Prolog

17 8 20
                                    

"Tahu begini, aku tidak akan mau menuruti permintaannya."

Ryuga Altezza Wynter menggerutu pelan. Beberapa waktu yang lalu dia diminta oleh wali kelasnya untuk membawa sebuah box ke sebuah gedung yang terletak di pinggiran kota. Ingin menolak, tapi wajah memelas dari Mr. Agler—yang sejujurnya tidak cocok dengan garis wajahnya yang tegas—membuatnya lama-kelamaan tidak tega.

Sekarang, Ryuga mulai menyesali kembali keputusannya setelah melihat kondisi gedung itu.

Dari luar, gedungnya terlihat layaknya bangunan tua biasa. Tetapi saat masuk, bau apek langsung menyerang indra penciumannya. Sarang laba-laba tersemat di seluruh sudut ruangan, dan ada beberapa lantai keramik yang sudah hancur.

Cahaya yang masuk sangat minim. Dan hanya ada Ryuga di sana.

Namun bukan itu yang mengganggu baginya. Karena box yang dia bawa harus diletakkan di lantai dua, artinya dia harus mencari rute untuk naik ke atas. Sedangkan satu-satunya pintu darurat di sana terkunci dan tidak bisa dibuka.

Rute lain yang bisa dia gunakan hanyalah sebuah elevator tua. Dan itu yang menjadi masalah. Ryuga tidak suka berada dalam ruangan tertutup dan sempit, dia mengidap klaustrofobia.

"Apa aku letakkan di sini saja, dan bilang pada Mr. Agler bahwa box-nya sudah ada di atas?" Ryuga bermonolog sembari menatap pintu elevator itu. Sepasang alis tebalnya mengerut beberapa saat, akhirnya dia menggeleng. "Tidak. Hal seperti itu jelas bukan style-ku."

Ryuga meyakinkan diri, lalu melangkah memasuki elevator dengan kakinya yang panjang. Cepat-cepat dia menekan tombol angka dua. Saat pintu tertutup, degup jantungnya meningkat. Ryuga mengatur napas, berusaha mengenyahkan rasa gelisah dan takut yang mendadak menggerayanginya.

"Tahan, Ga," gumamnya. "Hanya naik satu lantai, lalu keluar." Harapannya saat itu hanya satu. Cepat keluar dari tempat sempit yang seakan mau menelannya itu.

Sayangnya, ketika pintu elevator terbuka, dunia yang terlihat di depan matanya benar-benar terasa asing dan aneh.

Bukannya berada di gedung tua yang sumpek, tahu-tahu saja dia berada di pemukiman yang begitu luas namun kelam. Ratusan rumah dari bahan kayu berjejer rapi, lalu lalang penduduk sekitar beserta hiruk-pikuk kehidupan.

Tetapi semua pohon di tempat itu kering dan tidak memiliki satu pun daun. Tanahnya gersang. Setelah diperhatikan, penduduk di tempat itu semuanya terlihat kurus, seperti menahan lapar haus.

Ryuga bingung. Di mana dia sekarang? Apa yang terjadi? Bagaimana bisa dia berada di tempat yang berbeda?

Salah satu anak kecil lelaki menyadari kebedaraannya, lalu berjalan mendekat. Anak itu tersenyum, dua tangannya direntangkan lebar. Satu kalimat sambutan keluar dari bibirnya.

"Selamat datang di HELLEVATOR."

Dan saat itulah, Ryuga tersungkur ke tanah. Kehilangan kesadaran, dan akhirnya pingsan.

•••

Gimana? Bagus, nggak?

Tinggalkan jejak, ya.

See you🍂

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HELLEVATORWhere stories live. Discover now