1.) First Impression

Mulai dari awal
                                    

"Udaaaah, diem kalian semua. Sekarang serius, Chanhee beneran kamu bukan orangnya?" Juyeon menatap Chanhee, membuat Chanhee pipinya memerah malu karena mustahil dia mengaku. Akan tetapi, berbohong juga adalah perilaku buruk.

"...iya beneran bukan aku."

Hyunjae menyipitkan matanya. "Gimana, Je? Masih belum terima?" Juyeon bertanya dengan halus mencoba sebaik mungkin agar tidak ada perkelahian diantara kedua lelaki ini.

Lagi-lagi Hyunjae mendengus, memilih meninggalkan keributan itu. Dia memasang airpods nya dan mulai bersenandung segera pergi meninggalkan Juyeon dan Chanhee yang dari tadi hanya menunduk.

"Maafin temenku, ya. Harusnya akuㅡ"

"Bukan salah kamu kok," Chanhee menambahi.

'Yaiyalah salahku' batin Chanhee.

"Lagian udah kelar juga masalahnya. Makasih ya, Ju. Udah mau dateng di waktu yang tepat."

"Hehe, iya sama-sama." lelaki itu tersenyum manis membiarkan giginya terlihat.

"Dia temen kamu?" tanya Chanhee.

"Hyunjae? Dia mah kating kita. Anak FK."

"Ohㅡ" Chanhee tersentak kaget berusaha mengatur nafasnya. Dia menutup mulutnya yang menganga seketika. Seluruh pikiran bermunculan, bisa-bisa dia terkena masalah kalau bertemu orang itu lagi, karena fakta Hyunjae masih sekampus dengannya. Dia tidak yakin Hyunjae orang yang akan se-spontan seperti tadi sebab dia adalah anak FK, tapi karena menurut Chanhee first-impression adalah yang terpenting, dia merasa hidupnya tak lagi aman.

"Kenapa?" Juyeon menepuk pundak Chanhee, dia menjadi beku seketika, "gapapa kali. Kan emang baru dua tahun wajar aja belum kenal. Nanti kalau ada kesempatan atau barangkali ketemu di kampus, kalian bisa kenalan."

'Bener-bener gila ini orang' batin Chanhee.

"Iya, Ju. Emang gapapa, sih. Tapi makasih banyak udah mau perhatian sama aku. Kamu pulang aja duluan, aku mau bersihin sepatuku dulu." Chanhee yang meringis seringkali menunjuk pucuk sepatunya agar Juyeon dapat di persuasif segera pergi dari gang itu. Pikiran Chanhee benar-benar kacau hanya karena batu kecil yang telah ditendangnya.

"Hmm, oke. Jaga diri kamu ya." Juyeon tersenyum. Dia berbalik meninggalkan Chanhee. Setelah sepuluh langkah, Juyeon berbalik. Dia melambai kepada Chanhee seraya memanggil nama belakangnya, "Dah, Choi!" disana tampak senyum terlebar milik Juyeon.

Juyeon kembali berbalik dan mulai berjalan cepat mengejar Hyunjae karena posisinya jauh tertinggal di belakang. "Hu um. Iya. Dah, Lee ..." Chanhee membalasnya lirih sambil tersenyum kecil.

"Baik banget, Juyeon. Dia masih sama, nggak berubah." gumamnya. Kemudian Chanhee kembali menyalakan lagu 'Zombie'.

"Jeee!"

"Apa?"

Juyeon berhenti dari larinya. Dia menunduk, memegangi kedua lutunya, terengah-engah setelah mengejar Hyunjae yang jaraknya bisa dikatakan cukup jauh ditempuh dalam waktu yang singkat.

"Hei..." Juyeon masih terengah, "kenapa jalannya cepet banget..."

"Hmm? Gitu doang capek lo, Ju? Lagian kenapa sih kejar-kejar gue. Sana lo temenin laki pembohong itu."

"Je... Dia nggak salah. Pelakunya masih abu-abu. Dia juga sekampusㅡ"

"Udah tau."

Juyeon mengedipkan kedua matanya beberapa kali. "Haa? Gimana-gimana?"

"Ya gue udah tau. Dia sering dateng ke klinik tempat gue kunjungan biasanya."

"Chanhee? Sering banget? Lo tanyain gak kenapa?"

"Gatau sih. Kayaknya dia kesana rutin. Lo kan temen dari SMA nya masa gatau?"

"Engga, sih. Kita nggak sedeket itu. Cuma dulu gue pernah nganter dia pulang ke rumahnya. Tapi dia nolak sampai ke depan rumah."

"Kenapa lo nganter dia?" Hyunjae bertanya.

"Eh... Gatau. Lupain aja."

Juyeon dengan cepat mengajak Hyunjae untuk duduk. Meneguk sejenak kopi americano yang mereka telah beli sedari tadi sambil memandangi jalan raya.

"Ehm..." Juyeon menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mencoba untuk membuka pembicaraan lagi.

"Kenapa?" Tanya Hyunjae.

"Gapapa sih, kalau lo ketemu dia jangan lo galakin. Kalau keliatan butuh bantuan ya bantu aja." Juyeon menjelaskan sambil memainkan kakinya. Dia menunduk sembari menendang kecil kaki meja.

"Ya, Je?" Juyeon menambahi. Dengan cepat dia mengalihkan pandangannya ke Hyunjae.

"Hmm, gimana?" Hyunjae kebingungan. Juyeon hanya tersenyum. "Plis.."

Hyunjae menaruh pandangannya ke kanan dan ke kiri tanpa tujuan. Dia hanya menghindari wajah Juyeon. Akhirnya dia menghela napas, menyenderkan badannya ke kursi, kemudian melipat tangannya ke depan, "Iya, deh. Apa sih yang enggak buat temen."

Juyeon dan Hyunjae tertawa kecil secara bersamaan. Dua lelaki itu seakan dapat membaca pikiran satu sama lain. Bagaimana tidak? Mereka adalah teman masa kecil. Dari TK, SD, SMP mereka selalu bersama. Hanya saja waktu SMA, Hyunjae dibawa orang tuanya untuk pindah ke Okinawa, Jepang. Seharusnya dia tetap menimba ilmu di negara sakura tersebut, akan tetapi dia menolaknya dan lebih memilih kembali ke kampung halaman karena dia tidak tahan dengan perlakuan kedua orang tuanya kepadanya.

Mengetahui fakta bahwa Hyunjae adalah anak yang tidak cukup mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, Juyeon diberi pesan oleh ibunya untuk selalu menemani Hyunjae. Bahkan seringkali Hyunjae lebih memilih menginap di rumah Juyeon yang dapat dengan baik menyambut dan memperlakukan Hyunjar dengan sangat baik. Hyunjae sangat mensyukuri itu.

I Fell For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang