PENGUATAN KARAKTER BANGSA MELALUI AKTUALISASI NILAI-NILAI BUDAYA DAERAH SUMBAWA

57 10 0
                                    

Penguatan pendidikan karakter merupakan program pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah karsa, olah pikir, dan olah raga dengan dukungan pelibatan publik dan kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Program penguatan pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah dalam UU No. 20 Tahun 2003 sudah sejalan dengan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Sumbawa. Dalam masyarakat Sumbawa harmonisasi olah hati, olah karsa, olah pikir, dan olah raga pada dasarnya terdapat dalam tradisi lisan masyarakat Sumbawa yang disebut "Lawas". Menurut Usman Amin (Apresiasi Tradisi Lisan Samawa), lawas adalah jenis puisi tradisional khas Samawa (Sumbawa) sebagai ungkapan perasaan hati yang umumnya tersusun indah dalam tiga baris per bait dan pada setiap baris (larik) terdiri dari gugusan delapan suku kata. Isinya yang bernilai tinggi dalam lawas mengungkapkan suka cita, kasih sayang, filsafat atau agama, nasehat, pendidikan, sindiran, dan kelakar.

Pemunculan karya seni lawas di Sumbawa tidak diketahui secara pasti darimana dimulai. Diperkirakan dimulai oleh menteri-menteri Sultan Sumbawa yang pulang berguru dan belajar agama Islam di Aceh, Semenanjung Melayu, dan Banjar. Mereka mengajak para ulama dan pujangga penyebar agama Islam (termasuk dari kota Lawe, Padang Lawas dan Sumatera Utara) untuk datang ke Sumbawa. Kemudian para pujangga itu membuat syair yang selanjutnya disebut lawas.

Nilai-nilai karakter dalam masyarakat Sumbawa tercermin pada makna lawas yang bernilai tinggi diantaranya:
a. Nilai Filsafat Agama

Sai sate nyaman mate
Laga mo rembit sambayang
Lema nyaman nyawa lalo

Dalam lawas di atas, kata atau kalimat yang menggugah emosi berada pada baris kedua dan ketiga yakni "Laga mo rembit sambayang" dan "Lema nyaman nyawa lalo". Kata atau kalimat "Laga mo rembit sambayang" mengungkapkan makna "mari mendirikan atau melaksanakan sholat", sedangkan "Lema nyaman nyawa lalo" bermakna agar nyawa atau roh mudah terlepas dari raga pada saat menghadapi sakaratulmaut nantinya. Jadi makna dari lawas di atas adalah siapa saja yang mengharapkan kematian dan ridho Allah Swt. maka marilah mendirikan dan melaksanakan sholat agar nyawa (roh) kita mudah terlepas dan mendapat tempat yang layak di sisi Allah Swt.

b. Nilai Pendidikan

Sai sate nyaman telas
Laga baguru pangeto
Lema salamat parana

Lawas di atas mengusung tema yang sangat mendalam yakni pendidikan atau menuntut ilmu. Tema tersebut tersirat pada baris kedua "Laga baguru pangeto" yang berarti marilah menuntut ilmu, kemudian didukung oleh baris pertama dan ketiga yang merupakan dampak dari menuntut ilmu yakni mencapai ketentraman dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat. Selain tema, makna yang terkandung dalam lawas di atas juga sangat mendalam. Diantaranya bahwa siapa-siapa yang ingin mendapat kenyamanan, kemakmuran, ketentraman, kesejahteraan, dan keselamatan dunia dan akhirat maka tuntutlah ilmu setinggi mungkin.

c. Nilai Gotong Royong

* Adat sapuan baradat

Katawa rena mupakat
Boat rea bau angkat

*Sapuan ana gilae

Peno ragi peno macam
Luk cara saling sakiki

Lawas di atas merupakan suatu lawas yang menggambarkan tentang budaya masyarakat Sumbawa dalam bidang pertanian dan kemasyarakatan. Dalam bidang pertanian masyarakat Sumbawa adalah masyarakat yang memiliki sikap tolong- menolong, gotong royong, dan pekerja keras.

