Pojok Keramat

12.6K 159 38
                                    

Baru berjalan beberapa langkah menuju pojok keramat, Bian mengurungkan niatnya dan berbalik menuju ke arah Pak Dodi yang sudah mulai kencing dan mengarahkan kencingnya ke kiri ke kanan menyirami tanaman lidah mertua di depannya.

"Eh mas Bian," katanya tersipu malu. Sudah terlambat untuk menyembunyikan kontolnya yang gemuk tak terlalu panjang.

"Saya kencing di sini saja bareng Pak Dodi deh," kata Bian cuek. "Malas jalan ke pojok keramat. Kejauhan."

PoV Pak Dodi

Baru saja aku mulai kencing tiba-tiba Bian sudah berdiri menempelkan tubuhnya di sampingku. Mukaku panas karena malu. Tapi dalam hati aku melonjak kegirangan.

"Saya kencing di sini saja bareng Pak Dodi deh," katanya cuek. "Malas jalan ke pojok keramat. Kejauhan."

"Gak apa-apa mas. Santai saja. Gak ada orang juga," kataku malu-malu kucing sambil meneruskan kencing tapi kini hanya mengarahkan kontolku ke satu titik di depanku. Untung jembutku sudah kucukur habis tadi sore.

Aku terpana dan langsung menelan ludah waktu Bian dengan cuek menurunkan celananya sampai ke paha memamerkan dengan bangga batang kontolnya yang panjang dan besar dan biji pelernya yang besar. Pasti banyak spermanya. Apalagi kemudian dia melihatku dengan senyuman nakal.

"Aaaaaaaaaaah... ," lenguhnya panjang ketika kencing mulai menyembur dari kontol jumbonya. Dia kemudian sengaja mengarahkan kencingnya ke kiri ke kanan ke arahku membasahi bunga lidah mertua di depan kami. Kencingnya begitu deras. Begitu seksi. Diam-diam aku mulai terangsang.

Ingin rasanya aku jongkok membuka mulut dan menjulurkan lidah menggantikan bunga lidah mertua di depan kami. Tapi aku malu. Aku tak yakin dia homo karena Bian begitu jantan. Aku takut Bian tau dan jijik kalau aku ternyata gadun homo yang haus kontol besar laki-laki. "Ah beruntungnya kau bunga lidah mertua. Aku iri kau bisa mendapat kencing hangatnya" kataku dalam hati.

Bian tersenyum penuh arti ketika kami sesekali mereka saling bertatapan dan bertukar lihat kontol. Sepertinya dia senang melihat aku yang makin tersipu malu. Aku bisa merasakan wajahku pasti terlihat merona kemerahan.

Bian masih dengan santainya mengarahkan kencingnya ke kiri dan berhenti lebih lama ke kanan ke arahku. Dia tersenyum nakal. Sepertinya dia tau aku masih mencuri pandang melihat kontolnya yang besar menyemburkan kencing yang deras.

Sebelum pikiran mesumku selesai aku terkejut. Bian dengan entengnya menggenggam kepala kontolnya yang sedang mengucurkan air kencing; membasahi tangannya dan meremas batang kontol dan pelernya. Aku menatap nanar terhipnotis dengan pandangan yang begitu seksi. Bian terus meremas kontol Pak Dodi yang hanya diam terlihat hanya pasrah dan menikmati kenakalan tangan anak muda itu yang meremas pelernya sehingga tanganya basah kuyup.

Sejurus kemudian sambil beradu pandang, dengan nakal Bian menjilat ujung jarinya. "Isssh," desisku tak kuasa menahan kenikmatan membayangkan lidahku yang menjilat tangan Bian yang basah oleh kencingnya. Belum sempat aku menguasai lamunanku, aku hanya bisa mematung terdiam ketika tiba-tiba tangannya yang basah mengelus wajahku. Bulu kudukku langsung bergidik. Jari-jari Bian lalu menyentuh bibirku seperti terhipnotis aku lalu menjilat tangannya yang basah oleh kencing dan terasa asin. Aku terus melahap jari-jari tangannya menjilat sisa kencing Bian.

"Aaaaaaah aaanjiiing... Perek... Lonte" makinya keenakan.

Entah kenapa aku justru makin merasa bergairah mendengar Bian mengumpat akibat terangsang. Aku jadi teringat bagaimana Imran mengumpat menodai tubuhku dan juga waktu beberapa teman kuliahku yang diam-diam sering membawaku camping hanya untuk menjadi pemuas birahi liar mereka di alam terbuka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pak Burhan TetanggakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang