Delapan

44 5 0
                                    

Harusnya dengan absen dari pelajaran olahraga, Fabian dapat sedikit bersantai. Anggap saja sedang mengistirahatkan diri dari segala masalah yang menimpa belakangan ini. Namun, ia lupa jika masih ada Natasha yang sewaktu-waktu menodong cerita darinya. Terlebih lagi semenjak pemuda itu mematikan ponsel dan belum dinyalakan sampai sekarang.

Gadis itu sangat peka. Sedikit gestur aneh yang dilakukan Fabian dan gadis itu segera mengetahuinya tanpa banyak pikir. Kendati luka di lengan itu telah ditutupi dengan pakaian berlengan panjang, tetapi mata jeli sang gadis segera mengenali ada sesuatu yang tidak beres dengan Fabian.

"Kemarikan lukamu!" perintah Natasha sembari menodongkan tangannya.

"Ini bukan luka serius, kok."

"Justru aku beranggapan kamu mendapat luka baru. Apakah dari para perundung itu lagi?"

Fabian ragu. Jika kejadian semalam diceritakan kepada Natasha, gadis itu mungkin tidak akan percaya.

"Jadi anak-anak perundung itu, ya? Apa tebakanku benar?" Sang gadis sedang tidak sabaran.

"Salah dan kesempatanmu menebak sudah habis. Kita akhiri sampai di sini saja, ya. Habis ini kita ada tugas di laboratorium, 'kan? Kita harus bergegas sebelum orang-orang tahu kamu bergaul baik denganku."

"Aku tidak izin keluar lebih dulu dengan alasan nyeri perut supaya dapat penolakan darimu. Ponsel tidak aktif, semua telepon dan pesan masuk dariku belum masuk ke punyamu. Aku heran saja kenapa kamu selalu menutup diri seperti ini?" omel Natasha.

Orang yang sedang diajak bicara justru memalingkan wajah. Kentara sekali sedang mencoba menghindari pertanyaan.

"Yak! Fabian Kim! Kalau diajak bicara jangan memalingkan wajah dan pura-pura tidak tahu. Aku mau tahu kelanjutan dengan adikmu yang kemarin." Tak hanya mengomel, Natasha juga menyodok punggung Fabian dengan telunjuknya.

Setelah lama didesak, akhirnya pemuda itu menyerah. Ia menghela napas berat. "Justru karena hasilnya buruk, aku tidak mau cerita."

"Ah ..., adikmu pasti tidak menerima permintaan maaf darimu karena kamu kurang lihai melakukannya. Dia pasti tidak mengungkapkan alasannya juga, 'kan?" Seluruh perkataan Natasha disambut dengan gelengan.

"Lebih parah dari itu?"

Fabian mengangguk dengan berat hati. "Sangat parah sampai aku mendapat gigitan darinya."

Natasha terbahak. "Itu cuma digigit bocah lima tahun, bukannya anjing. Kamu lebih babak belur ketika dipukuli para perundung itu."

Membungkam tawa sang gadis, Fabian menunjukkan lukanya yang masih dibalut perban. "Hasil gigitan itu delapan bekas jahitan. Gigitan yang sangat dalam untuk ukuran gadis lima tahun."

Tawa sang gadis terhenti, digantikan seraut wajah sangsi.

"Dokter yang menangani lukaku sampai menyebut Lucy itu makhluk jadi-jadian."

Gadis yang sama-sama berdarah separuh Korea itu sama sekali tidak kelihatan percaya dengan apa yang baru saja dikatakan lawan bicaranya.

"Fabian Kim, apakah kamu berbohong untuk merebut perhatian orang tuamu?" tuduh Natasha.

"Apakah sakit seperti digigit anjing ini bohongan?"

Jawaban retoris Fabian seketika membungkam mulut Natasha.

"Itu belum semuanya, Nat. Aku masih mengalami sisa-sisa hari yang berat karena tingkah laku Lucy," lanjut Fabian.

"Kamu bertengkar dengan ayah dan ibumu," balas gadis di hadapan Fabian percaya diri, seolah jawabannya sudah dibuktikan benar.

"Ya, tidak sepenuhnya salah. Aku dan ayahku memang bertengkar. Ibuku tidak berbuat apa-apa selain mencoba melerai kami, tapi ayahku tiada hentinya membela Lucy apa pun yang aku katakan. Dan itu bukan bagian paling menyeramkannya. Hanya aku yang tahu soal ini." Tatapan pemuda enam belas tahun itu menelusuri ingatan semalam yang masih sangat membekas.


***


Sepulangnya dari klinik dengan dibumbui adu mulut sepanjang perjalanan, ayahnya masih enggan mengakhiri argumen sengit itu. Kecuali jika Fabian minta maaf karena telah menimbulkan kekhawatiran dan menyeret-nyeret nama Lucy atas luka baru itu.

Jelas saja Fabian tidak sudi meminta maaf di bagian terakhir karena memang benar bahwa adiknya yang telah meninggalkan luka besar dan dalam tersebut. Namun, ayahnya tetap tidak mau tahu dan ibunya sama sekali tidak membantu. Tidak ingin memperpanjang perkara, si sulung keluarga Kim membungkuk dalam-dalam memohon maaf tanpa menyebutkan apa pun soal adiknya.

