Cry Again

50 5 1
                                    

Jimin bersandar pada salah satu pilar di stasiun Seoul. Matanya beberapa kali melirik pada jam yang melingkar di pergelangan tangan, kemudian kembali memperhatikan beberapa orang yang berlalu-lalang di saat musim dingin sedang berlangsung.

Dia menegakan tubuhnya ketika melihat dua sosok yang familiar. Lelaki berambut hitam dengan wajah datarnya berjalan terlebih dahulu, mengabaikan eksistensi lelaki manis yang memiliki rambut senada dengan permen kapas yang berjalan tidak jauh di belakangnya.

Jimin melangkahkan kakinya, berjalan tepat di belakang lelaki manis itu, melihat kembali dirinya yang dulu, dirinya yang naif. Pandangannya kemudian beralih pada sosok yang berjalan tidak jauh di depan mereka.

Langkah mereka semakin jauh, berjalan dengan langkah yang statis dan tanpa gerakan yang dinamis. Semakin jauh, menjauh dari keramaian, mencoba mencari ketenangan.

"Kak Yoongi..." si rambut merah muda mulai mengusik ketenangan yang ada. Tangannya mencoba memegang lengan yang lebih tua. Tidak ada yang berarti, tangan itu langsung ditepis ketika mencoba menggapai.

"Jangan menangis..." bisik Jimin, matanya menyendu. Berhenti sejenak memperhatikan punggung Yoongi yang masih terus berjalan. "Tolong jangan menangis di depannya, Jimin."

Jimin kembali melangkahkan kakinya tapi harus berhenti di langkah kedua ketika melihat Yoongi berbalik. Lelaki itu melihat sosok Jimin yang berambut merah muda, pandangannya seolah muak melihat eksistensi lelaki manis itu.

"Apa kamu tidak lelah mengikutiku terus? Park Jimin?"

Jimin bisa melihat dirinya sendiri tersentak, tapi si rambut merah muda itu masih terus mencoba mendekati Yoongi. Mencoba menenangkan kekasihnya itu.

"Kak Yoongi pasti lelah kan? Ayo pulang? Jimin udah masak makanan kesukaan Kak Yoongi." Jimin tersenyum remeh mendengar dirinya dulu yang masih berucap begitu lembutnya bahkan setelah dibentak oleh kekasihnya sendiri.

Dia menutup matanya, tidak mau melihat ekspresi Yoongi. Bagaimana bisa dia melihat ekspresi itu sekali lagi? Jimin bahkan belum bisa melupakannya, masih terus terbayang bahkan masuk dalam mimpi buruknya.

"Pergi, tolong pergi."

Ucapan Yoongi tepat menghantam keduanya. Bahkan Jimin yang kini telah dewasa, yang mengira dirinya telah kuat, ternyata masih hancur mendengar kata itu untuk kedua kalinya. Semakin hancur ketika melihat kalung yang diberikannya pada Yoongi dibuang begitu saja.

Yoongi kembali berjalan. Kali ini Jimin tidak langsung mengikutinya. Setetes air mata jatuh tapi langsung diseka. Jimin belum menyerah.

Jimin perlahan mendekati dirinya, mengambil kalung yang tadi dibuang Yoongi. Tangannya memperhatikan kalung itu sebelum kemudian menyerahkannya pada si rambut merah muda.

"Berhenti, berhentilah menangis," bisiknya sambil meletakkan kalung tersebut di tangan Jimin yang digenggamnya.

Dirinya yang naif, dirinya yang begitu mencinta tidak ingin berhenti. Jimin langsung berlari mengejar Yoongi yang sudah hampir menghilang dari pandangannya. Dia tidak ingin menyerah.

Jimin tahu itu. Dia membiarkan dirinya sendiri berlari, memperhatikan dari jauh. Tidak perlu mengejar, dia tahu sampai di mana dirinya itu akan berlari.

"Kak Yoongi!" Jimin berteriak, berharap Yoongi mendengarnya.

Lelaki itu berhenti, berbalik melihat Jimin dengan pandangan marah. "Kenapa terus mengikutiku?! Ku bilang pergi, Park Jimin. Apa kamu tidak mengerti?!" tangan Yoongi mencengkeram pundak Jimin.

"Kak Yoongi pasti lelah makanya marah-marah begini kan? Ayo pulang ke rumah. Kak Yoongi harus istirahat, ku mohon."

Yoongi muak mendengarnya. Muak mendengar bujukan Jimin. Dia lelah, sudah bosan dengan eksistensi lelaki manis itu. Yoongi mendorong Jimin. "Aku lelah denganmu, Park Jimin. Aku ingin berpisah."

"Kak Yoongi, ku mohon. Aku akan berubah. Aku tidak akan lagi memaksa kakak untuk kencan di akhir minggu, tidak, bahkan tidak masalah jika kita tidak pergi  berkencan. Aku bahkan tidak akan marah jika kakak tidak memelukku ketika tidur. Tapi tolong jangan tinggalkan aku."

Yoongi menghela napas. Dia sudah tidak bisa bersama Jimin. Hatinya bukan untuk lelaki manis itu lagi. Hubungan mereka hambar, tidak semanis dulu. Dengan langkah pasti dia meninggalkan Jimin, meninggalkan lelaki manis itu terjatuh sendiri.

Jimin melihat semuanya. Melihat bagaimana kejamnya Min Yoongi meninggalkannya sendiri, membiarkannya terjatuh bahkan ketika lelaki itu tahu kalau hanya dirinya tempat Jimin  untuk pulang.

Perlahan dia mendekati Jimin. Dirinya terduduk, mensejajarkan dirinya dengan si rambut merah muda.

"Tolong berhenti menangis di depannya," pinta Jimin lembut. "Jangan jadikan ini perpisahan yang buruk. Kita punya banyak hal yang ingin disampaikan padanya, tapi kita berdua tahu semuanya sia-sia. Jadi, cukup katakan kamu mencintainya untuk yang terakhir kali. Jangan sampai terlambat, Park Jimin."

***

Jimin memperhatikan dirinya dan Yoongi yang kini berdiri menghadap laut. Dinginnya angin malam tidak menjadi alasan untuk segera pergi dari tempat itu. Perlahan Jimin meraih tangan Yoongi, meletakkan kalung yang tadi dibuang pria itu.

Yoongi memperhatikan kalung itu sejenak, kemudian menggenggam kalung itu erat. Hanya sebentar sebelum akhirnya dengan sekuat tenaga membuang jauh kalung itu, membiarkannya tenggelam dalam ombak.

Jimin bergeming, begitu juga Yoongi. Keduanya mengingat kembali kenangan mereka bersama. Berbagi satu selimut yang sama di tempat ini. Saling memeluk untuk mengusir dinginnya angin laut. Tertawa bersama, saling memberikan kecupan manis dan kemudian akan saling memeluk ketika tertidur nanti.

Jimin melihat dirinya menangis. Untuk yang terakhir, terakhir kalinya kamu menangisi lelaki ini, menangisi Min Yoongi.

Tangan Jimin terulur ke depan bersamaan dengan tangan si rambut merah muda. Jimin menggapai pundak Yoongi dan memutar lelaki itu untuk menghadap ke arahnya. Untuk terakhir kalinya.

"Aku mencintaimu," bisik Jimin pelan sebelum akhirnya mencium bibir Yoongi. Air matanya terjatuh. Yoongi sama sekali tidak membalas ciuman itu, membiarkan Jimin menciumnya tanpa ada balasan.

Jimin melepaskan ciuman itu. Dia menjatuhkan kepalanya pada pundak Yoongi, membiarkan air matanya membasahi pundak yang lebih tua.

Cukup lama Yoongi membiarkan mereka pada posisi itu sebelum akhirnya mendorong pelan tubuh Jimin. Digenggamnya tangan Jimin, memberikan senyum kecil pada lelaki manis itu. Bagaimanapun Jimin-lah yang sudah menemaninya selama 5 tahun ini.

"Selamat tinggal, Minnie."

Perlahan Yoongi berjalan menjauh, meninggalkan Jimin yang kembali menangis. Tangisannya semakin keras, mengiringi kepergian Yoongi dari hidupnya. Menyadari mereka kini tidak lagi berjalan di arah yang sama.

Jimin berjalan mendekati dirinya yang rapuh itu. Memeluk dirinya yang masih muda dengan lembut. Melihat bersama kepergian Min Yoongi dari hidup mereka.

Go, please go, don't come.

-Fin-

Halo, aku kembali lagi.
Mungkin di cerita kali ini bakalan sedikit bikin kalian bingung. Pasti kalian bingung, kok Jiminnya ada dua? Ini mereka putus apa gimana?
Jadi, di sini Jimin datang kembali gitu ke masa lalu, ketika dia sama Yoongi putus. Dia ga mau menyesal karena ga bisa ucapin perpisahan yang baik sama Yoongi jadi dia kembali.
Cara ngebedain Jimin yang datang dari masa depan dan Jimin di masa lalu bisa dilihat dari penulisan namanya. Jimin di masa lalu ditulis dengan tulisan miring, seperti ini, Jimin.
Kalau kalian masih bingung bisa tinggalin komentar aja, pasti aku jawab ><
Terima kasih 💜

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 19, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

petite histoire | y.mWhere stories live. Discover now