"Aiden buka pintunya!" Ia berteriak sampai suaranya sudah terdengar sangat serak. 

"Aiden!" Masih belum ada jawaban. Air mata Luxie sudah mulai mengalir deras.

"Kak Aiden buka pintunya sialan!"

Seorang pria kemudian keluar dari salah satu pintu. Pria itu membawa dua buah light stick di tangannya. Dengan setelan hitam putih dan sepatu mahalnya lelaki itu berteriak dan menerjang ke arah sang gadis.

"Jangan sentuh dia keparat!" Aiden langsung melemparkan salah satu pedang lasernya ke belakang Luxie. Pedang itu berhasil menembus beberapa unknown yang mengikutinya, terdengar suara desisan dan juga asap hitam yang mengepul.

Mode posesifnya baru saja dimulai, ia memberikan senyuman dan kedipannya kepada Luxie ketika gadis itu berpapasan dengannya.

"Akan ku urus dari sini kau sebaik ...." ucapnya pelan. Luxie tak menghiraukan omongan Aiden, gadis itu langsung menutup pintunya dengan keras sebelum Aiden mengakhiri kata-katanya. 

Melihat Luxie yang sudah masuk ke lounge, Aiden seketika memberikan smirk khas dan mengeluarkan kemejanya.

"Let's have some fun shall we?"

Aiden melesat cepat layaknya seorang ninja profesional. Ia ayunkan light sticknya tanpa ampun. Dengan gerakan yang cepat Aiden menusuk, menebas, bahkan mencincang-cincang semua mahluk itu seolah ia sedang berada di suatu game.

"I can do this all day!" ucap lelaki itu yang terlihat sangat menikmati apa yang ia lakukan sekarang.

🎡🎡🎡

Setelah merasa puas bermain sekaligus membantai habis para terasphober dan juga para unknown pria tersebut melangkahkan kakinya menuju lounge, ia hampir lupa Luxie sudah menunggunya sejak tadi. Namun, ketika dia akan masuk, sebuah benda hitam yang lengket menempel di sepatunya.

Insting ilmuwan dan rasa penasarannya mulai terbentuk, Aiden pun memegang benda lengket itu, tapi berbeda dengan lendir yang pernah ia temukan. Ketika lendir tersebut disentuh ia tiba-tiba saja seperti melarikan diri dari genggaman tangan Aiden.

"Sepertinya ada yang tidak beres ... ah, sudahlah." Karena takut Luxie akan memberikan tatapan psikonya, pria itu memutuskan untuk masuk ke dalam Lounge.

"Lux?"

Lounge itu sudah diterangi lampu-lampu LED berwarna merah. Entah apa yang dipikirkan Aiden saat ia pergi ke toko listrik tadi, tempat yang dulunya elegan berubah menjadi sebuah sekte pemujaan. Lengkap dengan simbol-simbol silang yang sudah ia tandakan di beberapa tempat.

"Luxie? Di mana kau?"

Tak ada balasan apa pun. Namun, Aiden bisa melihat dengan jelas gadis itu sedang berada di balik panggung disc jokey. Rambut coklatnya yang bergelombang terlihat dari tempat posisi Aiden sedang berdiri. 

Benar saja, di sana Luxie sibuk menyambungkan beberapa kabel yang ia ambil dari toko hardware. Aiden sempat terkejut melihat perempuan itu. Pasalnya, ia kira bocah perempuan itu akan marah atau bahkan memaki-makinya atas tugas yang ia berikan, tapi sekarang dia malah sibuk menggabungkan beberapa kabel.

"Kau tidak apa-apa kah?" tanya Aiden yang masih aneh melihat Luxie.

"Im fine chill."

"Apakah kau yakin? Barusan kau terlihat panik dan ...."

"Seperti orang yang takut dijemput ajal?"

"K-kurang lebih ...?" Aiden tertawa kecil di saat yang tidak tepat.

"Sudahlah lupakan saja, aku hanya terbawa emosi. Daripada kau khawatir dengan keadaanku, lebih baik gunakan tanganmu untuk memasang kabel-kabel ini."

Aiden mengiyakan, ia langsung mengambil tasnya di troli. Ketika melihat diary-nya masih aman, lelaki itu terlihat bisa bernapas kembali dengan tenang.

"Lux, kau lihat kubus-kubus ku?"