Ayahnya masih menganggap permintaan maaf itu tidak tulus. Nama Fabian disebut kembali agar bergabung ke meja makan untuk menyelesaikan semuanya. Hanya saja sang pemuda menulikan telinga. Ia enggan mengakui kesalahan yang sama sekali tidak dilakukan. Ketika hendak menuju tangga yang menghubungkan ke lantai dua, mata Fabian bertemu dengan sosok Lucy. Gadis itu bersembunyi di antara jeruji kayu pegangan tangga. Mata gadis kecil itu mengarah ke ruang makan yang menyatu dengan dapur, tempat sebelumnya perdebatan terjadi.


***


"Yang paling tidak bisa aku lupakan dari Lucy kala itu adalah wajahnya yang tampak menikmati. Seolah-olah pertengkaranku dengan ayah adalah tontonan yang menarik. Senyum di wajahnya itu membuatku terganggu dan agak merinding, tetapi setelah menyadari aku mulai menaiki tangga ke lantai dua, ia segera berlari kembali ke kamar. Bukankah itu sangat aneh, Nat? "

Semenjak tadi, Natasha berusaha meresapi setiap detail cerita. Telunjuknya mengetuk-ngetik dagu. "Sifat seorang anak perempuan yang sangat manis tiba-tiba saja berubah menjadi sangat agresif. Kenapa hal ini sangat janggal, seolah-olah ia adalah orang yang berbeda? Apakah ada sesuatu yang mungkin saja mengubahnya selama ia hilang? Atau paling tidak memengaruhinya agar berubah menjadi seperti itu."

Kedua remaja itu ditenggelamkan pemikiran masing-masing. Hingga bunyi jentikan jari sang gadis memecah konsentrasi.

"Aku tahu seseorang yang mungkin bisa kita tanyai terkait hal-hal berbau janggal dan aneh seperti ini," ujar Natasha, masih dengan rasa percaya diri yang tinggi.

"Siapa?"


***


"Jadi maksudmu kita bertemu dengan kedua orang tuamu dan mencoba memecahkan masalah dari sudut pandang yang berbeda? Dari sisi mistis?" Fabian tidak habis pikir mengapa Natasha menggiringnya ke restoran setelah sekian lama tidak berkunjung.

Kecurigaan ia akan diminta membantu melayani pelanggan timbul begitu saja. Mengingat kedatangannya pertama di kediaman keluarga Jung memang itu menghasilkan uang dan terbang balik ke Korea. Klise. Seperti anak-anak yang merencanakan minggat setelah pertengkaran pertama dengan orang tua mereka.

"Oh, Tuhan! Lihatlah Fabian kita yang sekarang sangat kurus. Suamiku, tinggalkan wajanmu sebentar dan temuilah Fabian sebentar!" Bibi Agatha menyambut dengan hangat seperti biasa. Ia merengkuh tubuh Fabian dan mendaratkan beberapa kecupan di puncak kepala yang diwarnai cokelat tembaga itu.

Paman Byungho benar-benar meninggalkan wajannya, diserahkan kepada asisten kokinya tanpa pikir panjang. Reaksi yang ditunjukkan kurang lebih sama dengan istrinya kecuali di bagian mengecup.

"Ayah dan Ibu bisakah aku tanya sesuatu? Ini berkaitan dengan hal-hal ganjil." Natasha menengahi ayah dan ibunya sebelum mereka menggencet Fabian menjadi bola-bola daging.

"Mengapa kamu merusak kesenangan Ibu dan ayahmu ini? Kita bisa bahas hal itu lain kali," balas Bibi Agatha yang lantas memeluk Fabian lebih erat.

"Ini ada hubungannya dengan Fabian. Ibu hampir saja membuat luka di lengannya jadi terbuka lagi!" omel Natasha ketika melihat wajah Fabian yang meringis menahan sakit.

"Oh, Tuhan, apa yang sudah aku lakukan pada anak tampan ini?" Bibi Agatha memeriksa tubuh Fabian dari ujung kepala hingga kaki, lalu terhenti di bagian lengannya.

"Apa kamu habis dipukuli orang?" Paman Byunho bertanya khawatir.

"Itu bukan karena dipukuli orang, tapi karena digigit," jawab Natasha sebelum temannya di pelukan sang ibu menimpali.

"Apakah ini digigit anjing?" Bibi Agatha yang tidak ingin ketinggalan lantas bertanya sembari meneliti lagi bekas luka yang tertinggal di tubuh teman putrinya.

"Ini karena digigit adik saya, Bibi."

Reaksi atas jawaban Fabian itu nyaris sama dengan yang lainnya selama ini. Dokter yang tidak percaya, Natasha juga, kini ditambah dengan kedua orang tua Natasha yang juga sangat sangsi.

"Aku yakin Ibu punya banyak cerita yang janggal seperti ini," ujar Natasha yang lantas meyilangkan kedua tangan di depan dada.

Bibi Agatha menatap Fabian lekat-lekat sebelum berkata, "Bibi bukan paranormal atau sejenisnya, tapi Bibi banyak mendengar cerita menyeramkan semasa bekerja di stasiun radio dulu. Maukah kamu membagi sedikit cerita?"

Fabian beberapa kali melirik temannya ragu. Namun, gadis itu masih meyakinkan bahwa keputusan Natasha menanyakan sesuatu pada ibunya yang sering mendengar cerita horor akan sedikit membantu kali ini.


***

My Little Sister [TAMAT]Where stories live. Discover now