Sapuan ana gilae
Peno ragi peno macam
Luk cara saling sakiki

Budaya tolong-menolong dan gotong royong dari dahulu hingga sekarang sudah terpatri dalam diri masyarakat Sumbawa. Banyak cara dan bentuk masyarakat Sumbawa dalam mengaplikasikan sikap tolong-menolong. Dalam bidang pertanian dikenal dengan istilah "Barajak" atau "Basiru" yang dilakukan pada saat membajak sawah, menanam padi maupun pada saat panen atau kegiatan-kegiatan sejenis lainnya.

Tau Samawa adalah mereka yang dengan sukarela tinggal, hidup dan bersumpah lahir batin membangun Tau dan Tana Samawa itu sendiri. Bukan hanya membangun fisik tana (Tana berarti tanah atau bumi), tetapi juga membangun mental tau (Tau berarti orang atau jiwa atau semangat) yang dimulai dari membangun dirinya sendiri. Sepanjang sejarah eksistensi Tau Samawa baik sejak prasejarah, masa sejarah maupun di zaman modern ini para pemimpinnya selalu mampu menciptakan kedamaian dalam kemakmuran. Hal itu bersumber dari rasa malu (ilaq) apabila tidak sama dengan orang lain.

Para pemimpim-pemimpin lokal menekankan kepada warganya menjaga "sapulu saleng" yaitu :
1. Saleng Pediq, yaitu rasa empati terhadap penderitaan orang lain, karena orang lain itu dianggap sebagai bagian dari dirinya sendiri. Kalau orang lain menderita, maka menderitalah ia, dan sebaliknya kalau orang lain bahagia maka bahagialah dia.

2. Saleng Sayang, tumbuh dari sikap saleng pediq, karena merupakan manifestasi kasih sayang antarsesama dalam lingkungannya.

3. Saleng Saduq, muncul setelah mereka saling mempercayai satu sama lain, bersumber dari rasa percaya diri masing-masing individu, sebagai bentuk kejujuran.

4. Saleng Sakikiq, adalah kemampuan saling berbagi rasa dalam suka maupun duka, melarat maupun makmur bersama-sama menapaki dan melayari kehidupan dalam segala suasana.

5. Saleng Tulung, merupakan kewajiaban setiap insan untuk saling membantu dalam berbagai masalah, dan umum kita sebagai sifat kegotong-royongan dalam masyarakat.

6. Saleng Satingi muncul karena rasa hormat kepada orang lain. Siapa yang menghormati orang lain, maka ia akan menjadi lebih terhormat, dan siapa yang merendahkan orang lain, maka ia akan menjadi lebih dihina oranglain.

7. Saleng Jango, adalah sikap kekeluargaan yang dipupuk melalui saling mengunjungi bersilahturahmi dengan sesama dan orang lain. Dalam masyarakat Sumbawa dikenal tamu pribadi, tamu keluarga, dan tamu desa.

8. Saleng Satotang, sebagai wujud beramar makruf nahi mungkar dalam masyarakat yaitu, saling mengingatkan kepada kebaikan dan menghindari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.

9. Saling Beme, yaitu saling membimbing meningkatkan dan mengembangkan potensi masing kearah kebaikan bersama.

10. Saleng Santurit adalah kata-kata menuju kepada kemajuan dalam pengembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Di dalam kebhinnekaan Indonesia, Tana Samawa (Daerah Sumbawa) memang merupakan bagian terkecil, tetapi ia berhak hidup dan mewarnai kehidupannya sesuai dengan alam lingkungannya, aspirasi dan potensi, cita-cita dan harapannya.

Program penguatan pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah dalam UU No. 20 Tahun 2003 sudah sejalan dengan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Sumbawa. Tidak hanya pada pemaknaan "Lawas", penguatan dan nilai-nilai pendidikan karakter tertuang dalam "Adab Edap Tau Samawa" yakni saling pediq, saling sayang, saling saduq, saling sakiki, saling tulung, saling satingi, saling jango, saling satotang, saling beme, dan saling santurit. Dengan demikian aktualisasi penguatan pendidikan karakter yang dicanangkan oleh pemerintah sejalan dan selaras dengan nilai-nilai budaya daerah Sumbawa.

Larisa Eka Safitri
Siswi Kelas X MIPA 4
SMA Negeri 1 Sumbawa Besar

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PENGUATAN KARAKTER BANGSA MELALUI AKTUALISASI NILAI-NILAI BUDAYA DAERAH SUMBAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang