Chapter 7

44 5 7
                                    

7. Kesialan yang hakiki (1)

Pagi hari menyapa matahari yang kerap muncul dari celah-celah jendela kamar yang bernuansa biru serba bergambar doraemon, dari mulai tempat tidur, sprei, poster, hingga casing hendpone miliknya juga bergambar doraemon.

Ia terbangun saat alarm itu terus berbunyi hingga beberapa kali mengerang untuk bangun dari tidurnya. Gadis itu Nara ia melihat kearah jam.

Jam 06: 45 menit.

"Masih jam segini," gumamnya dengan menutup kembali selimut yang sudah teurai.

1 detik

2 detik

3 detik

4 detik

Ia mengingat kembali apa yang dia lihat, lalu mengerjapkan mata dengan mengucek-nguceknya dan beralih melihat jam yang terpampang dinakas itu.

"HAH?! JAM 06:45?!" teriaknya menggema, dengan raut muka terkejut seperti orang ling-lung.

Ia reflek keluar dari gemutan selimutnya dan beranjak dengan tergesa-gesa.

'Dugh!'

Ia terpentok tembok kamarnya sendiri karena terlalu terburu-buru.

"Ck! aw! Lo yah ngapain ada disini si tembok, lu?" Ia berucap seakan-akan tembok bisa berbicara dengannya, ia mengomeli tembok itu lalu mengambil handuk dan berlangsung ke kamar mandi.

Untung saja disana hanya ada dia sendiri, mungkin kalo didepan orang banyak pasti ia akan ditertawakan. Nara keluar kamar setelah rapih, ia melihat jam dipergelangan tangannya.

Jam 06: 52 menit.

Berarti gadis itu bersiap-siap selama kurang lebih 7 menit.

"AKH! BANG DIO!" Ia berteriak namun tak mendapati lelaki itu, kemana dia?

"MANG UDIN!!" panggil Nara memanggil seorang sopir. Dengan satu teriakan pria paruh baya yang nampak berlari itu menghampiri Nara.

"Kenapa Non?"

"Bang Dio kemana?"

"Tadi katanya izin ke kampus karna buru-buru, terus nitip pesan buat bangunin non Nara," jelasnya dengan dibalas cebikan dari Nara kesal.

"Terus kenapa gak bangunin Nara, Mang?!"

"Maaf Non lupa, hehe." Pria itu terkekeh.

"Yaudah Nara kerumah Alvano dulu." Dibalas anggukan dari Mang Udin.

"ALVANO!"

"ALVANO!"

Nara teriak-teriak didepan rumahnya Alvano, namun tak ada sahutan, bukannya ada bel ya kenapa harus teriak?

Seorang wanita paruh baya datang membukakan pintu untuknya, Renita Mamanya Alvano. "Mmm, maaf Bun ... Alvanonya udah berangkat sekolah belum?" tanyanya lembut.

Nara memanggil Renita dengan panggilan Bunda, karna wanuta itu yang menyuruhnya.

"Loh kamu gak bareng Vano?"

'Dam it!'

Pertanyaan itu, ia sudah berpikir bahwa Alvano sudah pergi ke sekolah tanpa menjemput Nara, tega banget. Nyesel Nara datang ke rumah Alvano padahal cowok itu sudah berada di sekolahan.

'Masa dia tega sih!? Apa... Karna kemaren? Akh gak mungkinkan kalo marah gara-gara diejek!' batinnya.

Setelah berpamitan dengan Renita, ia langsung bergegas kerumahnya membawa mobil sendiri dan langsung menancap gas. Buang-buang waktu saja ia menanyakan cowok itu, mungkin walaupun ia ngebut akan tetap telat karna jaraknya dengan sekolah agak jauh.

                                         -00-

"Sial dah gue hari ini!" umpat Nara ketika mobil yang ditumpanginya mogok ditengah jalan.

Ia turun dari mobilnya, mau memperbaiki tapi ia tak mengerti pasal mesin, jalanan pun nampak sepi tanpa kendaraan, ia mau minta tolong pada siapa?

Nara kembali mengumpat. "Akh! Hari apa si ini dari tadi keknyah sial mulu!"

Nara menoleh melihat-lihat, adakah mobil yang melewatinya hingga ia bisa menumpang sampai ke sekolah. Nara nampak mengembangkan senyum saat melihat mobil sport di belakangnya ia langsung berdiri di tengah tanpa takut tertabrak dengan tangan yang tersilang-silang diatas kepala, kode untuk si pengendara mobil agar berhenti.

Setelah mobil itu berhenti Nara melihat si pengendara itu, yang nampak agak familiar di matanya.

Nara menepis pikiranya siapa dia, lemot makanya ia langsung saja bertanya. "Ee--Mas boleh numpang ke SMA Bima Aksara gak?"

Pria itu menoleh dengan wajah datar nan dinginnya menelusuk ke raung mata Nara.

'Ini bukannya Leon bukan ya? Eh, siapa si Lion?' batin Nara.

"Emangnya gue sopir?" Leon membalaspun dengan tak bersahabat.

"Lo leon kan? Sekolah kita sama gue boleh nebeng ya?"

"Minggir!"

"Idih kalem dong, kan gue nanya baik-baik!"

Nara kembali kesal karna sudah berbicara baik-baik malah dibalas berbanding terbalik olehnya.

Cowok itu memandang kearahnya tajam.

"Pokonya anterin gue ke sekolah, lo kan---" belum sempat Nara menyelesaikan ucapannya, Leon menyelanya.

"Gak!"

Udah datar, tajam, dingin, pelit pula. Nara kembali menggerutu kesal saat pria itu melaju dan meninggalkannya.

"DASAR PELIT!" Nara meneriakinya, bodo amat mau ia marah ataupun enggak toh memang kenyataanya ia pelit.

Nara memejamkan matanya sejenak. " TUHAN ... KIRIMKAN PANGERAN UNTUK MENOLONGKU, CINDERELLA SEDANG KESULITAN!" lantangnya dengan geram.

Leon yang berada tak jauh dari sana pun terkekeh pelan dari mobilnya, sebenarnya ia berhenti karena ragu untuk meninggalkan gadis itu, lalu ia memberhentikan mobilnya dan melihat Nara yang menggerutu sambil memejamkan kedua matanya.

Ia langsung saja memundurkan mobilnya, tepat disisi gadis itu. Nara masih terpejam komat-kamit agar ada yang menolongnya.

"Naik!"

Sebuah suara menyadarkannya, dan akhirnya membuka matanya.

'Hihh, dia lagi.... Masa dia pangeran gue si, yakali pangeran es gitu!' -Batin Nara.



Cuap-cuap Author

Relain hati kalian buat Leon ya sama Nara:)
Tenang aja, masih lama bangeeeet menuju ending, karena aku mau bikin masalah yang ambyar bangett hehe.

Pokonya 2V, kalo bisa kasih saran ke aku atau kritikan akan dibalas dengan senang hati:).

Rab, 14 oktober 2020.

Between Me And ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang