13. Si Beruang Galak

Start from the beginning
                                    

“Mas Tala,” aku berbisik mengenali pria yang mengejarku. Aku melihat ke sekitar. Aku berada di pelataran gedung yang letaknya selisih tiga bangunan dari klub senam. “Mas Tala keringetan,” kataku setelahnya.

Tala seolah ikut berlari di belakangku. Memangnya dia tadi ada di sana?

“Mas Tala menunggu kamu di depan klub senam. Tapi, kamu malah lari kayak banteng matador lepas,” dia mengatur nafas. “Kamu larinya masih cepet banget, Sayang.”

Aku meraih tangan Tala, menggenggamnya erat. “Tolong bawa aku kabur dari sini, Mas Tala. Aku enggak mau datang lagi ke sini. Aku ....” Aku tidak dapat melanjutkan ucapanku karena tangisan ini mulai mengacau. Aku menelan ingusku sendiri. “Aku ... aku ... takut.”

Ada marah dalam ekspresi Tala. Dia membelai puncak kepalaku. Tala tidak mengatakan apa pun padaku, ia membantuku masuk ke dalam mobil yang entah bagaimana sudah berada di samping kami. Gwyn lah yang menyetir, sementara Tala berada di belakang bersamaku. Tala membiarkan aku menangis dalam pelukannya.

Tala tidak bertanya alasan aku menangis. Seolah dia tahu penyebabnya.

Apa Tala juga menyembunyikan sesuatu dariku?

Apa Tala berniat menyakitiku?

“Mas Tala, aku percaya sama kamu,” gumamku.

Namun, Tala tak pernah menjawab apa pun. Seolah ... kepercayaan yang aku berikan kepadanya akan berujung sia-sia.

-

“Mas Tala, mau bawa aku ke mana?” tanyaku setelah selesai menangis dan ketiduran.

Iya, aku tadi tidur karena capek sekali habis nangis. Sungguhan menguras tenaga, apalagi otot hidungku yang bekerja keras tarik ulur ingus. Walaupun begitu, masih ada sisa ingus yang enggak sengaja menempel di kemeja Tala. Aku tadi berusaha mengelapnya, eh malah semakin melebar.

“Bandung,” jawab Tala singkat.

“Kita serius mau ke Bandung, Gwyn?” aku malah bertanya kepada asisten pribadi Tala yang jarang kutemui. Mungkin dia lagi cuti selama ini.

Gwyn si pria macho yang namanya lebih mirip perempuan itu mengangguk kaku. Well, Tala juga kadang bisa sedingin itu sih. Ibaratnya bos sama anggotanya punya sifat mirip.

“Mas Tala mau ngajak aku babymoon ya?”

Kok babymoon kamu kan belum hamil?” Wajahnya syok dan merah padam. Lucu sekali.

“Oh iya, lupa aku tuh, kita belum membuat bayi bersama. Kapan-kapan yuk bikin Mas Tala! Aku mau cari how to make baby di Youtube.” Aku mengusulkan ide brilian yang membuat Tala dan Gwyn batuk-batuk.

Tala geleng-geleng kepala. “Udah kamu tidur lagi aja. Nanti kalau sudah sampai Mas Tala bangunin.”

“Aku gak mau bobo. Mas Tala aja yang bobo kan tadi pagi habis operasi.”

“Mas Tala, tidak ingin tidur.”

“Kenapa?” tanyaku penasaran.

“Mau puas-puaskan melihat wajah kamu yang jelek habis nangis,” jawabnya mengejek.

Aku menyembunyikan wajah di dada Tala. Sedikit modus sih. Hmm ... lama-lama wangi juga. Suka. Wanginya Tala.

“Jahat ya, untung wangi.”

“Padahal belum mandi dari pagi.” Tala tidak hanya menjawab dengan ucapan, dia mengeratkan kungkungannya. “Nanti kita menginap di Bandung ya, Felicia. Kamu temani Mas Tala untuk acara kantor,” katanya setelah sekian menit diam, mencium puncak kepalaku.

Oh My Husband!Where stories live. Discover now