Kehilangan

2.7K 543 13
                                    

Jaemin menonton penampilan Jeno dari belakang panggung. Jeno terlihat sangat bersinar. Berdiri ditengah panggung dengan biola ditangannya.

Jeno meletakkan biolanya dipundak tegapnya. Suara piano pertama kali terdengar, disusul dengan alunan biola yang dimainkan Jeno.

Jeno kembali membawakan lagu karya Frederic Chopin, Ballade No. 1 in G Minor Op. 23. Dimainkan dengan sangat sempurna disetiap gesekan nadanya. Membawa perasaan ke dalam naik turunnya gesekan biola itu.

Jaemin seakan terjerat didalam dunia lain. Disetiap nadanya, ada kepedihan, kekecewaan.. dan kemarahan disana. Semua emosi itu dibalut dengan indah dalam setiap gesekan biola yang dimainkan Jeno.

Jeno benar-benar membawakan lagu itu dengan sempuna. Pembawaannya benar-benar pas hingga membuat seluruh penonton, termasuk Jaemin, terhipnotis dengan penampilannya.

Jeno seakan menarik seluruh penonton untuk ikut masuk kedalam emosinya. Menarik seluruh penonton ikut merasakan kepedihannya.

Jaemin menitikkan air matanya.

Entah kenapa Jaemin dapat merasakan apa yang dirasakan Jeno saat ini.

Lelaki itu sedang merasakan kepedihan yang teramat dalam.

Jeno mungkin tidak menunjukkannya pada orang-orang, namun ia menunjukkannya dengan permainan biolanya yang mengagumkan.

Pertunjukan selesai, dapat ia lihat Jeno terengah. Membungkuk sejenak kearah penonton kemudian terdengar suara riuh tepuk tangan menggema diseluruh sudut ruangan.

•••

"Penampilanmu sangat luar biasa." Puji Jaemin setelah mereka keluar dari Yongguk Hall. Kini keduanya berjalan beriringan, seperti apa yang dinantikan Jaemin selama ini.

Jeno menoleh, "Benarkah?" Jaemin mengangguk antusias, "Kau sangat luar biasa, Jeno-ya! Kau berhasil menarik seluruh penonton untuk masuk ke dalam permainan biolamu."

Jeno terkekeh ringan mendengar nada bicara Jaemin yang terdengar antusias. "Tapi, Jen.. apa kau sekarang sedang merasa sedih?" Tanya Jaemin hati-hati. Jeno menatap Jaemin penuh arti, kemudian langkahnya terhenti.

Jeno mendongak, menatap bunga sakura yang masih bermekaran dengan indahnya, "Akhirnya aku bisa melihat sakura bersamamu. Dan benar saja, bahkan bunga-bunga ini masih kalah indah jika dibandingkan dengan dirimu." Ujarnya tanpa melihat kearah Jaemin yang kini merona malu.

"Jaemin-ah?" Panggil Jeno, "Hm?"

"Kau pasti tau, kan? Alasanku membawakan lagu itu?"

Jaemin menatap kearah Jeno, "Seorang kerabat yang kumaksud kemarin adalah.. kakak ku." Jaemin tidak bisa menghentikan keterkejutannya ketika kalimat itu terlontar dari bibir tipis Jeno.

"Kakak ku adalah sosok yang ramah dan penuh perhatian. Walaupun terkadang dia terlihat menyeramkan, hahaha." Jaemin menyimak dalam diam, mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir Jeno dengan seksama.

"Kakak ku sangat tidak menyukai kekerasan, dan begitu dirinya ditunjuk untuk pergi ke perbatasan sebagai pasukan perang, dia menolak." Jeno menghela nafasnya, "Tapi ia segera berubah pikiran setelah diancam ayahku, jika dia tidak mau, maka aku yang menggantikan."

Jeno tersenyum sedih, "Aku yang mengantar keberangkatannya. Setiap detiknya aku memikirkan betapa kesulitannya dia di medan perang. Dia bahkan tidak tega membunuh semut, bagaimana bisa dia membunuh manusia? Hahaha." Hati Jaemin seakan teriris mendengar tawa Jeno yang seakan menyayat hatinya.

"Hingga beberapa hari yang lalu, aku mendapat sebuah kabar jika kakak ku gugur di medan perang." Suara Jeno terdengar bergetar ketika mengatakannya. Lelaki itu memang tidak menatap kearahnya, tapi Jaemin tahu betul, jika Jeno tengah menahan tangisnya saat ini.

"Kau tahu Jaem? Kakak ku yang mengajariku bermain musik, terkadang kita memainkan lagu bersama dengan kakak ku yang mengiringi permainan biolaku dengan piano. Kau akan takjub begitu mendengar permainan pianonya yang sangat mengagumkan." Ada jeda panjang setelah Jeno menyelesaikan ucapannya.

Jeno menghela nafasnya, lagi. Ia berbalik, menatap tepat di manik coklat Jaemin dengan mata berkaca-kaca, helaian poni yang menutupi dahinya berkibar tertiup oleh semilir angin.

Jeno mengulas senyum sedih, "Aku telah kehilangan seseorang yang berharga dihidupku, Jaem."

Jumat, 13 Mei 1955.
Dapat kulihat pancaran penuh duka dibalik manik legamnya.

Tbc

Na Jaemin, 1957 | NOMINWhere stories live. Discover now