Luxie tidak menjawab pertanyaan Aiden. Ia masih fokus dengan kabel yang ada di tangannya. 

"O-oke ...." Aiden terlihat curiga dengan gerak-gerik Luxie. Tak biasanya bocah itu terlihat dingin dan kaku. Netranya kemudian berfokus ke surai yang gadis itu kenakan. Baju kuningnya telah dipenuhi bercak-bercak darah dan dirinya pun tersadar bau amis yang sedari tadi ia cium berasal dari Luxie.

"Lux apa yang terjadi padamu, astaga?"

Ketika tangan Aiden akan memegang pundak gadis itu, Luxie refleks menjauh dan menepis tangan pria yang mencoba menenangkannya. Tatapannya menjad gelap dan kedua matanya menjadi merah. Seperti bukan gadis yang ia kenal. 

Gesekan yang terjadi antar kedua punggung tangan keduanya membuat suara yang keras. Tangan kanan Aiden yang mencoba mengusap pundak gadis itu kini terluka dan memerah. Tak disangka pukulan itu membuat punggung tangan kanannya mengeluarkan tetesan berwarna merah. 

"Shit!"

Gadis itu akhirnya tersadar. Matanya yang sebelumnya merah berubah menjadi cokelat. Ketika melihat keadaan sekitar dirinya seperti tak mengenali ruangan yang daritadi ia tempati. Tatapannya langsung berfokus pada darah yang keluar dari tangan Aiden.

"Tidak ... tidak ... ini tidak mungkin terjadi lagi."

"Hei-hei Lux tidak apa, ini bukan salah mu ...."

"J-jangan dekati aku Ai ...." Sambil terengah-engah gadis itu mulai berjalan menjauh dari Aiden.

"Lux, everything is okay. Tenangkan dirimu dulu." Aiden mencoba mendekati gadis itu.

"A-aku t-telah m-membunuh seseorang ...." Kedua tangannya menutup mulutnya rapat-rapat. Air mata mulai berjatuhan dari pelupuk mata, Luxie pun terjatuh dengan kedua lutut di tanah. "Aku seorang monster Ai ...."

"M-monster? Apa yang kau bicarakan?"

"Kau tidak tahu siapa aku sebenarnya, bukan?" Luxie mulai berdiri lagi.

"Kau tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mendapatkan perilaku buruk dari kedua orangtuamu sendiri 'kan? Kau tidak pernah tahu rasanya dikucilkan dan tidak diinginkan semua orang! Apa yang kau tahu, Ai? Apa?"

Tatapan Aiden pun berubah dari sebelumnya. "Aku mungkin tidak tahu apa yang kau rasakan." lelaki itu Melangkahkan kakinya ke arah Luxie. "Aku mungkin tidak tahu siapa dirimu yang sebenarnya."

"Jangan mendekat!"

"Kau pikir kau seorang monster sekarang ...."

"Hentikan!"

"Namun, aku percaya ...."

"Cukup!"

"Luxie yang aku kenal adalah orang yang baik!"

Rantai yang kian membelenggu hati gadis itu kini berhasil diputuskan. Beban berat yang selalu dipikul di pundaknya mulai terangkat. Sebuah pengertian yang selama ini ia inginkan akhirnya dapat terwujud. Aiden berhasil memeluk Luxie. 

Tetesan air mata membanjiri baju Aiden. Karena bingung harus berbuat apa. Ia akhirnya mengelus rambut gadis yang didekapnya  sekarang dengan hati-hati. Pelukan Luxie begitu erat, Aiden merasakan kembali kehangatan yang telah lama hilang. Ia pun mulai berkaca-kaca. Terbesit suatu memori bersama adik kecilnya. Mungkin dunia bisa saja tidak memiliki cahaya sekarang, tapi lelaki itu tahu. Dirinya masih bisa menjadi cahaya untuk orang lain. 

~~***~~

Setelah ilang satu Millenia, Author kembali membawa bombay. Entah kenapa bawaanya mellow banget pas ngetik chapter ini :'). Diusahakan Dawn bakal rajin update seminggu sekali! Terimakasih ya, udah baca Dawn! Jangan lupa tekan bintang dan tinggalkan jejak. Terimakasih! 

Sincerly, Xenon

Bonus

(Aiden new outfit)

1553 words.


D A W NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang