Dari terang menjadi gelap, hingga menghitam.

Kalau begitu masih ada lagi episode dimana aku harus menjaga maha karya Mom dan Dad agar tidak jatuh ke tangan polisi sebelum waktunya.

Tugas Xion hanya sebatas kekacauannya kemarin, lalu mau Xion tertangkap atau tidak, terserah. Intinya Mom dan Dad akan membuang kami jika sudah tidak dibutuhkan.

Membuang kami yang sudah dirusak oleh mereka.

Aku tahu adik-adikku dulu yang polos kini sudah dipenuhi kelicikan semacam Xion atau bahkan lebih parah lagi dengannya.

Sialan, mereka berdua adalah iblis yang sebenarnya.

✁・・・

Aku terdiam membeku, padahal aku sudah mengamankan segala perangkatku dari hackingan sesama hacker, dan sialan! Aku kebobolan.

Cuplikan video masuk ke laptopku, menampilkan animasi mirip boneka Chucky yang berbicara dengan suara yang disamarkan.

"Hai, ingin menjadi pengkhiat heh?"

Aku berusaha memblokirnya, atau balik meretasnya tapi gagal, perlindungannya dua kali lebih rumit dari pada milikku. Sialan.

"Tidak perlu repot-repot balik menyerang, Darl... kita bisa jadi sekutu."

Takut kalau dia memasang kamera tersembunyi di sini—ya meski rada mustahil karena ruangan ini hanya aku yang bisa mengangksesnya sebagai induk semang di rumah ini—tetap saja aku meminimalkan gerakanku.

Diam-diam kurogoh sesuatu dalam laci, mencari sebuah alat dimana alat itu berfungsi mematikan seluruh sistemku dan me-reset-nya dari awal. Jadi sistem hacker itu yang masuk dalam seluruh perangkatku akan mati dan butuh usaha lagi untuk menerobos masuk, karena selama itu aku bisa mengganti keamanan sistemnya.

"Bung, tidak perlu repot-repot melakukan reset, itu membuatmu repot nanti."

Sialan.

"Begini, singkat saja. Kau pasti kasihan dengan mahakarya yang dibuat orang tuamu itu kan? Aku tebak, sekarang kamu tidak ingin ada mahakarya-mahakarya baru kan?"

Aku diam, ucapan itu benar sekali. Aku ingin berkhianat, sangat! Hanya... aku berhutang budi pada mereka.

Pendidikan yang kutempuh tidak lain dari uang mereka, aku bisa hidup hingga sekarang juga karena bantuan mereka. Jika saja saat itu tidak ada yang menolongku saat paman tukang roti menghajarku, pasti aku sudah disiksa di alam baka karena dosa-dosaku.

"Terlalu takut? Merasa berhutang budi? Dude, pikirkan, okelah kau memang berhutang nyawa dengan mereka dan membuatmu terpaksa patuh. Tapi, apa kesempatan hidupmu hanya kau gunakan untuk balas budi sedangkan mahakarya mereka akan terus membunuh dan melakukan kejahatan lainnya?"

Sosok itu tertawa, tawa yang melengking, membuat sesak seluruh ruangan.

Untung ruangan ini ada di bawah tanah, susah mencapainya. Jadi tidak menarik perhatian orang luar.

"Itu artinya kamu pembunuh juga, Dude! Melindungi mereka terus dan terus, dengan dalih balas budi? Cih. Jangan naif. Kalau kau memang orang yang dibesarkan orang jahat maka berbuatlah jahat juga. Itu tidak masalah, Dude."

Sejenak di monitor terpampang saluran TV rusak, tidak lama animasi jelek itu muncul lagi.

"Jadi pikirkan, kalau mau berkhianat aku bisa membantu, aku juga memberi perlindungan."

[1] CTRL + C ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora