Duabelas // Genggaman

389 52 24
                                    

"Ini semua ..."

" ... Atas kehendak Yori,"

Shani memijit pelipisnya saat denyutan mulai terasa disekitar kepalanya. Semuanya benar-benar sulit untuk dimengerti. Teka-teki seperti ini sebenarnya sangatlah dibenci olehnya. Dia tidak menyukainya.

Dia sudah mengetahui bahwa Yori adalah adik angkatnya walaupun sebenarnya Shani tidak ingin mengakuinya.

Tapi ada satu hal yang membuat Shani berpikir. Mengapa hingga detik ini Yori tidak pernah menyentuh atau menyakitinya?

Jika Yori memang benar diangkat menjadi seorang anak oleh Veranda, mengapa selama ini dia menghilang?

"Argh! Nyebelin banget si yang bikin teka-teki kayak gini," Shani berteriak frustasi. Dia mengusap kasar wajahnya. Kemudian mulai beranjak bangun.

Nadse dan Gracia yang katanya sedang berada diambang pintu, segera menghampiri Shani saat gadis itu hendak pergi.

"Mau kemana?" tanya Nadse pelan.

"Gue gak bisa diem terus-terusan kayak gini. Temuin gue sama Yori sekarang juga," Shani menggertakan giginya. Dia benar-benar sudah kepalang emosi mengingat semuanya.

Nadse menghela napas. "Jangan gegabah. Nyawa Kak Viny ada tergantung sama lo," ucap Nadse.

Shani menghembuskan napas kasar. Dia kemudian terdiam. Matanya mulai menyaratkan keseriusan di dalamnya. Netra pekatnya mulai terlihat dingin nan menusuk. Bola matanya perlahan berubah menjadi biru.

Detik berikutnya dia menghilang dari hadapan Nadse dan juga Gracia. Dia menikam seseorang dengan kepulan asap hitam dari belakang menggunakan asap birunya yang berubah menjadi tombak dengan ukuran kecil.

Darah mulai menetes dari tombak tersebut. Detik berikutnya mulai menghilang dan bersih seperti semula.

"Kok bisa?" Nadse dan Gracia hanya diam melihat Shani yang sudah mengembalikan bentuk asapnya.

Nadse menelisik tubuh Shani. Gadis itu benar-benar terlihat tenang walaupun keadaan saat ini benar-benar menyudutkannya.

"Gue bisa ngerasain aura siapapun dengan cukup kuat. Jadi jangan heran," sombongnya.

Nadse dan Gracia yang mendengar itu berdecih pelan. Mereka tidak menyangka gadis setenang Shani memiliki tingkat kesombongan yang sangat tinggi.

"Ayo kita jalan lagi,"

"Hm.."

Kini, Gracia lah yang berganti menggenggam tangan Shani. Menuntun gadis itu ke jalan yang benar. Membawa Shani untuk bertemu seseorang yang benar-benar membuatnya akan termotivasi untuk memaki-maki Yori.

Dalam perjalanan menuju tempat yang tak ada di peta, mereka bertiga hanya diam. Nadse yang tengah fokus mencari jalan yang aman agar tidak bertemu asap-asap menyebalkan itu, Gracia yang masih setia menggenggam dan menuntun Shani, juga Shani yang sibuk dengan pikirannya mengenai Viny di dunia sana.

"Tau gak.." Shani mulai memecahkan keheningan. Dia menatap lurus ke depan, menatap jalan yang sebenarnya sama saja di matanya. Yaitu sama-sama ruangan gelap.

"Gue berasa kayak orang buta dituntun gini, terus juga gak bisa liat kalian berdua. Gue berasa jadi anak indie karena ngobrol sama orang yang ngga bisa gue liat," jelas Shani.

"Indie? Anak-anak senja?" tanya Gracia.

"Indigo maksudnya,"

"Oh..."

Nadse yang tidak tertarik dengan obrolan bocah-bocah itu terus mencari jalan. Dia menghentikan langkahnya tiba-tiba, membuat Shani dan Gracia menabrakan tubuh mereka.

Enigma // [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang