08 : Problem

198 57 379
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading
.
.

Pukul 7 lewat 19 menit.

Mobil kak Taeyong yang ku tumpangi saat ini baru saja berhenti tepat di depan sekolah tercinta ku. Ku tatap lekat bangunan 4 tingkat dengan rooftop itu agak lama.

Ada perasaan jengkel ketika aku berpikir mungkin aku akan bertemu lagi dengan Jinyoung, lelaki sialan itu. Kemudian aku menghembuskan nafas berat ketika mengingat kelas kami hanya berdampingan.

Tak lama, ku rasakan surai ku di elus lembut, aku tau pelakunya kak Taeyong. “udah dek, jangan terlalu galau”

Aku menoleh ke arah kak Taeyong seraya memutar bola mata malas. “siapa yang galau? Yuna ngak galau. Cuma malas aja” ujar ku.

Ah, iya. Kak Taeyong sudah tau perihal putusnya aku dengan Jinyoung. Semalam aku menceritakan semuanya dari akar sampai ujung daun. Sangat detail, tak ada yang terlewatkan. Bahkan di bagian dimana Jinyoung menampar ku juga ku ceritakan.

Hmm, awalnya aku tak ingin menceritakan bagian itu, tapi mata kak Taeyong yang tajam itu entah kenapa bisa melihat kemerahan pada pipi kiri ku kala itu. Yah, kuakui tamparan Jinyoung saat itu lumayan ‘wauw’ banget.

Reaksinya? Entahlah, ku rasa saat itu dia berusaha menahan emosi, terlihat dari rahang nya yang mengeras dan tangan yang terkepal sepanjang perjalanan cerita ku.

Ah, fyi, bukan aku yang punya inisiatif untuk cerita. Tapi kak Taeyong yang memaksa ku, karena katanya aku murung terus. Padahal rasanya aku bersikap biasa saja.

Aku salah karena pernah berpikir kakak ku itu manusia yang tidak peka dengan adiknya.

“dek”

“hm?”

“kapan mau turun?”

Aku diam sejenak, “nanti deh, kak. Yuna ngak mau berpaspasan sama Jinyoung nanti” jawab ku, kak Taeyong hanya mengangguk paham.

“dek” panggilnya lagi.

“apa?”

“jangan terlalu pikirin Jinyoung”

Aku hanya diam, tidak menanggapi perkataan kakak ku itu.

“ingat ya dek, kamu putus sama Jinyoung itu buka—“

“aku ngak permasalahin tentang kami putus apa ngak nya kak” sela ku, kembali menatap kak Taeyong, “tapi cara dia perlakuin aku waktu itu” lanjut ku dengan suara lirih.

“Yuna—“ aku menghela nafas ku sebelum melanjutkan kalimat, mencoba membuat tameng untuk menguatkan diri ku yang mulai kalut, “—ngak suka dengan dia yang pura-pura ngak kenal, memaki, menuduh, bahkan nampar Yuna, seakan Yuna itu cuma sampah yang—“

“DEK!” bentak kak Taeyong, membuat ku terkejut dan berhenti berucap.

Ku tatap manik kak Taeyong yang nampak sedikit merah itu dalam-dalam.

My savior & protector : Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang