past : II

548 90 61
                                    

"Sereal dulu atau susu dulu?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sereal dulu atau susu dulu?"

"Hah?"

"Bubur diaduk atau tidak diaduk?"

"Muffin, kamu kenapa?"

"Makan es krim dijilat langsung atau dengan sendok?"

"...apa kepalamu baru saja terbentur? Perlukah kita ke dokter?"

"Ini sangat penting, Serim!" Allen terkesiap dramatis seakan yang dibicarakannya adalah hal paling krusial sedunia, mengalahkan perdebatan izin penggunaan nuklir oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau jurnal ilmiah yang sering ditekuninya hingga matanya berkantung. "Kita tidak akan bisa menjalin hubungan sebelum kita berkompromi dalam hal ini."

"Kamu sudah menjadi kekasihku setahun terakhir, Allen..."

"Dan aku bisa saja memutuskanmu kalau kita tak kompromi!"

Serim menyipitkan mata. "Kamu hendak memutuskanku hanya karena caraku makan sereal?"

"Bisa jadi." Allen mendelik. "Kamu makan sereal menuang susu dulu atau sereal dulu ke dalam mangkuk?"

"Siapa makhluk mengerikan yang menuang susu dulu sebelum sereal? Serealnya bisa meluber ke luar mangkuk. Semua orang pasti akan menuang sereal duluan."

"Tidak valid. Menuang susu duluan bisa mencegah serealnya jadi lembek dan menye, cinta. Aku suka serealku masih bertekstur, bukannya berlendir dan lembek seperti makanan basi."

"Apa poinnya memakan sereal dengan susu kalau serealnya masih keras dan krispi? Susu hadir untuk melembutkannya."

"Tekstur, sayangku. Orang perlu tekstur saat makan. Sesuatu yang renyah, bukannya licin dan lembek."

Serim membuat wajah jijik. "Ugh, susah bicara dengan orang yang seleranya rendah."

"Hei, kamu tahu kan secara tidak langsung kamu baru saja menghina diri sendiri?"

"Apa? Seleraku tidak—"

"You are one of my taste. Kalau seleraku rendahan, berarti kamu rendah, Serim."

Serim melongo dengan bibir berkali-kali mengatup dan terbuka seperti ikan dalam air sementara Allen memasang senyum lebar penuh kemenangan. Senyumnya lebar dan lucu hingga pipi gembulnya naik dan membuat matanya menyipit. Indah. Serim makin gelagapan.

"Aih, lucunya." Allen berjinjit untuk menangkup kedua pipi Serim dengan tangan kecilnya dan mendaratkan ciuman sehalus sayap kupu-kupu di bibirnya. "Oke karena perdebatan ini aku yang menang maka kita kompromi, ya. Aku tidak jadi memutuskanmu."

"A....a—..." Serim gelagapan lagi, sementara Allen terkikik kecil.

"Ayolah, kamu sendiri yang mengingatkan kalau kita sudah bersama setahun. Masa' kamu masih segugup ini di depanku? Bagaimana kalau suatu saat aku memintamu meniduriku?"

Serendipity +SellenWhere stories live. Discover now