Selepas kepergian Jungkook, Yoojung dengan cekatan membersihkan seluruh ruang. Gadis itu bahkan mencuci pakaian Jungkook dan menjemurnya. Ia membuka jendela rumah lebar-lebar agar angin segar masuk ke dalam rumah.

Tidak membutuhkan waktu lama, Yoojung telah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ia hanya tinggal menunggu Jungkook pulang berbelanja dan mulai memasak makan malam untuk gurunya tersebut.

Menjatuhkan pantat ke atas sofa, entah mengapa tiba-tiba Yoojung berpikiran bahwa alangkah menyenangkannya bila ia tinggal disini. Maksudnya, daripada kamar luasnya di rumah yang suram, bertemu dengan ayah dan mama setiap hari, terus membuatnya frustasi.

Namun, di sisi Jungkook ia dapat merasakan kenyamanan. Yoojung memejamkan mata sebentar. Kira-kira kapan ya Jungkook pulang?

Merasa bosan, Yoojung beranjak dari duduknya dan berkeliling rumah. Kendati Yoojung merasa tidak sopan, namun rasa penasarannya membawa Yoojung masuk ke dalam kamar Jungkook. Meski saat membereskan rumah tadi ia keluar masuk kamar tanpa perasaan tersebut, namun kali ini ia sedikit merasa tak enak. Sebab, apa yang ia lakukan sekarang sedikit seperti penguntit.

Yoojung duduk di balik meja di kamar Jungkook. Ia membuka satu persatu laci dan tak menemukan apapun yang ia harapkan. Hingga kemudian ia membuka laci paling besar dan menemukan begitu banyak berkas, Yoojung tertarik untuk memeriksanya satu persatu.

Namun ketika ia sibuk memeriksa dokumen-dokumen tersebut, sebuah foto jatuh. Yoojung menunduk ke lantai dan mengambil foto tersebut. Keningnya berkerut seketika.

Kenapa Jungkook memiliki foto Taehyung?

Di foto tersebut nampaknya adalah foto lama Taehyung, sebab kakaknya itu terlihat lebih kurus dibanding sekarang yang berisi dan berotot.

Apakah gurunya itu mengenal kakaknya?

***

"Karena kau sudah membereskan rumah, biar bapak yang memasak. Duduk disana dan jangan lakukan apapun."

Yoojung tersenyum tipis dan menurut. Mengamati punggung Jungkook yang sedang memasak ada gelitik dalam benaknya untuk memeluk pinggang ramping Jungkook.

Ia dan Jungkook memang sering berpelukan, seperti saat di kuil Miryang misalnya. Ah, mengingat momen pertemuan mereka berdua pertama kali, membawa Yoojung untuk teringat betapa hangatnya Jungkook kala itu memeluknya.

Agaknya, Yoojung pun telah memiliki sedikit rasa pada Jungkook. Gadis itu sendiri tidak menyadarinya. Ia hanya terus tenggelam dalam perasaan nyaman ketika bersama Jungkook dan tidak menyadari bahwa semenjak pertemuannya dengan Jungkook, gadis itu selalu memikirkan gurunya itu. Ia pikir itu hanyalah bentuk rasa empati atas derita yang sama.

"Ssaem.."

"Hmm.."

"Jika suatu saat.. seandainya ya.." Yoojung menumpu dagu di atas meja makan. "Seandainya aku membutuhkan bapak. Bolehkah aku berlari ke arah bapak?"

Jungkook tersenyum tipis, masih memotong wortel memunggungi Yoojung. "Tentu. Datanglah kepada bapak kapanpun kau butuh."

"Kalau begitu, bapak juga." lanjut Yoojung. "Datanglah padaku kapanpun bapak butuh."

Jungkook menghentikan pekerjaannya. Ia terpaku sejenak. Kemudian membalikkan badan dan menatap ke arah Yoojung. Perlahan sudut bibirnya terangkat membentuk seulas senyuman hangat.

"Tentu."

***

Sepulang dari rumah Jungkook, Yoojung langsung mandi dan ingin segera beranjak untuk tidur. Malam ini ia tidak menemukan ayah dan mama di rumah. Mungkin mereka sedang ada urusan di luar kota atau luar negri.

Entahlah. Ia tidak peduli hal tersebut. Bahkan ia tidak tahu dimana Taehyung malam ini. Kakaknya itu hingga jam 10 malam belum pulang.

Selepas membersihkan diri, Yoojung langsung menjatuhkan diri di atas ranjang. Menarik selimut dan memejamkan matanya perlahan, ia harap malam ini setidaknya ia tidak bermimpi buruk.

Jarum jam terus berputar, suara detiknya memecah keheningan malam. Yoojung perlahan masuk ke alam bawah sadarnya. Namun sebuah sentuhan mendadak membuatnya kembali terjaga.

Gadis itu dapat merasakan seseorang bergabung dalam selimutnya, melingkari perutnya dengan sebuah tangan dan mendekapnya erat. Aroma alkohol menyeruak menusuk indera penciuman.

"Kak, kau mabuk?" Yoojung membalikkan badannya dan mendapati Taehyung dengan wajah merah mabuknya.

Tangan Taehyung meraih wajah mungil Yoojung dan mengusapnya. Lelaki itu meringis menampakkan deretan gigi putihnya, lantas dalam sentuhan cepat ia mengecup bibir plum Yoojung.

"Aku makan malam dengan calon tunanganku tadi. Sialan. Wanita jalang. Eungh.." Taehyung meracau tak jelas.

"Aku benci ayah." gumam Taehyung sembari menenggelamkan kepalanya dalam dekapan Yoojung. "Aku.. aku ingin bergerak bebas."

"Kak, aku antar ke kamar ya?" Yoojung meraih wajah mabuk Taehyung membuat obsidian mereka berdua bertemu. Taehyung tersenyum lebar membuat matanya membentuk sebuah bulan sabit.

"Aku.. aku harus melindungi adik tersayangku.. hehe.." Tangan kekar Taehyung kembali meraih wajah Yoojung. "Aku benci ayah yang selalu memukulmu."

Yoojung menggenggam tangan Taehyung yang berada di pipinya, ia tersenyum tipis. "Aku mengerti. Tak apa kak."

"Hehe.. adikku selalu cantik.."

Lantas dalam sekali sentakan Taehyung menjadikan Yoojung berada di bawah dirinya. Jantung Yoojung berdegup kencang. Namun ia tidak dapat melalukan apapun, sebab yang ia hadapi adalah Taehyung. Jadi, ketika Taehyung mulai mencumbunya, mencium setiap jengkal tubuhnya, Yoojung hanya diam menahan nafas.

Ya. Yoojung hanya akan membiarkan kakaknya melakukan apapun pada dirinya.

Sebab Taehyung adalah kakaknya yang berharga.



to be continued.

Save MeOnde histórias criam vida. Descubra agora