Aneh.
"Ada apa?" tanya Raphael sembari duduk di sebelah Zhea. Perhatiannya sesekali teralihkan oleh beberapa anak yang lewat dan pengasuh mereka.
Zhea agak ragu membicarakan perihal seperti ini pada Raphael. Ujung-ujungnya, Raphael akan menyuruhnya melupakan kejadian itu. "Tidak ada," jawabnya akhirnya.
"Gelagatmu tidak menunjukkan jawabmu," sangkal Raphael. Sesekali, dia tersenyum ramah ke arah beberapa anak kecil yang lewat.
"Kau tidak akan percaya," kata Zhea dengan ketus.
"Tidak juga."
"Omong-omong, Lucifer kemana?" tanya Zhea, mengalihkan topik pembiacaraan mereka.
Ada perasaan tidak senang saat Zhea mengalihkan pembicaraan di hati Raphael. Terlihat jelas jika Zhea tidak ingin membicarakan sesuatu sekarang ini. Tetapi, dia menyangkal perasaan negatif itu dengan perasaan positif. "Pergi, mungkin," jawabnya dengan lesu.
Zhea menoleh ke arah Raphael yang terlihat lesu. Sesaat yang lalu, malaikat itu masih ceria walaupun tidak menunjukkannya secara langsung. Namun kini, terlihat lesu. Biasanya, Zhea bukan orang yang peka terhadap orang di sekitarnya. Tetapi entah kenapa, melihat Raphael tampak lesu begitu, dia merasa tidak enak hati.
Akhirnya, hanya ada keheningan di antara mereka. Atensi mereka sesekali teralihkan oleh anak-anak yang berseliweran di hadapan mereka. Kadang, saling lirik dan ketika menyadari sama-sama melirik, mereka akan berpura-pura tidak melirik.
"Kakak," panggil seorang anak perempuan dengan mata beda. Leia. Bocah perempuan yang mendekati Zhea beberapa waktu lalu.
Zhea menoleh ke arah Leia. "Kupikir kamu tidak terdaftar di panti asuhan ini. Apa baru masuk?" tanyanya.
Raphael mencegah Zhea untuk mengelus rambut Leia. Ketertarikan iblis terhadap manusia tidak bisa dianggap remeh. Meski hanya menempel, tidak dapat dipungkiri jika iblis itu akan berbuat jahat. Sama seperti Lucifer, yang sampai sekarang tidak tahu apa tujuannya mendekati mereka, terutama Zhea.
Leia cemberut. Sudah lolos dari iblis lain, kini masuk ke dalam jangkauan malaikat yang mendapat julukan Maut. Dia ingin sekali membawa Zhea.
"Apaan sih?" ujar Zhea dengan ketus. Dia menarik lengannya yang dicekal oleh Raphael.
"Ada banyak roh, setan, iblis, dan masih banyak makhluk halus lainnya yang berpenampilan seperti manusia. Kau tidak akan bisa membedakannya secara langsung. Gunakan nalurimu," peringat Raphael seraya melepaskan cekalannya.
Leia berdecak sebal. Samarannya terbongkar oleh malaikat. Pipinya mengembung dengan alis terpaut. Namun, dia tidak berkata. Hanya melihat Zhea dan malaikat mautnya saling melempar tatapan tajam.
"Kamu itu apa?" tanya Zhea dengan tiba-tiba. Netranya menatap Leia dengan tajam.
"Eh?" Leia terlonjak kaget, bersamaan dengan seseorang memegang kedua bahunya. Dari auranya, Leia bisa menebak jika orang atau apapun itu, pasti makhluk yang tadi.
"Kupikir, omongan tidak bisa memberikan ketegasan," bisik Lucifer tepat di sebelah telinga Leia.
Bocah perempuan itu menghilang seketika. Tanpa jejak maupun suara. Hanya angin yang terasa.
"Aneh," pikir Lucifer. "Kupikir dia tidak bakal bereaksi seperti itu."
^°^°^
Sisa hari mereka dihabiskan di panti asuhan. Hingga mereka tidak lagi mengingat waktu, kapan mereka akan mengurusi diri sendiri. Benar-benar menghabiskan waktu di panti asuhan.
Setelah Lucifer membujuk Zhea dan Raphael agar keluar dari panti asuhan, kini mereka ada di sebuah halte bus terdekat. Dari halte bus, mereka masih bisa melihat bangunan panti asuhan.
"Kau yakin, kita akan menunggu bus di sini?" tanya Lucifer pada Raphael. "Hari semakin larut. Jarang sekali bus lewat sini."
