Part 1

1.6K 215 30
                                    

Comments and votes would be really nice!💫

(Akan lebih baik kalau kalian mencoba untuk mendengarkan lagu yang mendasari ide dari fanfiction ini, serius, lagunya benar-benar enak!^^ Fyi, lagu ini rilis tahun 1971. Sudah berumur gais, hehe^^)

.

.

.

Katakan saja semuanya telah berakhir.

Hidupnya telah berakhir.

Lelah, hanya itu yang Namjoon rasakan selama ini. Untuk apa ia menjalani hidupnya yang menyedihkan? Untuk apa ia bertahan hidup jika hanya lelah yang dapat ia rasakan?

Namjoon rasa seluruh galaksi bima sakti sedang memandanginya nanar, memandanginya sedang meratap di sudut kamar. Hanya lenguhan yang dapat keluar dari bibir Namjoon, hanya desahan lelah yang dapat ia utarakan.

Sebab, tak ada lagi yang tersisa di dalam dirinya selain nyawa.

Seakan penderitaan yang Namjoon panggul belum cukup, hidupnya benar-benar berakhir saat adik satu-satunya, Jungkook, memutuskan untuk meninggalkannya sendirian di kota kecil yang sunyi ini.

Bukan meninggal dunia, bukan. Lebih parah dari itu.

Adik keparat itu, satu-satunya sumber kehidupan Namjoon, melenggang pergi tanpa berpamitan dengan Namjoon. Hal yang dapat Namjoon baca hanyalah sepucuk surat kecil yang diletakkan di atas nakas.

"Aku pergi dengan Taehyung, karena aku tak bisa lagi terjerat di dalam kemiskinan yang tak berujung. Dan jangan cari aku, kak. Aku pergi ke luar negeri. Selamat tinggal."

Tuhan, jika saja Namjoon cukup memiliki nyali, ia pasti sudah meraih linggis dan memenggal kepalanya sendiri saat itu. Namun Namjoon adalah pria pengecut yang hanya dapat menangis, meratapi adiknya yang kini menyerah dengannya, menyerah dengan kondisi finansialnya, dan akhirnya pergi bersama kekasih bajingannya itu.

Jika saja kelinci kecil Namjoon itu tahu, bahwa Namjoon bertahan hidup hanya untuk dirinya, Namjoon bertahan dan melewati semua pahitnya hidup hanya untuk adik tersayangnya.

Tapi, apa?

Adiknya tumbuh menjadi pemuda yang tampan, Namjoon akui. Lambat laun sifat kekanakannya yang menggemaskan berubah, menjadi sifat pembangkang dan kasar.

Jungkook bahkan beberapa kali menghantam rahang Namjoon hanya karena ia muak tidak memiliki cukup uang untuk berfoya-foya. Namjoon tetap sabar, namun ia tidak bodoh.

Namjoon beberapa kali mempertahankan dirinya agar pukulan Jungkook tak lagi mengenai dirinya, namun pada akhirnya hanya lebam di sekujur tubuh yang Namjoon dapatkan.

Pergi malam pulang pagi, minuman beralkohol, bercinta, bercinta, bercinta, sudah merupakan aktivitas rutin yang dilakukan oleh Jungkook.

Sedangkan Namjoon bekerja demi menafkahi keduanya, dan Jungkook memperlakukan kakak kandungnya itu dengan semena-mena.

Bohong jika Namjoon tidak muak, bohong jika Namjoon tidak lelah. Hanya saja, perasaan cinta dan kasih sayangnya untuk Jungkook begitu besar, dan hal itu sungguh menyiksa Namjoon.

Hingga pada akhirnya Jungkook melangkahkan kaki keluar dari rumah kumuhnya, tanpa berpamitan.

Seketika, dunia seakan runtuh, menghantam Namjoon dengan kerasnya hingga mampu menciptakan pikiran kalut yang amat dalam.

Morning Has BrokenWhere stories live. Discover now