1/2

19 4 0
                                    

          Semua berawal ketika Arindy mengalami patah hati pertamanya di usia 17 tahun. Dan dari hari itu sampai sekarang ia masih membenci dirinya sendiri mengapa bisa diputuskan waktu itu. Apa karena ia gendut? Berjerawat? Kurang putih? Entahlah kepalanya juga sakit memikirkan hal itu padahal sudah 3 tahun berlalu tetapi dirinya tak mampu untuk melupakan. Mantan pacarnya saja sudah menemukan bahagianya sendiri, namun diri ini sangat sulit untuk berteman dengan kebahagian itu. 3 tahun sendirian juga tak membuat Arindy berniat untuk mencari sosok pacar lagi. Ia terlalu takut ditinggalkan kembali karena segala kekurangannya itu. Kekurangan yang tak mendasar sebenarnya, karena sosok Arindy 3 tahun yang lalu dengan sekarang telah berubah. Iya berubah, tapi tidak dengan sifat mindernya. Seperti sekarang, dirinya memilih duduk di pojokan café untuk menunggu seseorang dengan pakaian dominan hitam dari ujung kepala sampai kaki.

Sudah sekitar 30 menit menunggu sembari memainkan HP-nya dan merenung, akhirnya yang diharapkan datang juga. Sosok Devan dengan kemeja flanel digulung hingga siku.

“Hi, udah lama Rin?” sapa Devan begitu sampai, lalu mendaratkan tubuhnya pada kursi kosong di sebelah Arindy

“Bukan lama lagi, tapi lama banget tau! Gak panas lagi tuh kopinya” balas gadis itu dengan kesal yang membuat Devan hanya bisa meringis sembari mengatupkan kedua tangannya seperti orang meminta maaf

“Macet tadi, sumpah!”

“Alasan klasik. Udah mana sini tugasnya?”

Dengan sigap, Devan langsung mengeluarkan laptop dan membukanya. Sembari menunggu menyala, lelaki itu pun turut memperhatikan penampilan Arindy hari ini. Yang dari awal kenal sampai sekarang stylenya tidak pernah berubah ataupun ada variasi lainnya.

“Kenapa selalu pake baju hitam sih? Hatimu berkabung terus ya?” canda Devan

“Ih bukanlah, biar keliatan kurus aja kalo pake hitam”

“Tapi menurut aku kamu gak gendut lah Rin” gumam Devan menatap gadis itu dengan raut serius agar Arindy menjadi yakin dengan pernyataannya

Arindy pun balas menatapnya dengan wajah malas, “Iya menurut kamu enggak, buat orang lain?”

“Yaa jangan terlalu dengerin orang lain dong. Dengerin baiknya terus yang buruk dibuang Rin”

“Kalo ngomong mah mudah Devan. Sudahlah..”  balasan dari gadis itu membuat Devan jadi teringat akan sesuatu

“Aku ada kata-kata bagus untuk kamu nih”

“Apa?”

“Kamu tahu Kupu-kupu?”

“Tahu”

“Dia gak bisa lihat kecantikan dirinya sendiri tapi bisa lihat kecantikan mahluk lain. Padahal  mah kalau ngaca, ya cantik”

“Terus?” tanya Arindy yang masih bingung dengan semua ucapan Devan

“Ya kayak kamu. Kamu kupu-kupu nya”

Sempat terdiam beberapa saat, baik Arindy dan Devan sama-sama saling bertatapan dan lelaki itu berharap besar bahwa Arindy akan paham makna ucapannya tadi.

“Tapi aku cocokan jadi kumbang deh kayaknya” balasan final dari gadis itu membuat Devan menepuk jidatnya sendiri dan memilih untuk fokus pada laptop di depannya saja sekarang. Terlalu kesal apabila harus menatap Arindy lagi.

“Iye terserah lu mau jadi apaan dah! Kumbang, dinosaurus, atau lebah. TER-SE-RAH!”

Tak memperdulikan perkataan Devan, Arindy memilih untuk melihat jari jemari lelaki itu yang sudah fokus menari pada keyboard laptop. Suara ketikan diselingi beberapa tanya jawab menemani waktu mereka untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pak Adnan yang sebentar lagi akan selesai karena sebagian memang telah dikerjakan.

FLY (First Love Yourself) / Twoshoot (END)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant