Part 2 (Complete)

Start from the beginning
                                        

Ada yang berbeda saat Jiang Cheng membuka mata untuk kedua kalinya hari itu.

Bukan tentang sinar mentari yang menyorot dari celah ventilasi. Bukan juga tentang posisi tidur yang semula duduk meringkuk jadi berbaring nyaman. Tentu bukan tentang waktu yang telah menggeser malam menjadi pagi.

Bukan itu.

Entah kenapa, rasanya ada yang hilang. Sesuatu yang tak terdefinisi namun begitu dekat. Tak terucap lisan namun membekas kuat. Antara ada dan tiada. Hingga Jiang Cheng harus terbangun dengan detak jantung berantakan. Berusaha mengingat, mencari, namun tak tahu apa yang dia cari.

Dan saat Jiang Cheng menggulirkan netra, barulah dia sadar akan satu hal.

XiChen tidak ada. Sosoknya lenyap tanpa sisa. Senyum, suara, bahkan jejak keberadaan pemuda itu pun turut menghilang.

Sebagai ganti, di hadapan Jiang Cheng muncul seorang perempuan berambut panjang. Dengan wajah berhias sepasang mata jernih, hidung mancung, dan bibir mungil merah alami. Dia mengenakan dress merah hitam sebatas lulut. Usianya mungkin sebaya XiChen.

Perempuan cantik itu duduk di sofa kecil. Seperti sengaja menunggu Jiang Cheng terbangun dengan sendirinya. Dia baru bersuara ketika pandangan mata mereka bertemu.

"Siapa namamu?"

Jiang Cheng—yang saat itu masih belum sadar penuh—menjawab refleks, "Jiang Cheng."

"Aku Wen Qing."

Usai memperkenalkan diri, perempuan bernama Wen Qing itu bangkit. Bergegas menutup lukisan Liebing dan sofa kecil dengan kain putih.

"Adikku—Wen Ning—semalam tidak sengaja lewat di depan rumah ini. Kemudian dia memberitahuku bahwa lampu di ruang depan menyala."

Jiang Cheng masih sulit mencerna situasi. Benaknya dipenuhi pertanyaan tanpa jawaban. Ke mana XiChen? Bagaimana caranya perempuan ini bisa masuk? Siapa dia? Apa hubungannya dengan XiChen?

Gerakan Wen Qing begitu anggun dan cekatan. Tatapannya tegas.

"Aku tahu kau pasti bingung. Oleh karena itu, ikutlah denganku."

Jiang Cheng mengangguk setuju. Dia meraih tasnya dan mengekor di belakang Wen Qing. Begitu pintu depan terbuka, Jiang Cheng tersentak kaget.

Ketika datang bersama XiChen semalam, dia tidak begitu memperhatikan kondisi sekelilingnya. Pikiran remaja itu terlalu fokus mencari tempat sembunyi. Sekarang, berbekal pencahayaan matahari, Jiang Cheng bisa melihat jelas. Bahwa rumah yang dia huni semalaman berpenampilan abnormal.

Rumah mungil itu diapit areal hijau. Pepohonan besar tumbuh di kanan kirinya. Rumput tinggi serta ilalang memenuhi sepanjang pekarangan menuju gerbang utama. Sementara dindingnya kusam, terkelupas di sana – sini. Tampilan luar rumah sangat tidak layak untuk dihuni. Tapi, kenapa Jiang Cheng dan XiChen merasa biasa – biasa saja semalam? Mereka sama sekali tidak menyadari keanehan apapun.

Wen Qing agaknya dapat menebak isi kepala Jiang Cheng. Sambil menerobos rimbunan ilalang, dia bertanya, "Apakah seseorang bernama XiChen yang membawamu ke rumah itu?"

Bibir Jiang Cheng nyaris mengucap kalimat 'Di mana dia sekarang?' sebelum menggantinya dengan pertanyaan lain.

"Kau mengenalnya?"

"Jika aku tidak mengenalnya, aku tidak akan menjemputmu."

Jiang Cheng merasa kata – kata Wen Qing menyimpan banyak maksud tersirat. Tapi dia enggan bertanya dan malah mengunci lisan rapat – rapat.

Sepanjang perjalanan dilalui kedua orang itu tanpa bertukar kata. Mereka menyusuri jalan yang mulai dilintasi banyak pejalan kaki. Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah rumah megah bergaya oriental klasik. Sesosok remaja—yang sepertinya telah menunggu—berdiri di dekat pintu, menyambut kedatangan kedua tamu dengan wajah datar.

Learn From MeWhere stories live. Discover now