17. Mengetuk Pintu Rumah Malaikat

Start from the beginning
                                    

"Jangan sampai Tala tahu," kata Lucas penuh penekanan.

Aku menatapnya tajam. "Bang Lucas pikir, aku akan membiarkan calon suamiku tahu jika aku mencium pria lain tepat dua hari sebelum pernikahan?!" Aku berhenti sebentar, entah hanya perasaanku, ada ketakutan dalam sorot kakak laki-lakiku. Lucas itu memiliki keberanian yang luar biasa, makanya aku penasaran apa yang membuat dia takut. "Aku ingin pulang," lanjutku.

Lucas memberikan jalan untukku. "Tala sudah menunggu. Hati-hati, ingat pesan Bang Lucas," katanya.

Aku melengos. Mengabaikan.

Aku kembali berjalan menuju lantai satu tempat pesta lajang Tala diadakan. Aku sempat tercekat saat Tala sudah berada di ujung tangga, bersandar di sana tampak seperti patung dingin yang menawan. Satu hal yang pasti, Tala pasti mendengar percakapanku dengan Lucas. Mati.

"Kamu di sini," itu ucapan pertama Tala

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu di sini," itu ucapan pertama Tala. "Kamu tidak seharusnya di sini," koreksinya.

Ini bukan saat yang tepat untuk terpesona. Tapi, Nabastala memang begitu rupawan malam ini. Kemeja putih dengan dua kancing terlepas, bagian lengan diabaikan berantakan. Dia seperti model iklan celana dalam. Oke, kenapa celana dalam? Because he looks so yummy!

Fokus Felicia. Bukan saat yang tepat untuk memikirkan celana dalam. Masalah ada di depan mata kamu. Tala bisa menyeruduk siapa saja jika marah. Ada yang bilang, marahnya orang sabar dapat meruntuhkan dunia. Well, setuju kalau orang sabar itu bawa bom melotot pasti dunia hancur kalau bomnya dilempar. Kenapa ngomongin bom sih? Makin ngaco ini aku.

Sebenarnya, pikiranku mengoceh abstrak begini agar bisa melupakan perbuatanku tadi dengan Jasper. Rasanya deg-deg begitu, ada yang menusuk hati. Namun, kecupannya tidak membuatku senang. Cukup, Felicia.

Aku mengulurkan tangan agar Tala meraihku. Aku butuh pegangan kuat agar tidak mengingat kembali adegan yang kulakoni bersama Jasper.

"Aku hanya ingin tahu ... apa Mas Tala sungguhan suka penari telanjang?" Aku membuka topik baru.

Tala menggeleng, dia menarikku mendekat. "Kita pulang," katanya pelan.

Tala tidak ingin ada perbincangan di antara aku dan dirinya. Maka aku hanya diam sepanjang perjalanan yang mengarah ke rumahku. Aku duduk tegak, mengatur nafas yang tiba-tiba sesak. Kepalaku pusing dan perutku kukuruyuk karena lapar. Sedih.

"Mas Tala, aku lapar. Rasanya mau meninggal."

"Jaga mulut kamu."

Oke, diam Felicia.

Tala sungguhan mengabaikan bunyi perutku yang lantang. Biasanya, dia mengajakku makan. Ternyata, mood Tala tidak begitu baik sehingga bersedia mengajakku makan nasi goreng Mang Ujang.

Oh My Husband!Where stories live. Discover now