Raphael menghela napasnya dengan perlahan, seolah-olah berusaha mengeluarkan seluruh beban hidupnya. Termasuk menyingkirkan Lucifer dari hadapannya.
Sementara itu, Zhea disibukkan oleh minuman kalengan yang dibawanya. Entah darimana dia dapat minuman itu. Sembari sibuk meminum minuman kalengannya, Zhea melirik Raphael dan Lucifer yang tampak adu pendapat lewat aura. Sebelum dia benar-benar muak dengan adu pendapat dengan cara seperti itu, kepulan asap sudah menyambut netranya. "Api!" serunya sembari menunjuk bangunan panti asuhan.
Raphael otomatis menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Zhea. Dia lantas beranjak dan menarik Zhea untuk mendekat ke sumber api. Sedangakan Lucifer hanya mengikuti mereka dari belakang dengan raut frustasi karena harus kembali ke panti asuhan lagi.
Sesampainya di depan panti asuhan, mereka melihat banyak anak-anak sudah dikeluarkan dari area kebakaran.
"Pantas kalau mereka bakal ditumbalkan," gumam Lucifer sembari mengamati keadaan. Api yang menjilat langit tampak sangat ganas. Dia bisa melihat ada yang aneh dengan kobaran tersebut. Meskipun dia ingin mengatakannya, Lucifer tetap bungkam.
Biasanya, ke manapun Raphael pergi, pasti ada suatu alasan khusus.
Zhea segera menghampir satu per satu pengasuh panti yang ada seraya menanyai keadaan. Tidak lupa, dia juga mengecek keadaan anak-anak yang terlihat ketakutan. Bahkan beberapanya, ada yang menangis. Entah menangisi bangunan panti yang terbakar ataupun menangisi barang-barang kesayangan mereka yang ikut terbakar.
Sementara itu, Raphael segera menuju ke bangunan panti. Dia menyabotase jalanan yang ramai lalu lalang orang. Bahkan, menerobos masuk bangunan meskipun sudah dilarang oleh beberapa orang.
Lucifer menguap bosan. Alasan Raphael mengajak mereka ikut serta ke manapun pasti punya tujuan lain. Seperti kemarin; pergi ke hutan terpencil demi mendapatkan kejelasan keberadaan manusia serigala. Kali inipun sama.
Sebentar.
Seharusnya Lucifer yang masuk ke dalam bangunan penuh api itu.
Gawat, pikir Lucifer. Dengan segera, dia berlari masuk ke dalam bangunan, menyusul Raphael yang sudah ada di dalam sana.
^°^°^
Zhea mengembuskan napasnya dengan perlahan. Peluh membasahi sekujur tubuhnya. Matanya terasa perih setelah bergulat dengan asap tebal akibat kebakaran. Beberapa lebam menghiasi lengan dan kakinya. Debu menghinggapi wajah rupawannya. Secara keseluruhan, penampilannya kusut.
Setelah mendapatkan tempo pernapasan yang teratur, Zhea menoleh ke sekelilingnya. Para pemadam kebakaran sudah ada di tempat dan sedang memadamkan api yang tersisa. Para polisi mengamankan tempat kejadian perkara. Para medis menyelamatkan korban yang berjatuhan, baik anak kecil maupun dewasa. Namun, dia tidak mendapati Raphael maupun Lucifer.
Sontak, Zhea menatap bangunan yang hampir setengahnya lebur menjadi arang. Dia menelan ludah dengan susah payah. Dalam hati, dia berharap jika Raphael baik-baik saja dan Lucifer menghilang.
"Anda menunggu saya, Nona?"
Zhea memejamkan matanya sejenak, berusaha meredam emosi yang melunjak ketika mendengar suara Lucifer begitu nyaring di telinganya. Dia benci dengan Lucifer sejak awal pertemuan mereka. "Ya," jawabnya seraya memandang bangunan hangus di depannya. "Menunggu kabar kau akan hilang, tepatnya."
Lucifer tersenyum simpul. "Sampai kapanpun, Nona, saya tidak akan meninggalkan Anda," balasnya seraya duduk di sebelah Zhea.
Zhea memutar matanya jengah. Ratusan kali dia sudah mendengar kalimat itu dari Lucifer. Pikirannya kembali tenggelam ke keadaan Raphael sekarang ini, yang saat ini belum dilihatnya.
YOU ARE READING
a little tale.
FantasyMaut hanyalah entitas yang dibuat untuk menyadarkan makhluk Bumi. Bahwa mereka tidak abadi dan tidak ada yang abadi. Digambarkan sebagai entitas yang berpenampilan suram nan dingin, banyak Maut yang menyamar menjadi manusia dan berbaur demi perintah...
... api, Api, APi, API.
Start from the beginning
