Setiap tongkatku mengenai dirinya, maka ia akan tertawa puas. Masokis. Tapi sejak kapan?
Kami terlibat perkelahian yang terasa amat sangat panjang. Padahal saat kulirik jam tangan, masih berjalan tiga puluh detik sejak Felix pergi.
"San, nyerah, cukup, buat apa lo lakuin ini semua?" ucapku saat Sanha menangkis tongkatku, omong-omong pisaunya telah terlempar ke dalam kobaran api. "Kalau ini semua beralaskan dendam saudara, cukup bunuh gue tanpa perlu libatkan orang lain."
Dahi Sanha berkerut, dia tertawa kencang tapi sorot matanya makin ingin membunuhku.
"Dendam saudara?! Cukup bunuh lo?! berhenti membual! Lo nggak tau apa-apa, Sampah!"
Sanha mendorongku, sialan, kekuatan dari mana ini? padahal beberapa saat lalu dia hampir kehabisan stamina, begitu juga aku.
Tubuhku yang lebih kecil darinya akhirnya limbung kebelakang lalu dilalap api yang semakin melingkupi kami. Tapi karena reflekku lumayan juga karena kepepet, akhirnya aku bisa mengelak ke samping, tapi aku harus mengorbankan kakiku yang malah terjebak di antara lantai kayu yang keropos.
Saat berusaha kutarik kakiku, rasanya ngilu, pasti berdarah dan terkilir. Sial, kini pergerakanku terbatas.
Sanha mendekat ke arahku dia mengeluarkan pistol dari sakunya yang sedari tadi ia sembunyikan untuk saat-saat terakhir.
"Begitu putus asa sampai mau menyerang orang yang sudah nggak berdaya heh?" kuucapkan dengan nada mengejek. Yep, sekalian saja jika memang disini akhirku, kenapa tidak sekalian bersenang-senang sebentar.
Tapi saat Sanha telah menarik pelatuknya, tongkat yang kugunakan tadi melayang dan memukul tepat wajahnya. Sanha tersungkur, namun seakan dia telah dirasuki iblis, dengan gerakan seperti orang kesetanan, ia bangkit meraih sesuatu dalam kantongnya, lalu melemparkannya.
Saat benda itu melayang dan mengenai api, api itu berubah makin ganas barang sedetik lalu normal kembali, itu garam. Tapi yang membuatku merasakan kalau ini benar-benar akhirnya adalah, tongkat itu jatuh begitu saja seakan roh itu lenyap.
Apa itu untuk pengusir roh?
Sanha meregangkan otot-ototnya sebelum menodong pistolnya di leherku. "Gue benci lo, Han Jisung!"
"Ya udah sama, gue sayang lo Yoon Sanha."
Aku menyerah, menutup mata menanti peluru itu menembus tenggorokanku.
"Heh jangan nyerah dulu lo!"
Mataku langsung terbuka, itu Bang Leader! Disusul pemadam kebakaran di belakangnya dan anggota polisi.
Ya ampun, berada dalam lingkungan seperti ini membuatku tuli akan dunia luar. Aku terlalu fokus di sini hingga aku tidak sadar jika bantuan telah datang.
Dor!
"Arghhhh!"
.
[CTRL + C]
.
Yang Jeongin
"Jeongin, ambil minyak tanah di pojok, kita bakar tempat ini," seru Hyunjin dengan napas putus-putus tanda dia hampir mencapai batasnya.
Tikus ini rasanya tidak ada habisnya, meski kami sudah mencoba melenyapkannya rasanya mereka bisa bangkit dari kematian.
Aku langsung menuju ke arah yang ia maksud tanpa mendebat keputusannya yang akan membakar tempat ini.
Kulihat ada satu jerigen kecil, tanpa perlu mencium baunya, aku tahu itu minyak tanah yang dimaksud Hyunjin. Kebetulan juga disebelahnya ada pemantik, kurasa dua hal ini sudah disiapkan Xion atau memang sudah lama disini aku tidak peduli.
YOU ARE READING
[1] CTRL + C ✓
Mystery / ThrillerKepsek kami memberi tugas yang rada aneh, tapi tetap kami lakukan lantaran dihadiahi jam kosong serta keistimewaan lain. Namun, di beberapa ruangan yang sering kami santroni mendadak teman-teman kami tergolek dengan riasan yang bagus banget, seperti...
![[1] CTRL + C ✓](https://img.wattpad.com/cover/222033251-64-k672192.jpg)