Rasa khawatir tiba-tiba menjalar di benaknya hanya dengan mengetahui gadis itu sedang ‘sendirian’.

Bukannya apa, Renjun hanya tiba-tiba teringat dengan surat kecil yang bertuliskan kalimat tidak mengenakan yang di temukannya di buku sang gadis.

Sebut saja Renjun lancang atau sebagainya karena telah memeriksa buku-buku milik Yuna. Tapi ia melakukannya bukan tanpa sebab.




flashback on

Jam kosong adalah jam yang di nantikan dan di senangi banyak murid, dan hal itu berlaku untuk ke empat murid kelas XI A 5 yang tengah berjalan melangkahkan kakinya menuju tempat favorit itu, kantin.

Yah, ke-empat murid itu adalah Renjun, Kun, Jaemin, dan Jeno. Entah kenapa memang belakangan ini mereka sering kali bersama-sama. Ke kantin bareng, ke perpus bareng, ke lap bareng, kemana-mana selalu ber-empat. Bedanya hanya, terkadang akan ada Winwin yang ikut join.

Saat sedang asik berngobrol kecil sambil menuruni anak tangga menuju lantai pertama, tiba-tiba Renjun menyadari sesuatu. Tepatnya saat ia iseng memeriksa saku celananya, lelaki itu sama sekali tidak menemukan benda yang selalu di bawanya, apalagi saat ingin pergi ke kantin seperti sekarang. Yah, dompetnya.

Renjun  memberhentikan langkahnya, membuat Kun yang berada di sebelahnya ikut berhenti.

“kenapa berhenti bang?”

“kalian duluan aja, dompet gue ketinggalan”

Jaemin yang mendengar perkataan Renjun itu, menyahuti, “enggak papa kali, santai aja, ntar Jeno yang bayarin”

Jeno hanya mangut-mangut mengiyakan, namun setelah ia menyerap perkataan Jaemin tadi baik-baik, ia langsung melebarkan mata dan memukul pundak temannya itu, “eh, gue terus yang lo jadiin sasaran” amuknya, sebenarnya Jeno tidak keberatan –membayar makanan Renjun nanti, hanya saja ia sedikit kesal dengan Jaemin yang selalu membawa-bawa namanya.

Renjun yang melihat interaksi itu hanya tersenyum kecil, “enggak usah, gue ambil dompet gue dulu. Kalian duluan aja, ntar gue nyusul” kata Renjun kemudian, setelah menepuk pundak Kun pelan, ia segera berbalik meninggalkan ke-tiga temannya.

Yang di tinggal hanya menganggkat bahu, meng-‘yaudah iyain aja’ keputusan Renjun itu.

Dengan langkah yang sedikit di percepat, Renjun semakin dekat dengan kelasnya. Namun, saat hendak memasuki kelas itu, Renjun memberhentikan langkahnya dengan mendadak dan langsung mundur beberapa langkah.

Berlindung di balik tembok seraya melihat seorang lelaki dengan postur tubuh yang seperti pernah di lihatnya –namun Renjun yakin itu bukan teman sekelasnya, Renjun menajamkan matanya. Gerak-gerik oknum itu terlalu mencurigakan, apalagi di kelas itu hanya ada dirinya seorang.

Renjun semakin menautkan alisnya kala melihat lelaki itu terus berdiri di samping bangku Yuna. Renjun berpikir, siapa dia? dan apa keperluannya disana?

Renjun hanya terus memantau lelaki itu, dan seketika Renjun sedikit risih ketika melihat lelaki itu tampak menaruh sebuah kertas ke dalam buku Yuna. Surat cinta? itu yang ada di pikiran Renjun. Ah, mungkin setelah ini ia akan memiliki saingan?

Menghempas semua pikiran yang tidak-tidak itu, Renjun langsung memundurkan kepalanya yang nyempil itu dan bergegas pergi dari sana. Karena Renjun lihat, sepertinya lelaki itu sudah ingin keluar.

Karena koridor itu tidak ada tempat sembunyi, Renjun berjongkok di tempat yang lumayan jauh dari kelas, berpura-pura sedang mengikat tali sepatunya.

Renjun pikir, lelaki itu akan menoleh ke kanan dan ke kiri setelah keluar dari kelas itu. Namun ternyata tidak, lelaki itu hanya berlalu begitu saja, bahkan ia tidak menoleh ke arah Renjun barang sekilas.

Ah, percuma saja dia berakting.

Setelah melihat lelaki itu hilang karena berbelok hendak menaiki tangga, Renjun kembali berdiri, “kelas 12 ya, mukanya nggak keliatan jelas” gumam nya.

Tanpa pikir panjang pun Renjun langsung masuk kelas, dan menuju bangkunya untuk mengambil dompet. Menoleh sekilas ke meja Yuna, tepatnya ke arah buku yang baru saja di letakkan sebuah surat(?) oleh seorang lelaki itu. Membuat Renjun sangat penasaran.

Memilih untuk memuaskan rasa penasarannya, akhirnya Renjun memutuskan untuk melihat. Di bukanya setiap lembar buku Yuna, mencari lembaran kertas kecil itu seraya melantunkan kalimat ‘maafin aku Yun,’ di dalam hati.

Renjun sedikit merasa bersalah karena memeriksa milik orang tanpa izin. Karena dia selalu di ajarkan oleh ibu untuk tidak melakukan hal seperti itu.

Setelah menemukan apa yang di carinya, Renjun langsung saja membaca tulisan yang tertulis di sana. Seketika pun Renjun kaget, meskipun baru membaca kalimat pertama.

kau mengabaikan ancaman ku? aku lihat kau sama sekali tidak risih ya?  ah, kau pasti berpikir aku hanya iseng melakukan ini. Baiklah, mulai sekarang akan ku buktikan kalau aku serius. Hanya untuk mengingatkan, lebih baik jangan pernah sendirian, karena itu akan memancing ku untuk benar-benar mencelakaimu
w.b

flashback off






Renjun memijit pangkal hidung ketika mengingat hal yang baru di ketahuinya saat jam pelajaran ke-6 di sekolah tadi.

Sebuah surat yang awalnya ia pikir adalah surat yang tersusun dengan kata-kata manis tentang perasaan itu, ternyata surat yang malah tersusun dan menunjukkan kalimat yang sangat tidak mengenakan.

Kalimat ‘kau mengabaikan ancaman ku? aku lihat kau sama sekali tidak risih ya?’ yang ada pada surat itu, yang paling membekas di pikiran Renjun. Secara tidak langsung kalimat itu mengartikan bahwa Yuna sudah beberapa kali menerima surat semacamnya.

Entah itu sudah berhari-hari atau bahkan sudah berminggu-minggu. Renjun tidak tahu, ia belum memiliki waktu –yang mungkin tepat– untuk bertanya pada gadis itu.

Saat mengetahui hal itu membuat Renjun sadar. Yuna, gadis yang selalu terlihat tenang dan ceria tanpa beban itu, ternyata menyimpan banyak rahasia.

Saat ini pun, Renjun yang kepalanya tengah di penuhi pikiran buruk itu, menghela nafasnya.




"Semoga hal buruk yang aku pikirin nggak terjadi."

.
.
.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My savior & protector : Huang RenjunWhere stories live. Discover now