"Lihatlah dia membalas ciuman ku. Sayang, kiss me."

Clara memerah mendengar permintaan Ethan, jujur ia tak tahu harus berbuat apa namun bibirnya mengecup singkat bibir Ethan. Mereka berdua saling melempar senyum tak perduli akan banyaknya orang yang hadir. Sedari tadi fans Clara menjerit histeris, dan Ethan yakin fans nya yang menyaksikan siaran ini pasti juga akan melakukan hal sama.

"Jika kalian bertanya tentu aku marah dan kesal kekasih ku dicium oleh selain aku. Namun aku menyempatkan diri bertanya padanya, dan dia mengaku tidak tahu apa-apa. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain mempercayainya dan tentu untuk sebuah hubungan harus dilandasi oleh kepercayaan, itu hal terpenting dalam sebuah hubungan."
Clara tak menyangka akan ucapan Ethan. Pria itu begitu berwibawa bahkan tersenyum ramah. Tanpa perduli itu real atau hanya pura-pura. Clara sibuk dengan hal-hal yang mengejutkannya tanpa menengok dan menyadari pria lain disampingnya mengepalkan tangannya karena hatinya terasa diaduk-aduk.

"Dia tidak membalas ciuman siapa pun selain aku. Melihatnya tersenyum meredakan amarah ku karena Clara tidak bersalah apa-apa." Ya, disinilah Ethan mulai memprovokasi dengan mencuri simpati. Menjelma menjadi pria penyabar dan pengertian yang sangat mencintai Clara lalu disisi lain Ethan menggiring pemikiran khalayak untuk merusak citra Steve. Menjadikan Steve satu-satunya pihak yang patut disalahkan.

"Siapa pun jangan menciumnya sembarangan, kali ini hanya peringatan tapi aku tidak berjanji akan memaafkan jika terulang lagi. Bukankah itu termasuk pelecehan?"

Memang benar nyatanya demikian, Ethan cukup pintar memanfaatkan fakta untuk menyerang. Sungguh ia benar-benar menikmati hiburan ini. Bukan hanya citra buruk Steve yang ia dapat tapi yang lebih penting adalah mengenai Steve itu sendiri. Pria itu pasti sakit hati, terluka, atau bahkan sedang menahan tangis.

Melihat kemesraan, setiap kata cinta yang terlontar, dan ciuman itu setidaknya cukup menyadarkan Steve bahwa Ethan lebih segala-galanya. Dia bukan siapa-siapa untuk Clara.

"Lalu bagaimana dengan mu Steve? Kau tidak mau meminta maaf secara terhormat?"

Tidak ada jawaban, Steve terlalu sibuk dengan  perasaannya sampai terasa tak bisa mendengar. Muak dengan keadaan Steve berdiri dan berlalu begitu saja membuat para wartawan terkejut dan mengikutinya.

"Steve.. Bicaralah."

"Katakan sesuatu Steve?"

"Steve..Steve.. Apa tanggapan mu."

Kegaduhan itu mengiringi langkah Steve. Sepertinya inilah akhir dari konferensi pers ini.

Diam-diam Ethan tersenyum puas dan merasa menang dalam hati.

"Kau lelah Sayang? Mau langsung pulang atau massage di salon?"

"Ah pulang saja."

Thalia mencegat mereka berdua. "Kalian jangan pergi dulu sebelum berfoto dengan ku. Hei kau yang disana cepat fotokan kami."

Mau tak mau Ethan dan Clara berfoto menuruti Thalia. " Ini sangat membantu untuk membuat ku tenar." Thalia sumringah melihat hasil bidikannya. Setelah selesai mereka bergegas menuju mobil rupanya didepan sana Steve masih dikerubingi para awak media hingga sulit untuk bergerak. Steve dan bodyguardnya terjebak.

"Ayo!"
Ethan membukakan pintu mobil.

"Antarkan aku ke rumah ku, tadi Daddy menelpon mungkin dia sudah pulang." Sengaja tak Clara angkat karena tak sempat. Daddy dan Mommy nya mungkin telah ada di rumah dan tahu Clara beberapa hari tak pulang.

"Mengapa terburu-buru. Mampirlah dulu, kau bisa pulang nanti malam saja. Sini hp mu." Tanpa permisi Ethan merampas hp Clara untuk menonaktifkannya.

"Ethan." Rengek Clara.
Walau tak sebringas dulu, tapi sifat kekanak-kanakan Ethan tentu masih melekat.


*

Benar dugaannya, mobil putih daddy nya sudah terparkir didepan rumah. Begitu Clara masuk, Alex dan Nancy tengah duduk menatapnya garang.

"Kemana saja kau huh, anak gadis tak pulang beberapa hari dan pulang selarut ini." Alex mulai mengoceh.

"Aku menginap di rumah Ethan.  Tadi aku tertidur hingga pulang jam segini dad." Tutur Clara santai menjelaskan apa adanya.

"Mengapa menginap? Kau tidak punya rumah huh? Apa rumah sebesar ini tak cukup bagi mu."

Cukup! Clara mulai jengah, kakinya mendadak berhenti menaiki tangga. Kembali berbalik tepat dihadapan sang daddy.
"Karena Ethan pacar ku. Apa gunanya rumah mewah dan besar jika tak berpenghuni. Walau banyak pelayan disini tapi mereka bukan keluarga ku. Lalu dimana keluarga ku sampai aku merasa kesepian? Tidak ada bukan. Jadi jangan ikut campur jika dasarnya kalian tidak mau mengurusi ku."

Alex dibuat bungkam tertohok oleh perkataan putrinya. Ini pertama kali Clara begitu berani, jika butuh perhatian biasanya dia akan merengek dan berubah manja. Alex hanya memandangi punggung Clara yang menghilang dibalik pintu.

Sedangkan Nancy hanya diam. Ia tahu betul jika Clara sudah seperti itu berarti ia telah menerima Ethan.

Clara mendengus kesal. Ingatannya menuju saat dimana ia kembali setelah penculikan. Terlihat jelas wajah orang tuanya yang bahagia dan berjanji akan lebih memperhatikannya. Ya, mereka memang berubah. Mulai memperhatikan dan meluangkan waktu untuknya tapi semuanya sementara, tidak bertahan lama.

Clara semakin kesal saat Alex mengedor-ngedor pintu kamarnya. Astaga, kapan daddynya akan berhenti. "Keluar Clara, daddy belum selesai bicara."

Clara membuka pintu. "Dad, Mom, bisakah kalian membiarkan ku istirahat? Aku lelah."

"Kau berciuman dengan Ethan di tv-"

"Ya ya ya lalu kenapa? Itu hanya ciuman. Ini negara barat bukan."

"Bukan itu masalahnya. Steve.... Mommy tahu Steve pembisnis muda yang sukses besar itu. Mengapa tidak dengannya saja daripada dengan Ethan?" Nancy membeku begitu Clara menatapnya tajam.

"Jangan membanding-bandingkan Ethan dengan siapa pun." Tegas Clara. Baru saja ia berbalik badan namun langkahnya terhenti menatap orang tuanya bergantian.

"Apa dua hari lagi kalian jadi akan ke Aussie? Bolehkah aku ikut?" Mata Clara berbinar, perubahan ekspresi yang sangat cepat membuat orang tuanya bertanya-tanya.


#Tbc

Wanna Die (Complete)✓Where stories live. Discover now