Surat yang Tertinggal

0 0 0
                                    

Caci maki adalah makanan sehari-hariku. Dari orang tua sampai orang yang baru bertatap muka saja sering memaki-maki. Kadang keduanya harus berujung adu mulut sampai urat muka menegang. Kadang hari kadang meninggi kadang hari kadang merendah. Tapi, akhirnya yang awalnya meninggi pun harus merendah. Seperti ada rem yang otomatis akan diinjak oleh seseorang yang mengendarai seluruh tubuh yang berpusat di kepala, lebih tepatnya di otak. Diinjaknya itu rem sekuat-kuatnya dengan alasan yang tak menentu. Antara mengalah karena takut menjadi penyakit ataupun karena takut berujung mati atau yang lebih buruknya masuk ke dalam ruang jeruji. Jika kamu sudah berumur pasti akan menyrtujui bahwa mati lebih baik daripada disetubuhi oleh yang namanya napi tak berpendiri.

Banyak orang menyebut bahwa sabar adalah kunci kesuksesan. Harus sampai sesabar apalagi agar Aku bisa sesukses orang berjabat CEO sekaligus pendiri sebuah e-commerce berpaham kapitalis yang bervisi dan misi menguras dompet orang suci dan memeras anak buruhnya dehidrasi sampai mati.

Pepatah menyebutkan batu kasar yang terbawa arus sungai pasti akan lembut juga. Masalahnya hati ini bukan terbuat dari batu. Batu kasar jika terbentur akan menjadi halus. Tapi, hati terbentur akan menjadi mati. Ingin meronta-ronta mengucap banyak kata tanpa makna yang dibaluti dengan kata cacian maki dan diselingi kata-kata yang kasarnya melebihi seorang bajak laut. Keluar dari jalurNya yang mempunyai banyak janji dan diberi mimpi teruntuk siapapun yang bisa mengikuti dan mengimani panduanNya. Dulu pernah mengambil jalur setapak yang katanya bisa mempersingkat yang menuju ke jalur baru yang katanya akan lebih mulus dari yang tadi. Tapi, tidak akan ada yang tau ada apa diujung jalan sana yang pernah ditempuh dari melewati jalur setapak ini yang keluar dari jalurNya.

Untungnya, baru saja berkendara sudah ditegur dengan segala kekuatanNya. Berhenti dan didiamkan di tempat yang dipenuhi dengan kekacauanNya. Aku sangat banyak berterima kasih. Jika kejadian itu terjadi mungkin aku akan hilang entah kemana. Dan banyak sekali hikmah-hikmah yang termumpuni.

Hikmah itupun sedikit demi sedikit hilang terkikis oleh waktu. Cobaan demi cobaan terus saja menghantam yang tidak mengenal situasi maupun kondisi. Padahal sudah mengikuti apa yang tertulis akan mimpi menjadi baik, tetapi tetap saja dihantam oleh perbuatan tidak baik.

Memang benar roda kehidupan itu berputar, kadangkala di atas dan kadangkala di bawah. Masalahnya ini mau sampai kapan dibawah terus?

***

Sudah menjadi rutinitas dibangunkan oleh keharmonisan seorang pasangan yang sedang terbakar api. Bukan api asmara, melainkan api amarah. Banyak sekali yang menjadi korban dari benda mati sampai benda hidup. Setiap pagi harus berjuang untuk melewati medan peperangan yang mengalahkan kacaunya Perang Stalingrad. Rutinitas pagi ini adalah agar melewatinya tanpa terkena ledakan verbal maupun non-verbal yang serpihannya terus berterbangan. Bagian yang tersulitnya adalah menghiraukan kejadian itu tanpa harus memihak ke salah satu kubu. Dan terkadang harus menjadi objek pelarian amarah yang harus ditumpahkan karena banyak amarah yang sudah tidak kuat terbendung lagi.

Mari menempuh pagi yang kelam ini bukan hanya karena sedang musim hujan tapi juga karena suasana rumah yang menenggelamkan ke dalam lautan kesedihan yang terus menerus diterjang ombak kekesalan. Mari mencari nafkah untuk kepentingan pribadi dan juga kepentingan tagihan hidup yang terus menerus ditagih setiba di rumah yang kondisinya sudah berada diujung tanduk. Sedikit demi sedikit uang hasil jerih payah disimpan untuk kehidupan yang lebih baik nanti. Tapi selalu dicuri dengan alasan untuk membaik padahal untuk berfoya-foya memulihkan hati.

Hari ini pergi dengan energi yang perutnya diisi oleh air. Sang punya lupa untuk  memasak makanan karena sibuk memasak amarah.

The Letters left behindWhere stories live. Discover now