Part 6 : Fingertips

1.5K 168 39
                                    

"Kau belum pulang?"

Demi Buddha, mengapa orang ini suka sekali muncul dan mengagetkanku? Aku hampir saja menyemburkan air yang sedang ku minum. Aku sedang beristirahat di ruang dance GMM dan tiba-tiba Bright datang. Tahu dari mana dia kalau aku di sini? Tak bisakah dia sekali saja tidak muncul? Tidakkah orang ini tahu bahwa kemunculannya melemahkan tubuh manusiaku?

Aku tidak seketika menjawab. Air mineralku belum habis, jadi aku tidak merasa punya kewajiban untuk segera meladeninya. Hari-hariku semakin berat saja karena harus meladeni dua orang yang sama menyebalkannya. Tahu siapa saja kan?

Aku memilih ruangan ini sebagai tempat istirahat selain karena sepi, aku juga bisa duduk dengan santai karena lantainya yang dijamin bersih.

"Belum dijemput P'Aed." Jawabku singkat setelah menyelesaikan sebotol penuh air mineral tanpa jeda.

"Memangnya P'Aed kemana?"

"Tidak tahu, katanya masih ada urusan. Aku disuruh menunggu."

"Mau pulang bersama?"

"Nope, aku menunggu P'Aed saja. Pulang sana."

Bright duduk di hadapanku. Ruangan itu hening. Aku masih memainkan tutup air mineralku dan Bright yang tiba-tiba beranjak lalu ku dapati dia menyeret set keyboard. Asal tahu saja, selain ruangan dance, tempat ini terhubung dengan studio musik mini yang nyatanya berisi instrumen musik nyaris lengkap. Aku tidak akan terkejut jika nanti GMM menggelar konser orchestra di sini. Aku bahkan bisa melihat biola yang jelek juga.

Ada perasaan aneh tiap kali aku hanya berdua dengan Bright. Semakin aku memikirkannya, semakin aku tidak mau mengakuinya. Perasaan aneh apa ini? Mengapa aku sangat senang jika hanya ada aku dan dia di tempat yang sama? Dia menyebalkan.

"Kok melamun?"

Aku terhenyak. Sejenak ku pandangi tubuh tegap Bright dan wajah Leonardo d'Caprio nya. "Kau mau apa?"

"Memainkan lagu, untukmu."

"Memangnya kau bisa main piano?"

"Hanya satu instrumen yan tidak ku kuasai." Bright terlihat sibuk dengan keyboardnya. Ia menyamankan tinggi penyangga agar sesuai dengan tinggi kursi yang ia duduki. Satu hal yang agaknya ku kagumi dari si brengsek ini, dia tidak pernah melewatkan satupun kalimatku. Sekalipun dia terlihat tidak mendengarkannya.

"Apa?"

"Biola."

Untuk yang satu ini aku bangga karena aku lebih unggul dari dia. Jika ada perlombaan bermain biola, aku akan menyeret Bright dan membuatnya jadi pesaingku. Satu-satunya cara untuk membuat dia terlihat bodoh.

"Itu mudah."

"Ya, untungnya kau bisa bermain." Ia menatapku, tanpa berkedip. Darahku berdesir. Tatapan itu lagi. Si sialan ini sedang berusaha menghipnotisku."Jadi aku tidak perlu khawatir."

"Hah?"

P'Aed cepatlah datang. Aku tidak ingin berurusan dengan orang ini lebih lama lagi. Dia sangat berbahaya. Jantungku rasanya mau meledak tahu.

Aku mengalihkan perhatianku pada ponselku. Detak jarum jam terdengar bersamaan helaan napasku. Hampir tengah malam dan aku masih di sini bersama Bright. Si aneh yang semakin dekat saja denganku. Terlalu dekat melebihi bayanganku sendiri.

Tak ada yang terjadi sampai ku dengar satu nada pertama—yang ternyata adalah Dichterliebe. Aku yang tadinya sibuk dengan ponselku, spontan menoleh ke arahnya. Ku lihat Bright memejamkan matanya sama sepertiku ketika bermain biola. Wajahnya begitu teduh, tidak seperti yang biasa ku lihat. Atau mungkin dia selalu begitu dan aku tidak pernah menyadarinya.

LOST AND FOUND [BRIGHTxWIN] [NSFW part 9]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang