Alkisah

10 1 1
                                    

Alkasih dimulai disebuah kapal besar yang membawa beribu penumpang menuju Skotlandia. Kapal yang memberikan fasilitas modern untuk para penumpang entah itu orang yang kaya, menengah atau bahkan dibawah rata-rata perekonomian. Semua bisa berlayar dengan kapal satu ini.

Nahkoda yang selalu awas dengan keadaan sekitar. Mengamati hal sekecil apapun agar tidak terjadi kecelakan besar seperti kapal Titanic waktu dulu. Dia tidak ingin membawa jiwa-jiwa ini menangis dalam penderitaan. Nahkoda kapal itu hanya ingin melihat senyum kebahagian yang terpancar dari para penumpangnya.

Malam ini begitu dingin dari malam sebelumnya. Nahkoda itu merapatkan jaketnya agar menjaga tubuhnya tetap hangat. Ingat? Ia harus membawa mereka dengan selamat.

Kapal sudah mulai sepi tidak lagi seramai saat matahari masih bersinar.

Sesaat mata nahkoda itu menyipit. Memastikan penglihatannya.

Di ujung depan sana ada seseorang yang berdiri tanpa pakaian hangat yang dikenakannya.

Nahkoda itu berjalan mendekat. Menatap wanita itu. Wanita itu masih terdiam ditempatnya tidak menoleh ke arah nahkoda tersebut.

Mungkin wanita itu tidak menyadarinya. Pikir nahkoda itu.

"Nyonya. Sebaiknya anda kembali ke dalam. Cuaca malam ini terlalu dingin. Anda bisa sakit esoknya." Wanita itu menoleh sedikit ke asal suara. Hanya tersenyum tipis lalu kembali menatap ke depan.

Nahkoda itu terdiam. Ada apa dengan senyum wanita ini?

"Sebaiknya an..." Suara nahkoda terpotong saat wanita itu menatap nahkoda itu.

"Terima kasih atas perhatiannya. Saya hanya ingin melihat seberapa indah laut saat malam. Karena seseorang pernah mengatakan kalau laut di tengah malam itu indah." Ucap panjang lebar wanita itu. Nahkoda tersebut hanya diam mendengarkan. Lalu mengikuti tatapan wanita itu tertuju.

"Tapi yang aku lihat hanya hamparan kegelapan." Wanita itu mendesah kecewa.

"Apa dia berbohong?"

Bukanya kenapa. Sebagai nahkoda yang sudah bekerja diatas kapal selama 10 tahun mengakui keindahan laut di malam hari. Ini bukan apa yang kau lihat, tapi apa yang kau rasakan.

"Tidak. Dia tidak berbohong." Wanita itu terlihat bingung.

Nahkoda itu mensejajarkan tubuhnya dengan wanita tersebut. Merentangkan kedua tangannya. "Coba rentangkan tangan anda. Rasakan perlahan terpaan angin laut malam. Anda akan mengerti maksud saya."

Wanita itu cukup lama terdiam menatap pria disampingnya. Lalu merentangkan kedua tangannya. Perlahan kedamaian ia rasakan. Rasanya aneh, tapi ini benar-benar damai untuk hati dan pikirannya.

Pria itu membuka mata lalu tersenyum saat melihat wajah damai wanita tersebut.

Suara bersin terdengar di telinga pria itu, membuatnya terkekeh kecil lalu membuka jaketnya dan memasangkan pada wanita itu.

"Mungkin anda akan demam untuk ke depannya." Wanita itu mengeratkan jaket pemberian pria itu lalu mengangguk kecil.

"Terima kasih." Menunduk sedikit sebelum melangkah menjauh menuju kamarnya.

Pria itu hanya mendesah kecil lalu berjalan kembali ke tempatnya.

Hanya karena kejadian kecil itu wanita itu merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Lebih banyak tertawa hanya karena lelucon kecil dari nahkoda itu.

Menikmati malam bersama dengan menikmati hamparan laut malam. Memang biasa, tapi terasa luar biasa saat bisa bersama dengan nahkoda itu.

Tidak terasa dermaga sudah terlihat, ini terakhir wanita itu bertemu dengan nahkoda jenaka itu. Mungkin ini awal dan akhir untuk mereka saling berbicara satu sama lain.

Setelah semua penumpang turun termasuk wanita itu, berarti cerita nahkoda dan wanita sedih berakhir. Hanya menjadi kenangan yang kabur. Kenangan yang mungkin beberapa hari akan terlupakan. Iya memang harus seperti ini.

Dan hari ini waktunya wanita sedih dan nahkoda jenaka berpisah.

Saling mengenal

Saling berbicara satu sama lain

Tapi..

Tidak saling memiliki

Selesai.

July, 02 2020

KapalWhere stories live. Discover now