Kebohongan Kecil Nevada

46 3 0
                                    


"Aku tidak percaya kau bersungguh-sungguh!"

Vada dan Pamela sedang duduk di kedai kue. Bau kopi bertebaran di seantero kedai. Macam-macam kopi; kopi hitam, latte, capucinno, dan sederet minuman berkafein lainnya, namun persetan dengan semua itu, Pam dengan sedikit gugup meneguk Slurpee-nya di tengah cuaca dingin, berusaha tampak santai. Ia mengamati pintu belakang kedai, tampak pintu itu terbuka, dan Dexter masuk melaluinya. Ia baru selesai membuang sampah.

"Tentu saja aku bersungguh-sungguh. Kalau tidak, mana mau aku repot-repot keluar rumah saat musim dingin begini?"

"Ya, tidak seharusnya kau menyuruhku mendatangi seorang murid SMA untuk minta nomor ponselnya," Bantah Vada. "Lagipula dia terlalu tua untukmu."

"Vada, tolonglah," Pam memelas. "Dia cinta pertamaku, aku tidak mau melewatkannya begitu saja."

"Baiklah," Vada menjejalkan sisa waffle dan mengelap mulutnya. "Aku akan memintakannya sekarang."

"Vada," Panggil Pam. "Jangan menyebut namaku. Oke?"

"Oh, Pam, ia tak mengenalimu."

"Pokoknya jangan."

Vada melangkah ke arah konter. Biasanya Dexter ada di sana melayani pembeli. Vada harus mengakui bahwa selera sahabatnya bisa dibilang lumayan, karena cowok seperti Dexter biasanya adalah seorang bintang basket sekolah. Entah apa yang dilakukannya di kedai ini.

Pamela tidak mau melewatkannya. Tentu saja.

"Um, aku mencari Dexter," Ujarnya pada gadis yang berdiri di balik konter. Gadis itu mengunyah permen karet dengan wajah sebal. Semua orang memang begitu di musim dingin.

"Aku bisa melayani pesanan."

"Tidak, tidak, aku tidak mau memesan apapun lagi, kok," Sela Vada. "Aku perlu bicara padanya."

"Dex! Ada yang harus kau urus di sini!" Teriak gadis itu sambil berlalu.

Dexter melangkah dengan malas dari dapur menuju konter. Rambutnya yang keemasan berantakan di bawah topinya yang bertuliskan Cup&Cream, dan di seragamnya terdapat percikan mustard.

"Bisa kubantu?"

"Ya, uh," Vada memberanikan diri. "Aku tidak tahu apakah kau menganggapnya pantas, tapi bisakah aku minta nomor ponselmu?"

Konter itu mendadak hening, sampai-sampai mereka bisa mendengar suara permen karet yang dikunyah oleh gadis tadi yang sekarang sedang mengelap meja.

"Apakah kau ke sini dengan ibumu?" Tanya Dexter kemudian.

"Aku tidak pernah membawa-bawa ibuku dalam urusan seperti ini."

Dexter tertawa mendengar komentar Vada.

"Siapa yang menyuruhmu?"

Vada merasa ragu sejenak. Mata Dexter menatapnya lekat-lekat.

"Kau lihat temanku yang duduk di sana?" Vada menunjuk Pam yang segera menjatuhkan pandangannya ke meja ketika sadar bahwa dirinya ditunjuk. "Kami sedang bermain Truth or Dare. Dia menantangku untuk meminta nomor ponselmu. Jadi bolehkah aku mendapatkannya?"

"Siapa namamu?"

"Kau sungguh-sungguh perlu tahu?"

"Aku tidak akan memberikan nomor ponsel jika kau tidak memberitahuku namamu."

Menurutnya tidak akan jadi masalah, karena nantinya Dexter akan dihubungi oleh Pam, bukan olehnya.

"Nevada."

Dexter memandangi Vada sambil terdiam sesaat.

"Baiklah," Dexter meraih selembar kertas dan pulpen, lalu menuliskan barisan nomor ponselnya. "Aku tidak biasanya memberikan nomor ponselku pada orang yang tidak kukenali, tapi kurasa kau bukan orang yang berbahaya," Ia menyodorkan kertas itu pada Vada, ketika Vada mau mengambilnya, ia menariknya kembali. "Tapi bisakah kau menghubungiku setelah itu?"

Vada tersenyum simpul.

"Aku memang minta nomormu untuk dihubungi."

"Teleponlah atau kirim pesan sekitar jam enam sore," Dexter mengedipkan mata sebelah kanannya sambil tersenyum jahil. Lesung pipitnya kelihatan seperti irisan yang dalam di pipinya. "Pasti kujawab."

Senyum Vada mengembang. Ia tidak menyangka semuanya berjalan semudah ini.

"Jadi," Ucap Pam segera, saat Vada sampai di bangku mereka. "Kau memberitahunya bahwa aku yang menyuruhmu minta nomor ponselnya?"

"Tidak."

"Lalu? Tadi kau menunjukku."

"Aku hanya mengarang cerita kalau kita sedang main Truth or Dare."

"Itu sangat brilian, Vada," Pam terkikik. Ia memandangi kertas kecil itu sambil senyum-senyum sendiri.

"Apakah urusan hari ini sudah selesai?" Tanya Vada. "Bisakah kita pulang sekarang?"

"Tentu. Yuk."

Mereka berjalan ke luar kedai, Vada bisa melihat Dexter melambaikan tangan ke arahnya. Ia membalasnya dan segera pergi.

The NeighbourWhere stories live. Discover now