SEEKOR MERPATI PUTIH

Mulai dari awal
                                    

Mereka tentunya amat bersyukur pada karunia itu. Hanya saja sekarang mereka tidak bisa bertemu dengan keluarga. Mereka akan pulang ke desa sesekali saja.

Saat ini Aji dan Seta tengah duduk menikmati santap siang mereka disebuah pondok bambu bersama beberapa prajurit.
Sembari makan, mereka juga berbincang.

"Bagaimana dengan kabar adikmu itu sekarang?" Tanya seorang prajurit pada Aji.

"Mana aku tahu kabarnya. Yaaah, tapi kuharap dia selalu baik baik saja" jawab Aji.

"Kalian bisa menjadi prajurit disini, tapi saat di tantangan sayembara kenapa bisa kalah dari Dwi Lingga yang masih bau kencur itu?" Tanya yg lain.

Beberapa orang menertawakan Aji dan Seta. Tentunya itu hanya banyolan saja.

"Dengar ya, meskipun kami pandai dalam pertempuran, tapi kami tidak memiliki keahlian khusus seperti yang dimiliki Dwi Lingga.
Tapi sebaliknya juga, dia tidak terlalu pandai dalam bertempur hahahha" Seta tertawa.

"Adikku memang punya otak yang cerdik. Dia bisa memantau situasi juga. Hanya saja memang dia tidak terlalu pandai bertempur. Tapi meski begitu, dia mendapat karunia yang luar biasa sejak lahir.
Ah, aku juga tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Dia sangat beruntung memiliki kemampuan hebat yang diberikan Sang Hyang Widi. Kadang aku sendiri merasa iri padanya" ucap Aji panjang lebar.

"Tapi benar juga kan? Kalian lihat sendiri bagaimana aksinya saat di arena sayembara. Aku tidak menyangka dia bisa melihat cincin pada gagak yang terbang tak karuan cepatnya.
Otak dan penglihatannya bagaimana bisa setajam itu?" seru seorang prajurit.

"Bukan itu saja! Dia bahkan bisa membunuh seekor harimau!" Seru yg lain.

"Wah, kurasa putra Mahapatih saja tidak sehebat dia. Meski dia pandai bertempur. Tapi mulutnya itu lebih tajam dari pedang" cibir yang lain.

Aji dan Seta yang mendengarnya hanya menggeleng gelengkan kepala sambil tersenyum. Tidak tahu saja mereka siapa sebenarnya Dwi Lingga.
Seorang gadis yang berasal dari desa.

Mereka melanjutkan lagi makan mereka. Sampai saat Aji melihat Seta yang diam mematung menatap kearah lain.
Ia menautkan alisnya. Ada apa dengan sahabatnya itu?

Ia pun ikut menatap kearah dimana Seta menatap. Dan ia baru paham mengapa Seta diam mematung.

Disana, agak jauh dari tempatnya duduk, ia melihat Gusti Putri Sekar Shinta tengah berjalan diiringi beberapa emban. Berjalan bersama sembari bersenda gurau.
Wajahnya yang cantik pun semakin cantik karena perempuan itu tersenyum dan sesekali tertawa. Pantas saja sahabatnya itu terpesona.

Aji menoleh kearah Seta yang masih mematung dan menatap kearah yang sama sejak tadi. Bahkan sahabatnya itu pasti tidak sadar tengah tersenyum.

"Jangan berharap terlalu tinggi" ucap Aji mengejek.

Ia memukul dada Seta dengan punggung tangannya. Membuat sahabatnya itu tersentak.

"Semua laki laki juga pasti akan melakukan hal yang sama jika melihat Gusti Putri.
Mematung dan terpesona" Seta membela diri.

"Benar. Tapi terlalu terlarang untuk orang orang miskin seperti kita.
Ayolah, jangan sampai terjebak oleh perasaanmu itu" Aji mengingatkan.

Aji jelas tahu apa yang terjadi pada Seta. Tatapan jatuh hati dari seorang laki laki. Terpikat pesona seorang gadis.
Ia sangat tahu, sebab mereka sudah bersahabat sejak kanak kanak. Saling tahu sifat masing masing.
Tapi untuk kali ini, ia merasa sedikit khawatir. Sebab gadis yang memikat hati sahabatnya itu bukan orang biasa.

****

Pramudhita memacu kudanya pelan. Kali ini tidak tergesa gesa. Sebab hari terlalu terik, ia tak mau membuat kudanya cepat lelah.

Sejak ia pergi dari tempat ia melepaskan merpati putih tadi, ia tidak sadar jika sebenarnya merpati itu terbang mengikutinya dibelakang.
Merpati itu tidak terbang meninggalkannya saat Pramudhita melepasnya.

Dan sekarang merpati putih itu masih terus mengikutinya. Justru sekarang merpati itu hinggap didahan sebuah pohon mahoni. Memperhatikan Pramudhita dari jauh.

Pramudhita sendiri merasa ada yang mengikutinya. Namun anehnya, ia tak mendengar langkah kaki, melainkan kepakan sayap.

"Apa kau dengar sesuatu teman?" Bisik Pramudhita ditelinga kudanya.

Tentu saja kudanya itu tak bisa menjawab.

Ia menatap ke kanan kiri. Namun ia tidak melihat apapun.
Saat ia menoleh ke belakang, ia melihat sekelebat bayangan disertai sebuah kepakan.
Dan untungnya, merpati itu bisa dengan cepat menghindar. Sehingga Pramudhita tidak dapat melihatnya.

"Wira!!! Kau kah itu?" Teriak Pramudhita.

"Cepatlah keluar! Jangan bercanda padaku!" Ia mengira jika kepakan sayap itu dari Wira. Garuda raksasa yang ia kenal.

Pramudhita mengerutkan dahinya. Nyatanya memang tidak ada seseorang pun yang menjawab. Dan ia juga tidak tahu dimana sekarang sesuatu yang mengikutinya itu.

Ia pun memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Ia memacu kudanya dengan kencang.
Sampai akhirnya ia tiba disebuah jalan setapak yang berada ditepi jurang.

Jurang itu menganga lebar. Begitu luas juga dalam. Pramudhita bergidik ngeri. Ia tak dapat membayangkan jika sampai terperosok ke sana.

"Sial! Kenapa harus jatuh?"

Pramudhita mengumpat saat pedang yang ia letakkan di leher kudanya terlepas dari ikatan. Kemudian ia melompat turun, dan meraih pedangnya yang tertahan disebuah akar pohon yang menjuntai ke jurang.

Ia sekuat tenaga sampai harus menelungkup untuk meraihnya.

'ayolah, sedikit lagi'

Sebenarnya itu sangat berbahaya untuknya. Jika saja pedang itu bukan pemberian Gusti Putri Sekar Shinta, mungkin ia akan membiarkannya saja. Karena ini terlalu mengancam keselamatannya.
Tapi ia tidak mau mengecewakan Gusti Putri. Maka ia berusaha mengambil pedang itu, meski berbahaya.

'ayolaaaaah, kenapa susah sekali'

Ia terus menjulurkan tangannya ke tepian jurang. Berusaha meraih pedang itu namun tangannya tak juga sampai.

Seketika matanya terbelalak. Tiba tiba tanah tempat ia menelungkup itu ambles dan jatuh kedalam jurang.
Terpelanting lah ia kedalam jurang. Namun tangannya berhasil meraih akar akar pohon untuk bertahan.

"Aaakk tolong!!!!! Tolong!!!!"

Ia terus berteriak meminta tolong. Namun tidak ada siapapun didalam hutan itu yang bisa mendengarnya.

Ia terus bergelantungan dimulut jurang. Dan semakin lama ia semakin merasa sakit dikedua tangannya yang berpegang pada akar pohon.

"Tolooooong!!!!!"

Namun tak ada jua yang mendengarnya. Ia hanya melihat kudanya itu terus meringkik tak karuan.

"Tolong aku!!!!!"

Ia melihat kebawah, melihat betapa mengerikannya jurang itu.
Dan tangannya terasa semakin lemah. Ia semakin kehilangan tenaga.
Ia pasrah jika hidupnya harus berakhir dijurang itu.

'Jagad Dewa Bhatara, tolonglah aku'

Satu tangannya telah terlepas. Maka semakin kecil pula harapannya untuk selamat.

Lalu matanya yang terlihat lemah itu menangkap suatu kelebat bayangan. Dan diatasnya muncullah seekor merpati putih yang terbang kearahnya.

Namun satu satunya tangan yang bertahan itu sudah terlalu lemah. Sampai akhirnya mulai terlepas.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa"

Merpati putih itu membelalakkan mata, lalu terbang begitu cepat kearah Pramudhita yang terjatuh.

'aku tidak akan membiarkanmu terjatuh'

****

Bersambung

Maaf klo ada typo dan sekeluarganya 😁😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BIDADARI & PENYAMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang