Seiring bertambahnya usia, Lan Qiren hendak mewariskan usahanya. Untuk itu dia ingin Lan XiChen meneruskan pendidikan di bidang bisnis. Mengabaikan darah seni dalam tubuh sang keponakan yang diturunkan dari ibunya. Lan XiChen menolak baik – baik keinginan itu. Dia telah mengikuti semua perintah sang paman atas dasar balas budi. Sebagai ganti, dia hanya menuntut kebebasan berkreasi di dunia seni. Dia ingin menjadi seorang pelukis. Itu saja.
Sayang, Lan Qiren tidak memberikan restu. Dengan terang – terangan dia menentang keinginan Lan XiChen. Mereka terlibat pertengkaran besar hingga berujung pada tindakan impulsif dari sosok yang terkenal amat penurut. Untuk pertama kali dalam 20 tahun, Lan XiChen memberontak. Dia memutuskan untuk pergi dari rumah.
>#*#*#<
"Setelah seminggu berlalu, akhirnya Lan XiChen ditemukan. Dia berada di ruang IGD Rumah Sakit Gusu, dalam kondisi kritis setelah menjadi korban tabrak lari."
Jiang Cheng menatap altar penghormatan dengan tatapan sendu. Angin semilir berhembus perlahan, membela helaian rambut sehitam malam. Kelopak gentian biru turut menari gemulai. Selayaknya sikap lembut pemilik altar itu.
"Ketika ditemukan, banyak luka di tubuh XiChen. Entah apa yang terjadi selama dia berada di luar sana, XiChen tidak mengatakan apapun. Dia hanya bisa menangis dan meminta maaf. Dia sadar bahwa keputusannya untuk pergi dari rumah adalah kesalahan fatal. Karena hidup bebas tak selamanya menyenangkan. Hidup sendiri tak semudah membalikkan telapak tangan. XiChen telah memetik pelajaran itu. Namun, sebelum dia sempat kembali, malaikat sudah terlebih dulu menjemputnya."
Tatapan Wen Qing menerawang jauh. Untaian haru tersemat dalam suara perempuan itu.
"Sebelum meninggal, XiChen berjanji akan membantu orang – orang yang memiliki latar belakang serupa, yaitu pergi dari rumah karena pertengkaran keluarga. Dia tidak ingin ada orang lain yang bernasib naas seperti dia."
Wen Qing terdiam sejenak. Mengulang kisah pilu butuh kekuatan agar tidak terbawa suasana. Apalagi jika harus dilakukan untuk ke sekian kalinya.
"Perlu kau ketahui, Jiang Cheng. Kamu bukan satu – satunya orang yang pernah ditolong XiChen. Seseorang bernama Nie Mingjue dan Meng Yao pernah datang ke sini di waktu yang berbeda. Mereka mengaku bertemu XiChen di jalan, dinasehati olehnya, lalu diarahkan ke rumah ini. "
Angin kembali berhembus. Kali ini sedikit lebih kuat. Mengantarkan sensasi aneh yang sedikit tidak wajar. Terlalu dingin. Terlalu senyap. Harum semerbak selain wangi dupa menguar di udara.
"Rumah tempatmu berteduh semalam sudah kosong sejak XiChen meninggal setahun lalu. Di sanalah dia biasa menghibur diri ketika merindukan ibunya. Tempat itu juga menyimpan semua mimpinya yang tak bisa menjadi nyata." Wen Qing beralih untuk menatap Jiang Cheng. "Dan hanya kamu yang pernah diajaknya ke sana ."
Jiang Cheng tak menyahuti ucapan Wen Qing. Apalagi mempertanyakan mengapa XiChen tidak langsung mengarahkannya ke rumah keluarga Lan—seperti Nie Mingjue atau Meng Yao—dan malah membawanya ke rumah itu.
Memori Jiang Cheng kini sibuk melukis siluet sang dewa penolong yang telah berpindah alam. Melalui pertemuan singkat mereka, dia dapat merasakan kebaikan hati serta penyesalan mendalam XiChen. Yang mungkin menjadi sebab utama mengapa pemuda itu mampu menyebrangi dua dunia, untuk sekedar menepati janji di saat – saat terakhir hidupnya.
"Oleh karena itu, atas nama XiChen... kumohon pulanglah," Wen Qing telah sampai di penghujung kisah. "Sebelum kau menyesal. Sebelum semuanya terlambat."
Jiang Cheng membeku bersama waktu. Terlalu banyak misteri tersimpan. Sementara fakta tak mampu memberi jawaban. Hanya keheningan tersisa bersama puluhan tanda tanya.
YOU ARE READING
Learn From Me
General FictionKetika memutuskan untuk meninggalkan rumah, Jiang Cheng sama sekali tak menyangka bahwa dia akan bertemu dengan seseorang yang sanggup mengubah akhir dari jalan hidupnya.
Part 2 (Complete)
Start from the beginning
