- Behind Cut (1)

476 121 37
                                    

"Tirai kehidupanku ditutup." Aku mengakhiri narasi yang kubacakan dengan tanda titik kemudian merapikan kertas-kertas yang ada di tanganku. Kubalikkan halaman yang telah selesai kubaca dan bersiap untuk membacakan cerita setelahnya. Akan tetapi, Hueningkai yang semula diam, bangkit dari sandaran kursinya dan menekan tombol pause pada software perekam. Setelah itu dia menautkan kesepuluh jemarinya saling bersilangan dan meletakkan dahinya di sana.

Keheningan berlangsung selama beberapa detik dan aku sempat berkedip dua kali sebelum lelaki ini mengeluarkan suaranya. "Kau benar-benar melihatnya seperti itu?" tanyanya kemudian menatapku. Di matanya terdapat ketidakpercayaan akan cerita yang tengah kubacakan.

Untuk menjawab pertanyaannya, aku hanya mengendikkan bahu dan mengangkat alisku. Namun embusan napas beratnya yang datang setelah itu, membuatku ingin menjawabnya dengan kalimatku. "Aku tidak bisa memastikan."

"Jadi kita akan memberikan dongeng sebelum tidur. Begitu?" desaknya.

"Dongeng itu cerita fiksi dan aku hanya menceritakan kisah nonfiksi." Aku mengatakannya dengan singkat.

Namun dia kembali berucap. "Kau bahkan tidak bisa memastikan cerita ini nyata atau tidak. bagaimana bisa kau bilang cerita ini nonfiksi." Dia mengambil tumpukan kertas yang ada di hadapannya dan membantingnya lagi di atas meja. Tatapannya sedikit kesal akan jawabanku yang cuma seadanya atau mungkin karena penggambaran yang terlalu berlebihan di cerita yang akan kami bacakan. "Apa kau tidak menyeleksi cerita yang masuk?"

Aku terdiam.

"Bagaimana bisa ada cerita fantasi dari platform orange masuk? Atau mungkin kau membacakan fanfiction sebuah boygroup korea beranggotakan lima orang dengan 17 huruf sebagai nama grupnya?"

"Tidak kok!" sergahku dengan cepat. "Aku menyortirnya terlebih dahulu."

Dia kembali menatapku. "Lalu?"

Aku menggigit bibirku sendiri, mencari kalimat yang tepat. "Aku dapat merasakan semua yang tertuang di sini benar adanya. Masalah nyata atau tidaknya itu kau yang menentukan, kan bagian akhirnya kuberikan padamu."

Alis Hueningkai menyatu dan pipinya mengembang ketika dia menarik sudut bibirnya ke samping. Lelaki itu tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengatakan, "Oke," sembari memakai headphone-nya.

Kemudian pemuda itu duduk tegap, mengatur mic-nya dengan nyaman dan menekan tombol record.

"Langit membuangku dan laut menerimaku. Akankah kisahku terhapus dari rasi bintang selamanya?" Suaranya yang lembut masuk dengan sopan ke lubang telingaku dan aku dapat merasakan emosinya yang begitu dalam.

Night Talks || HueningkaiWhere stories live. Discover now