Prolog

10 3 1
                                        

Asap mengepul di atas ruangan melayang yang sedang terbakar itu. Sementara, pemeran utama dalam cerita ini berjalan membelakangi pemandangan yang membawa hawa panas itu. Mara berjalan layaknya pahlawan dengan dada membusung ke depan.  Langkah kaki yang dia ambil satu demi satu menjauhi tempat itu mencerminkan seorang pahlawan benar-benar nyata. Pandangan yang diarahkannya jauh ke depan tanpa tolehan kebelakang seakan menandakan bahwa dia menang, dan akan segera memulai pesta kemenangannya.

Namun suatu berdasarkan fisik dan pengamatan belum tentu sama dengan nurani yang berjalan. Dalam busungan dadanya yang dilihat memiliki nilai kebanggaan dan kelegaan itu ada rasa ciut di dalamnya. Dalam langkah dan pandangan berani yang mengarah ke depan tempatnya merayakan kemenangan, ada ketakutan yang mengintainya. Rasa bersalah dan keragu raguan .

Apakah yang dia perbuat merupakan suatu yang benar?

Langkah kaki itu tiba-tiba terhenti. Pandangan yang mengatakan bahwa dia sudah memutuskan pilihannya tiba-tiba berubah. Pahlawan kita menoleh ke arah ruangan melayang itu, berpikir sekali lagi untuk menenangkan hati nuraninya. Pilihan di tangannya. Untuk menjadi pahlawan dalam kebimbangan, atau mendengarkan nuraninya dan menjadi dirinya sendiri.

Catch UpWhere stories live. Discover now